Saturday, March 29, 2014
INILAH HARI PENYELAMATAN, JANGAN SIA-SIAKAN!
INILAH HARI PENYELAMATAN,
JANGAN SIA-SIAKAN !
“Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di surga.” – Matius 6:1
Hari ini, anak-anak Allah menerima tanda salib di dahi dengan abu untuk memulai Masa Prapaskah. Abu adalah bukti kesediaan kita mematikan diri dari cara hidup yang salah (lihat Matius 6:1). Dengan penuh sesal, diri ini bertobat dengan menyangkal diri, memikul salib, dan mengikuti Yesus (lihat Lukas 9:23). Kita dengan kesungguhan hati berpisah dari dosa dengan menangis karena telah diingatkan: “Kembalilah sekarang ini juga kepada-Ku dengan segenap hatimu, sambil berpuasa, sambil menangis, dan berkabung” (lihat Yoel 2:12). Diri ini menyesal karena tidak berani menolak impian yang ditawarkan dunia dan sekarang memilih mengabdi sepenuhnya kepada Allah (lihat Yoel 2:16). Kita membuat awal baru dengan membenamkan diri pada pemeliharaan-Nya agar berkenan mengganjar kelayakan diri ini di hadapan-Nya (lihat Matius 6:18); berupa berbagai karunia-Nya yang teragung yang dicurahkan oleh Roh Kudus (lihat Galatia 5:22-23). Roh Kudus akan menyediakan air kehidupan selama kita berada di gurun tandus Masa Prapaskah (lihat Yohanes 7:37-38). Roh Kudus akan membuat diri ini hanya “menginginkan hal-hal rohani” agar kudus dalam setiap langkah: pikiran, perkataan, dan perbuatan (lihat Roma 8:5). Dengan begitu, meskipun oleh dosa tubuh ini telah ditandai dengan kematian, namun roh kita tetap hidup dan kudus; sebab Dia “akan memberikan hidup kepada tubuh” (lihat Roma 8:10-12); dan mencurahkan “kekuatan, kasih, dan pertimbangan yang baik” (lihat 2Timotius 1:6-7). Ajaklah keluarga dan saudara seiman agar tidak mensia-siakan “kasih karunia Allah” ini (lihat 2Korintus 6:1).
Sebagai orang berdosa, kita mempersiapkan diri untuk kembali bertemu Tuhan dengan menjadi umat yang rela (lihat 2Korintus 5:20-21). Persiapan hati ini rahmat Roh Kudus (lihat Galatia 5:22-23); yang membangkitkan iman, pertobatan hati, dan penyesuaian diri kepada kehendak Bapa. Sikap-sikap batin ini penting agar rahmat Allah dalam perayaan ‘Rabu Abu’ dapat diri ini terima dan menghasilkan buah-buah untuk kehidupan baru. Seperti para nabi, seruan Yesus terarah kepada pertobatan dan penyesalan, bukan hanya dengan karung dan abu, puasa dan matiraga; melainkan pertobatan hati. Tanpa itu tobat akan tanpa hasil dan tidak jujur sebab pertobatan batin mendesak kita agar menyatakannya lewat kegiatan dan karya pertobatan (lihat YoeI 2:12-13; Yesaya 1:16-17; Matius 6:1-6.16-18). Yesus mengundang para pendosa ke meja Kerajaan Allah: "Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa" (lihat Markus 2:17; 1Timotius 1:15). Ia mengajak orang agar bertobat sambil menunjukkan perkataan dan kerahiman Bapa yang tak terbatas (lihat Lukas 15:11- 32); dan "kegembiraan" yang luar biasa, yang "ada di surga, karena satu orang berdosa yang bertobat” (lihat Lukas 15:7). Bukti kasih-Nya yang terbesar ialah penyerahan kehidupan-Nya "untuk pengampunan dosa" (lihat Matius 26:28). Kita harus percaya kepada-Nya yang telah melakukan karya Bapa-Nya (lihat Yohanes 10:36-38). Namun, iman semacam ini menuntut kita mematikan diri sendiri supaya setelah ditarik oleh rahmat ilahi (lihat Yohanes 6:44); bisa "dilahirkan kembali dari atas" (lihat Yohanes 3:7).
Kita diingatkan: “Sekarang juga” (lihat Yoel 2:12). Seperti apapun masa lalu dan menakutkannya masa depan, “Sesungguhnya, waktu ini adalah waktu perkenanan itu; sesungguhnya, hari ini adalah hari penyelamatan itu” (lihat 2Korintus 6:2). Bersyukurlah kepada Allah yang yang telah menyatakan kesediaan-Nya: ‘Sekarang juga!’ Tidak sedikit anak-anak Allah yang sedang dalam perjalanan ke neraka, tetapi ‘sekarang juga’ mereka diberi kesempatan bertobat. Hatinya mungkin sudah menjadi pelabuhan kebencian dan tidak mau memaafkan. Tetapi, ‘sekarang juga’ adalah kesempatan untuk mengubahnya. Selama masih berada di dunia yang fana ini berarti ‘sekarang juga’ masih ada pengharapan. Akhirnya, masing-masing dari kita akan menghadapi saat pengambilan keputusan: ‘sekarang juga’ atau ‘tidak sama sekali’. Hari ini mungkin akhir ziarah, peluang terakhir bertobat dari dosa. Setelah akhir dari ‘sekarang juga’, siapa pun tidak akan lagi punya alasan untuk berharap. Mereka hanya memiliki dua pilihan: kesempurnaan kebahagiaan kekal di surga atau penghukuman kekal di neraka. Dengan meresapkan hal ini, keluarga dan saudara seiman akan dapat menyadari betapa berharganya karunia ‘Rabu Abu’, Masa Prapaskah, dan saat ‘sekarang juga’ dalam memperbaiki perjalanan dirinya menuju kepada keabadian di surga. “Rendahkanlah dirimu sebelum engkau ditolak dan tunjukkanlah pertobatan atas dosa-dosamu” (lihat Sirakh 18:21). Ajak mereka masuk kamar pengakuan untuk berseru: “Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku!” (lihat Mazmur 51:3-4).
Kita harus "menjadi anak" di depan Allah karena itulah syarat untuk masuk ke dalam Kerajaan surga (lihat Matius 18:3-4). Untuk itu, orang harus merendahkan diri (lihat Matius 23:12); supaya "menjadi anak Allah" (lihat Yohanes 1:12). Rahasia Natal terjadi di dalam kita kalau "rupa Kristus menjadi nyata" di dalam diri ini (lihat Galatia 4:19). Sabda menjadi manusia, supaya kita "mengambil bagian dalam kodrat ilahi" (lihat 2Petrus 1:4). Untuk itulah Sabda Allah menjadi manusia, dan Anak Allah menjadi anak manusia, supaya manusia menerima Sabda dalam dirinya, dan sebagai anak angkat, menjadi anak Allah. Sabda Allah menjadi manusia, supaya kita di-ilahi-kan. Putera Allah hendak memberi kepada diri ini bagian dalam ke-Allah-an-Nya, menerima kodrat kita, menjadi manusia, supaya mengilahikan manusia. Dalam kuasa Roh Kudus, kita lalu mengambil bagian dalam sengsara dan kebangkitan Kristus dengan mematikan diri terhadap dosa dan dilahirkan ke dalam hidup baru (lihat Yohanes 14:26); karena diri ini adalah anggota-anggota Tubuh-Nya, yaitu Gereja (lihat 1Korintus 12); dan ranting - ranting yang tinggal pada pokok anggur, yaitu Kristus sendiri (lihat Yohanes 15:1-4). Pembaptisan tidak hanya membersihkan dari semua dosa, tetapi serentak menjadikan orang yang baru dibaptis sebagai "ciptaan baru" (lihat 2Korintus 5:17); seorang anak angkat Allah (lihat Galatia 4:5-7); sehingga bisa "mengambil bagian dalam kodrat ilahi" (lihat 2Petrus 1:4); yang adalah anggota Kristus (lihat 1Korintus 6:15; 12:27); "ahli waris" bersama Dia (lihat Roma 8:17); dan telah dijadikan sebagai kenisah Roh Kudus (lihat 1Korintus 6:19). Terpujilah Kristus!
.
.
.RABU ABU, dimulainya Puasa dan Pantang.
Renungan Hari Ini, Rabu, 05 Maret 2014<Fa Suhardi Soetedja>
DOA MALAM
DOA MALAM
☩ Dalam Nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus , amin.
Bapa yang kekal, saya mempersembahkan kepadaMu Hati Kudus Yesus, dengan segenap kebaikan Nya, untuk melebur segala dosa yang saya lakukan hari ini dan sepanjang hidupku.
Kemuliaan kepada Bapa dan Putera dan Roh Kudus, seperti pada permulaan, sekarang, selalu, dan sepanjang segala abad. Amiin.
Untuk menyucikan segala kebaikkan yang kuperbuat dalam segala kelemahanku, hari ini dan sepanjang hidupku.
Kemuliaan kepada Bapa dan Putera dan Roh Kudus, seperti pada permulaan, sekarang, selalu, dan sepanjang segala abad. Amiin.
Untuk mengejar segala kebaikkan yang seharusnya sudah kulakukan dan telah kulalaikan sekarang dan selama hidupku.
Kemuliaan kepada Bapa dan Putera dan Roh Kudus, seperti pada permulaan, sekarang, selalu, dan sepanjang segala abad. Amiin.
Tuhan Yesus ada dikepalaku dan didalam pengertianku.
Tuhan Yesus ada dimataku dan didalam penglihatanku
Tuhan Yesus ada dimulutku dan dalam ucapan ucapanku.
Tuhan Yesus ada dihatiku dan dalam pikiranku.
Biarlah Tuhan Yesus ada didalamku saat ajalku dan pada saat keberangkatanku. Amiin.
Doa malam ini didoakan setiap hari oleh seorang biarawati pertapa, yang baru saja meninggal dunia dan menampakan diri pada pembina rohaninya yang sedang mendoakan dia agar masuk ke surga setelah diampuni dosa dosanya.
Bahwa ia tidak perlu didoakan lagi, karena sudah langsung masuk ke Surga, sebab doa doa malam tersebut, dia sudah membayar hutang hutangnya.(Maj Utusan)
Doa Santo Mikael Malaikat Agung
Doa Santo Mikael Malaikat Agung
Kisah dari doa ini berawal dari seorang pelayan Tuhan, Antonia d'Astonac yang menerima penampakan dari Malaikat Agung Mikhael, yang menyuruhnya menghormati kesembilan Kelompok Paduan Suara Malaikat dengan doa ini.
Malaikat Agung Mikhael berjanji bahwa barangsiapa yang melakukan devosi ini, ketika mendekati Komuni Kudus, akan mendapat perlindungan dari sembilan malaikat yang dari Kelompok Paduan Suara Malaikat. Dan bagi mereka yang mendaraskan doa ini setiap hari akan memperoleh perlindungan dari Malaikat Agung Mikhael dan semua malaikat sepanjang hidup mereka.
“Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis; karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah- pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara. Sebab itu ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat mengadakan perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan segala sesuatu.
Jadi berdirilah tegap, berikatpinggangkan kebenaran dan berbajuzirahkan keadilan, kakimu berkasutkan kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera; dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai itu kamu akan dapat memadamkan semua panah api dari si jahat, dan terimalah ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu firman Allah, dalam segala doa dan permohonan.” ~ Efesus 6:11-17.
Doa Santo Mikael Malaikat Agung
☩ Dalam Nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus, Amin.
Santo Mikael Malaikat Agung;
Belalah kami dalam pertempuran.
Jadilah pelindung kami terhadap kebencian dan jerat setan.
Dengan rendah hati kami mohon, semoga Allah menaklukannya.
Dan engkau O pimpinan seluruh penghuni surgawi, dengan kuasa Ilahi, usirlah keneraka setan dan roh jahat yang berkeliaran diseluruh dunia untuk menghancurkan jiwa-jiwa.
Amin.
Source : FB Michael Christiano Hady
PENGIKUT KRISTUS ADALAH ANAK-ANAK TERANG
PENGIKUT KRISTUS ADALAH
ANAK-ANAK TERANG
“Berkatalah Yesus, ‘Aku telah datang ke dalam dunia ini untuk menghakimi: Mereka yang tidak melihat akan melihat dan mereka yang melihat akan menjadi buta.’” – Yohanes 9:39
Pada hari ini, Minggu Laetare atau Sukacita, Yesus sangat berkeinginan agar kita semua boleh menerima sukacita-Nya, yang diingatkan Rasul Paulus: “Bangunlah, hai kamu yang tidur dan bangkitlah dari antara orang mati dan Kristus akan bercahaya atas kamu” (lihat Efesus 5:14). Untuk itu, Gereja mengganti warna liturgi dari ungu menjadi merah jambu dengan bunga-bunga berwarna cerah yang diletakkan di altar.
Sebagai anak-anak Allah, kita tentu menyambut perayaan Ekaristi hari ini penuh sukacita karena bisa menjalani puasa, berpantang, doa, dan amal kasih serta berhasil memperjuangkan pentingnya kehidupan rohani (lihat Yohanes 9:39); agar memperoleh kesempurnaan sukacita pada Paskah nanti “dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah” (lihat Ibrani 12:2).
Diri ini penuh percaya kepada Yesus (lihat Yohanes 9:38); karena “penderitaan dalam kehidupan kita yang sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan dan diberikan kepada kita” (lihat Roma 8:18); sehingga diri ini dapat berseru: “Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku. Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah Tuhan sepanjang masa” (lihat Mazmur 23:1,4,6).
Yesus adalah “Terang dunia” (lihat Yohanes 9:5). Orang buta pun “dapat melihat” setelah Dia “mencampur tanah dengan ludah-Nya”, lalu “mengoleskannya ke mata orang buta itu” dan berkata: “Pergilah, basuhlah dirimu dalam kolam Siloam”, yang berarti: ‘sebagai yang diutus’ (lihat Yohanes 9:6-7). Tetapi, tidak semua orang menerima-Nya sebagai ‘Terang’: ada yang terbuka karena mengimani dan ada yang tetap buta karena dikalahkan pikiran dari tubuh fana.
Itu seperti reaksi orang Farisi: “Orang ini bukan dari Allah, sebab Ia bekerja pada hari Sabat”, meski ada yang bertanya: “Dapatkah seorang berdosa melakukan tanda ajaib demikian?”; yang menimbulkan “perbedaan pendapat antara mereka” (lihat Yohanes 9:16). Ketika orang buta yang sudah bisa melihat itu ditanyakan pendapatnya tentang Yesus, dia menjawab dengan penuh keyakinan: “Ia seorang nabi” (lihat Yohanes 9:17).
Orang-orang Yahudi yang tidak percaya itu menanyakan kepada orangtuanya, yang dijawab: “Ia benar anak kami dan buta sejak dilahirkan”, tetapi “kami tidak tahu siapa yang telah mencelikkan matanya” (lihat Yohanes 9:20-21). Orangtuanya berkata demikian karena takut dikucilkan dari sinagoga bila mengakui Yesus sebagai Mesias (lihat Yohanes 9:22). Dari bacaan Injil ini, kita menemukan suatu cara lain untuk menafsirkan mukjizat yang terjadi, yaitu: orang yang bisa melihat adalah orang beriman karena percaya kepada Tuhan, yang ditegaskan Yesus: “Mereka yang tidak melihat akan melihat, dan mereka yang melihat akan menjadi buta” (lihat Yohanes 9:39). “Hiduplah sebagai anak-anak terang” (lihat Efesus 5:8).
Sebagai anak-anak Allah, diri ini tentu berlaku jujur dan sangat berkeinginan agar kerahiman Yesus “menginjak-injak kesalahan” dan “melemparkan dosa-dosa” diri ini “ke dalam laut” (lihat Mikha 7:19); agar dihapus “sejauh timur dari barat” (lihat Mazmur 103:12). Jika bersikeras, kita “akan mati dalam dosa-dosa” (lihat Yohanes 8:21,24).
Inilah yang membedakan Dia dengan manusia. “Tuhan tidak memandang berdasarkan manusia; manusia memandang dengan mata; tetapi Tuhan menilai hati” (lihat 1Samuel 16:7). Untuk itu, Rasul Paulus berdoa: “Semoga Ia menerangi mata batinmu” (lihat Efesus 1:18). Tuhan melihat dari hati-Nya untuk memasuki hati kita. Karenanya, diri ini lalu rajin memeriksa hati agar bisa melihat dosa-dosa yang ada, keberadaan Tuhan dalam diri ini, pada sesama, dan khususnya tatkala menyantap tubuh-Nya, serta kebenaran rencana Allah dan janji-janji-Nya (lihat 2Korintus 13:5).
Tanpa menyelami hati keluarga, bagaimana kita mengasihi dengan benar? Tanpa tahu hati anak, apakah perubahan dan kekudusan mereka dapat terjadi? Orang buta sejak lahir itu disembuhkan Yesus, yang diutus Allah Bapa (lihat Yohanes 9:4). Kita pun akan bisa melihat dengan benar bila bersedia dicuci dan “dibenamkan dalam kematian-Nya” (lihat Roma 6:3); agar layak mengulang janji baptis dan hidup sesuai dengannya. “Bangunlah, hai kamu yang tidur dan bangkitlah dari antara orang mati dan Kristus akan bercahaya atas kamu” (lihat Efesus 5:14); agar Paskah nanti dipenuhi sukacita Tuhan (lihat Filipi 4:4). Terpujilah Kristus!
Renungan Hari Ini, Minggu, 30 Maret 2014
Hari Minggu Prapaskah IV (Minggu Sukacita)
by: Fa Suhardi Soetedja
Source : FB
Michael Christiano Hady
Keberadaan dan Kebenaran Api Penyucian
Keberadaan dan Kebenaran Api Penyucian
Wawancara dengan Maria Sima
Maria Simma, dapatkah anda menceritakan bagaimana anda dikunjungi oleh suatu jiwa dari Api Penyucian untuk pertama kalinya?
Hal itu terjadi pada tahun 1940. Suatu malam, sekitar jam 3 atau 4 pagi, aku mendengar ada seseorang mendatangi kamar tidurku. Hal ini membuatku terbangun, kulihat ada seseorang sedang berjalan di kamar tidurku itu bolak-balik seperti kebingungan.
Takutkah anda?
Aku tidak takut, bahkan ketika aku masih kedl ibuku berkata bahwa aku ini anak istimewa, karena uku tidak pernah merasa takut. Malam itu .... Aku melihat ada orang yang aneh.
Dia berjalan maju mundur pelan-pelan.
Aku bertanya padanya: "Bagaimana kamu bisa masuk kesini?
Pergi!". Namun dia terus berjalan dengan rasa tidak sabar, seolah-olah dia tidak dengar suara aku.
Maka aku bertanya lagi "Apa yang akan kau lakukan., " Dia masih tidak menjawab, aku turun dari tempat tidurku dan berusaha memegangnya, namun aku hanya memegang udara kosong saja.
Aku beranjak tidur lagi, namun lagi-lagi kudengar langkah orang itu bergerak kesana kemari.
Aku heran bagaimana aku bisa melihat pria itu namun aku tak bisa memegangnya.
Aku bangun lagi untuk memegangnya dan menghentikannya.
Namun aku hanya memegang ruangan kosong. Dengan diliputi rasa heran, aku kembali ke tempat tidur.
Dia tidak datang lagi, namun sejak itu aku tak dapat tidur tagi.
Hari berikutnya, setelah Misa Kudus, aku menemui penasihat rohaniku dan menceritakan kepadanya semua yang kualami.
Dia mengatakan kepadaku jika hal itu terjadi lagi, aku tidak boleh bertanya "Siapakah kamu?", melainkan harus bertanya; "Apa yang kau inginkan.dariku?".
Malam berikutnya pria itu kembali lagi, orang yang sama.
Aku bertanya .. "Apakah yang kau inginkan dariku".
Dia memohonku untuk melakukan upacara Misa Kudus 3X untuknya, maka dia dapat bebas dari Api Penyucian. Baru aku tahu, bahwa dia adalah jiwa dari Api Penyucian. Penasihat rohaniku juga membenarkan hal ini, Dia juga menasihati aku agar tidak melupakan jiwa-jiwa yang malang itu, agar aku mau menerima saja permintaan mereka dengan sukarela.
Setelah itu, adakah yang datang lagi?
Ya ada, untuk beberapa waktu, hanya ada 3 atau 4 jiwa saja pada bulan Nopember. Setelah-itu ada lebih banyak lagi.
Apa yang diminta jiwa-jiwa itu dari anda?
Sebagian besar mereka meminta lebih banyak Misa Kudus dilaksanakan dan Jiwa-jiwa itu akan hadir di dalam Misa Kudus itu, Doa Rosario serta Jalan Salib.
Dari sini pertanyaan yang utama muncul:
Apa Api Penyucian itu?
Aku mengatakan bahwa itu adalah sebuah Misteri Allah yang mengagumkan. Biarlah kuberi anda sebuah gambaran yang merupakan pengalaman dari diriku sendiri.
Andaikan suatu saat ada sebuah pintu terbuka, dan nampak suatu makhluk indah sekali, amat indah, dengan sebuah kecantikan yang belum pernah ada di dunia ini.
Anda akan tertegun, oleh makhluk cahaya ini serta keindahan ini.
Kemudian makhluk ini mengatakan bahwa dia sangat mengasihi anda, anda tak pernah bermimpi untuk dikasihi seperti itu hingga begitu besarnya!
Anda merasakan bahwa dia ingin menarik anda kepadanya, untuk bersatu dengan anda dan api kasih yang berkobar dalam hati anda mendorong untuk merebahkan diri anda ke dalam pelukan tangan makhluk itu.
Tetapi ternyata anda menyadari bahwa saat itu anda masih belum mandi, sehingga badan anda bau, hidung beringus, rambut acak-acakan dan kusut, nampak debu kotoran dipakaian anda dsb.
Maka anda akan malu sendiri dengan keadaan seperti itu, pertama-tama anda pergi untuk mandi supaya bersih, langsung kembali.
Dan kasih yang telah bersemi dihati anda begitu kuatnya berkobar, bergelora hingga penundaan anda untuk mandi itu seolah beban siksaan dan rasa sakit karena tidak ada sesuatu, meskipun hal itu hanya berlangsung beberapa menit saja, itu merupakan sebuah luka yang sakit dihati anda, sebanding dengan intensitas dari pernyataan kasih anda, maka itulah yang disebut luka kasih.
Api Penyucian adalah sebuah penundaan yang disebabkan oleh ketidak murnian (dosa) anda, sebuah penundaan dari pelukan Allah, sebuah luka kasih yang menimbulkan penderitaan, sebuah penantian, sebuah nostalgia kasih. Sesungguhnva rasa terbakar dan kerinduan inilah yang mencuci kita jika masih kotor dalam dosa diri kita.
Api penyucian tempat kerinduan, terhadap kasih Allah, kerinduan akan Allah yang telah kita kenal, karena kita telah melihatkan Dia, namun belum dapat kita bersatu denganNya.
Lalu aku bertanya lagi untuk menjelaskan sebuah hal yang mendasar :
Maria Simma apakah jiwa-jiwa di Api Penyucian memiliki kebahagiaan dlan harapan di tengah penderitaan mereka?
Ya, tak ada jiwa-jiwa dari Api Penyucian yang ingin kembali ke dunia ini, mereka memiliki pengetahuan yang lebih tinggi dari kita.
Mereka hanya tidak bisa memutuskan kembali ke dalam kegelapan dunia.
Disini kita melihat perbedaan penderitaan di Api Penyucian dan di bumi.
Di Api Penyucian, meskipun rasa sakit yang dialami suatu jiwa amat mengerikan, tapi masih ada kepastian untuk hidup selamanya bersama Allah.
Ini adalah sebuah kepastian yang tak tergoyahkan.
Kebahagiaamya lebih besar dari pada sakitnya.
Tak ada di dunia ini yang bisa membuat mereka ingin kembali tinggal di sini, di mana orang tak pernah merasakan kepastian dalam segala hal
Maria Simma, bisakah anda ceritakan pada kami, apakah Allah yang mengirimkan suatu jiwa ke Api Penyucian, ataukah jiwa itu sendiri yang memutuskan untuk pergi ke sana?
Apakah jiwa itu sendiri yang menginginkan pergi ke Api Penyucian agar dirinya menjadi suci dan murni sebelum dia ke Surga.
Jiwa-jiwa di Api Penyucian benar-benar taat dengan kehendak Allah, mereka senang dengan kebaikan, mereka merindukan kebaikan kita dan mereka mengasihi Allah dan mereka mengasihi kita juga.
Mereka dipersatukan dengan Roh Allah, terang, dan kemuliaan Allah.
Maria Simma, pada saat kematian, adakah orang bisa melihat Allah dengan sepenuhnya, atau secara samar-samar saja?
Secara samar-samar, namun semuanya sama, dalam suatu tingkatan kecerahan tertentu di mana hal ini sudah cukup untuk menimbulkan kerinduan yang besar dalam dirinya.
Sesungguhnya hal itu adalah terang yang begitu kemilau jika dibandingkan dengan kegelapan yang ada di dunia ini!
Maria Simma, bisakah anda menceritakan apa peranan dari Bunda Maria terhadap jiwa-jiwa di Api Penyucian?
Dia sering datang kesana untuk menghibur mereka dan berkata bahwa mereka telah ban yak melakukan kebaikan. Dia menyemangati mereka.
Apakah ada hari-hari tertentu dimana Bunda Maria mengentaskan mereka?
Lebih dari yang lain, adalah pada hari Natal, hari Para Kudus, Jumat Agung, Pesta Kenaikannya ke Surga, serta Kenaikan Yesus.
Maria Simma,mengapa harus pergi masuk Api Penyucian? Dosa-dosa apakah yang paling banyak menyebabkan orang masuk Api Penyucian ?
Dosa-dosa melawan kemurahan hati, kasih disekitarnya, hati yang keras, kekejaman, memfitnah dan mengumpat, iri hati, dendam dan serakah dll. Ya, semua itulah.
Perkataan mengumpat serta memfitnah adalah yang paling jelek dari tindakan ternoda yang membutuhkan pemurnian yang panjang.
Maria Simma memberi contoh yang sangat menyentuh dirinya.
Suatu saat dia dimintai tolong mencarikan apakah ada seorang wanita dan pria tersebut berada di Api Penyucian. Dan sangat mengejutkan mereka yang bertanya, ternyata wanita itu telah berada di Surga sedangkan si pria itu berada di Api Penyucian.
Padahal kenyataannya wanita ini telah mati ketika dia melakukan tindakan aborsi sementara si pria sering pergi ke Gereja serta menjalani kehidupan yang baik dan berdevosi.
Maria mencari informasi lebih jauh lagi dan mengira bahwa yang dilihatnya itu salah, ternyata tidak, dia memang benar, Kedua orang itu mati pada saat yang sarna, namun wanita itu mengalami pertobatan yang benar-benar dan dia sangat rendah hati, sementara si pria sering mengkritik orang lain.
Dia selalu mengeluh dan berbicara hal-hal yang jelek tentang orang lain.
Inilah sebabnya Api Penyucian bagi dia begitu lama.
Maria Sima menyimpulkan :"Kita tak boleh menghakimi penampilan seseorang".
Dosa lain yang melawan kemurahan hati adalah penolakan kita terhadap beberapa orang tertentu yang tidak kita sukai, penolakan kita untuk berdamai, penolakan kita untuk mengampuni serta segala sikap kebencian dalam diri kita.
Maria Simma juga menggambarkan hal ini dengan contoh lain yang memberi bayangan bagi pikiran kita.
Adalah sebuah kisah tentang seorang wanita yang dia kenai baik.
Wanita ini meninggal dan masuk ke Api Penyucian, ditempat yang paling mengerikan dari Api Penyucian, dengan penderitaan yang paling mengerikan pula disitu.
Ketika ia datang kepada Maria Simma, dia menjelaskan memiliki seorang ternan sesama wanita dan diantara keduanya terjadi permusuhan yang besar, yang sebenarnya dimulai oleh dia sendiri.
Dia mempertahankan permusuhan itu selama bertahun-tahun, meskipun sahabatnya telah berkali-kali minta berdamai dengannya, minta rekonsiliasi.
Namun setiap kali dia menolaknva.
Ketika dia sedang sakit berat, dia tetap saja menutup pintu hatinya, menolak untuk berdamai yang ditawarkan oleh sahabatnya itu, hingga saat kematiannya tiba.
Aku percaya bahwa contoh ini memiliki arti yang penting yang berkaitan dengan rasa dendam yang, dipertahankan.
Dan dengan perkataan kitapun bisa juga semakin merusak: kita tak pernah menekankan dengan cukup betapa kritik atau perkataan pahit bisa membunuh orang, dan juga sebaliknya, betapa sebuah kata juga bisa menyembuhkan.
Maria Simma katakan kepada kami: Siapakah orang yang berpeluang besar memasuki Surga?
Mereka yang memiliki hati yang baik kepada setiap orang.
Kasih mengatasi banyak dosa.
Sarana apakah yang kita gunakan di dunia ini untuk menghindari Api Penyucian langsung masuk ke Surga? Kita harus berbuat banyak bagi jiwa-jiwa di Api Penyucian.
Karena mereka nanti akan menolong kita.
Kita harus rendah hati, karena ini adalah senjata kuat untuk melawan kejahatan, melawan setan.
Kerendahan hati mengusir pergi setan.
Aku tak bisa menahan untuk tidak bercerita kepada anda tentang sebuah kesaksian yang bagus dari Pastor Berlioux (yang menulis buku tentang jiwa-jiwa di Api Penyucian), tentang pertolongan yang ditawarkan oleh jiwa-jiwa ini kepada mereka yang telah menolong mereka dengan doa-doa dan kurban.
Dia bercerita tentang seorang yang secara khusus berbakti bagi jiwa-jiwa malang di Api Penyucian dan dia persembahkan hidupnya untuk menolong mereka.
"Pada saat kematiannya, dia diserang dengan ganas sekali oleh setan yang melihat dia akan lolos dari cengkeramannya."
Nampaknya bahwa seluruh penghuni lembah Api Penyucian bersatu untuk melawan dia, melindunginya dari serangan-serangan yang mematikan".
"Wanita yang sedang sekarat itu berjuang dengan penuh sengsara untuk beberapa saat, ketika tiba-tiba dia melihat ada kerumunan orang-orang tak dikenal memasuki apartemennya dimana orang-orang tadi dalam keadaan keindahan yang berkemilauan, yang membuat setan berlarian menjauh dan orang-orang itu mendekati tempat tidurnya, berbicara kepadanya untuk memberinya penghiburan dan dorongan semangat yang sangat menyenangkan.
Dengan napas terakhir, dan sukacita yang besar, dia bertanya:
Siapakah engkau?, mengapa engkau mau berbuat baik terhadapku?
Tamu-tamu yang bijaksana itu menjawab: Kami adalah para penghuni Surga berkat pertolonganmu teioh membawa kami kepada Kesucian.
Kami datang untuk berterima kasih, dan menolongmu untuk melewati batas keabadian dan menyelamatkan engkau dari tempat yang menyedihkan ini, membawamu kebahagiaan di Kota Suci.
Mendengar ucapan itu sebuah senyuman menyungging di wajah wanita yang sekarat itu.
Matanya tertutup dan dia tertidur di dalam damai Allah.
Jiwanya, dalam keadaan murni bagaikan merpati, dihadirkan dihadapan Allah dari segala allah, menjumpai banyak para pembela dan pendukungnya sebanyak jiwa-jiwa yang telah ditolongnya sebelumnya, dan dia layak menerima kemuliaan, dia memasuki kemenangan, diiringi sambutan serta berkat dari mereka yang telah dia selamatkan dari Api Penyucian.
Semoga kita, suatu hari nanti, memiiiki kebahagiaan yang sama.
Jiwa-jiwa yang telah diselamatkan oleh doa-doa kita sangatlah berterima kasih: mereka akan menolong di kehidupan kita yang akan datang.
Hal itu sangat terasa sekali.
Maka dengan sungguh-sungguh kuanjurkan agar anda dapat rasakan sendiri hal ini.
Mereka benar-benar membantu kita.
Mereka tahu kebutuhan kita dan memberikan banyak rahmat dan berkah bagi kita.
Maria Simrna, aku merenungkan kisah tentang "pencuri yang baik" yang di samping Yesus ketika disalib.
Aku ingin tahu apa yang dia lakukan bagi Yesus, hingga Yesus menjanjikan pada hari itu dan selanjutnya dia akan bersama Yesus berada dalam Kerajaan Allah?
Dia rendah hati menerima penderitaannya dan mengakui kesalahanrya dan mengatakan hal itu tidak adil.
Dia menganjurkan pencuri yang lain untuk menerima Yesus sebagai juru selamat.
Dia merasa segan dan takut akan Allah, berarti bahwa di melaksanakan tindakan kerendahan hati yang tulus dari hatinya.
Contoh lain yang cukup baik dari Maria Simma menunjukkan betapa sebuah perbuatan baik dapat mengampuni dosa-dosa yang dilakukan seumur hidup.
Marilah kita dengar cerita dari Maria Simma.
Maria Simma kenai seorang pria muda berusia 20 an tahun dari desa sebelah.
Desa orang mudaini dilanda runtuhan salju yang amat hebat dan membunuh sejumlah besar orang. Suatu malam, pria muda ini berada di rumah orang tuanya ketika dia mendengar runtuhan salju di samping rumahnya. Dia mendengar jeritan-jeritan yang keras, jeritan yang menyayat hati.
Tolonglah kami ini, Kami terjebak di bawah timbunan salju!
Dengan segera dia melompat dari tempat tidurnya dan berlari menuruni anok tangga untuk menolong orang-orang itu.
Tetapi ibunya yang juga mendengar jeritan minto tolong itu mencegah dia, dan ibunya menghalangi di depan pintu sambil berkata: "Tidak, biarlah orang lain saja yang pergi menolong mereka, jangan kita! Terlalu berbahaya di luar sana, aku tidak ingin ada yang mati lagi!"
Tetapi pria itu, karena tersentuh dan kasihan oleh jeritan tadi, ingin untuk pergi menolong orang-orang itu.
Dia mendorong ibunya kesamping dan berkata: "lbu biarkan aku pergi menolongnya, aku tak tega membiarkan mereka mati seperti itu!
Dia bermaksud mau menolong, tapi ditengah jalan, dia sendiri tertimpa oleh runtuhan salju itu hingga mati.
Tiga hari setelah kematiannya, pria itu datang menemui aku pada malam hari, dan berkata: "Mohon lakukanlah tiga kali Misa Kudus untukku.
Jikalau engkau melakukannya Misa Kudus, aku dapat dilepaskan dari Api Penyucian".
Maria Simma lalu pergi memberitahu keluarganya dan sahabat-sahabatnya, dan mereka heran demi mengetahui bahwa hanya dengan tiga kali Misa Kudus dia bisa dibawa keluar dad Api Penyucian.
Sahabat-sahabtanya berkata kepadaku: Oh aku tidak: akan mau menjadi seperti dia pada saat kematian iiu, jika saja kamu mengetahui segala perbuaian buruknya".
Tetapi orang muda ini menjelaskan kepadaku: engkau tahu, aku telah melakukan sebuah tindakan kasih yang tulus dengan merelakan nyawaku bagi orang-orang itu. Terima Kasih karena Allah telah menyambutku begitu cepatnya ke dalam Surga.
Ya, ketulusan hati mengatasi banyak dosa .....
Dengan kasih ini, menunjukkan kepada kita bahwa ketulusan hati, atau tindakan kasih yang diberikan secara cuma-cuma, telah cukup untuk memurnikan orang muda ini dari sebuah kehidupan yang jelek. Dan Allah telah memberikan sebuah kesempatan untuk berbuat kasih yang istimewa ini. Maria Simma menambahkan bahwa pria muda ini mungkin tak akan memiliki kesempatan lain untuk mempersembahkan tindakan kasih sebesar ini, dan mungkin dia akan menjadi jelek.
Allah di dalam kerahimanNya, membawa dia kepada saat tertentu dimana dia hadir dihadapan Allah dalam keadaannya yang paling indah, paling murni, karena karya kasih ini. Adalah sangat penting agar kapan dan dimana saja disaat tertentu kita dapat menolong orang yang sedang mendapat musibah, atau disaat kematian kita, untuk mengabaikan diri sendiri demi kehendak Allah.
Maria Simma juga menceritakan kepadaku tentang seorang ibu dengan empat orang anak yang telah meninggal.
Bukannya dia menghujat atau menyalahkan, tapi wanita ini berdoa pada Allah: aku menerima kematian, sepanjang hal itu sudah menjadi kehendakMu, dan aku serahkan hidupku di tanganMu. Aku rnempercayakan anak-anakku kepadaMu dan aku tahu bahwa Engkau akan memelihara mereka.
Maria Simma berkata bahwa karena kepercayaannya (imannya) yang besar kepada Allah, ibu ini langsung menuju ke Surga, dan terhindar dari Api Penyucian. Maka sesungguhnya bahwa: kasih, ketulusan dan penyangkalan diri demi Allah, adalah merupakan tiga kunci untuk langsung menuju ke Surga.
Maria Simma, bisakah anda ceritakan kepada kami, cara yang paling efektif Untuk menolong melepaskan jiwa-jiwa dari Api Perryucian?
Cara yang paling baik adalah Misa Kudus.
Mengapa Misa Kudus? Karena disitu, Kristus sendirilah yang menyerahkan DiriNya demi kasih, bagi kita. Persembahan Kristus kepada Allah itulah yang merupakan persembahan yang paling indah.
Imam adalah wakil Allah, tetapi Allah yang mempersembahkan dan mengurbankan DiriNya bagi kita.
Efektifitas Misa Kudus selama hidupnya.
Jika mereka mengikuti Misa Kudus dan berdoa dengan segenap hatinya, dan mereka mengikuti Misa Kudus pada hari-hari menurut waktu yang dimilikinya, maka mereka bisa menarik keuntungan besar dari Misa Kudus yang diselenggarakan bagi mereka nanti.
Disini juga berlaku bahwa seseorang akan memanen apa yang telah ditaburnya sendiri. Suatu jiwa di Api Penyucian bisa melihat jelas pada hari penguburannya jika kita benar-benar berdoa baginya atau jika kita menunjukkan bahwa diri kita hadir disitu.
Jiwa-jiwa malang itu mengatakan bahwa airmata tidaklah baik bagi mereka, hanya doa saja yang baik.
Sering mereka mengeluh bahwa orang-orang pergi kepada suatu upacara penguburan tanpa mendaraskan satu doapun kepada Allah, tetapi dia justru menumpahkan banyak air mata.
Hal ini tidaklah berguna.
Tentang Misa Kudus aku akan memberikan contoh yang baik diberikan oleh Cure of Arts kepada umat.
Dia berkata pada mereka: ''Anak-anakku, ada seorang imam yang baik dan merasa tidak senang kehilangan seorang sahabat yang dfa cintai, maka dia berdaa ban yak sebagai karban bagi jiwa itu".
"Suatu hari malaikat memberitahu kepadanya bahwa sahabatnya iiu berada di Api Penyucian dan sangat menderita.
Imam yang baik itu percaya bahwa dirinya bisa berbuat lebih besar lagi daripada sekedar mempersembahkan kurban kudus di dalam Misa Kudus bagi sahabatnya yang terkasih yang telah meninggal itu.
Pada saat konsekrasi dia memegang Hosti diantara jari-jarinya sambil berkata: "Bapa Abadi yang Suci, marilah kita saling bertukar milik Engkau memegang sahabatku yang ada di Api Penyudan, dan aku memegang Tubuh PuteraMu di tanqanku.
Ya Bapa yang' baik dari maha rahim, angkatlah sahabatku itu dan aku persembahkan PuteraMu kepadaMu beserta segala jasa-jasa kematianNya dan PenderitaanNya".
Permintaan ini kemudian dijawab.
Dan sesungguhnya pada saat dia mengangkat Hosti, dia melihat jiwa sahabatnya yang bercahaya dengan mulia, naik ke Surga.
Ternyata Tuhan telah menerima permintaan itu.
"Anak-anakku", jika kita ingin mengangkat suatu jiwa yang kita kasihi di Api Penyucian, marilah kita melakukan hal sama: marilah kita persembahkan kepada Allah, melalui Kurban Kudus dari Putera TerkasihNya, dengan seluruh jasa Penderitaan dan kematianNya.
Tuhan tak akan menolak permohonan kita".
Ada cara lain yang amat kuat untuk menolong jiwa-jiwa malang itu: persembahan dari penderitaan kita, silih kita, seperti puasa, penyangkalan diri dan sebagainya, dan tentu saja penderitaan-penderitaan yang sifatnya tak dikehendaki, misalnya penyakit atau berduka cita.
Maria Simma, anda telah berkali-kali diminta untuk menderita bagi jiwa-jiwa malang itu, untuk bisa membebaskan mereka.
Bisakah anda ceritakan apa yang telah anda alami dan anda lakukan selama saat-saat itu?
Yang pertama, suatu jiwa memintaku untuk menderita dalam tubuhku selama tiga jam bagi wan ita itu.
Lalu sesudah itu aku bisa bekerja lagi seperti biasa.
Aku berkata pada diriku: "Jika hal itu hanya untuk tiga jam saja, aku mau melakukannya".
Selama tiga jam itu aku merasakan seolah hal itu berlangsung selama tiga hari, dimana hal itu sangat menyakitkan sekali.
Namun pada akhirnya, aku melihat pada jamku, aku sadar bahwa hal itu hanya berlangsung selama tiga jam saja.
Jiwa itu berkata kepadaku bahwa dengan menerima penderitaan itu dengan rasa kasih seIama tiga jam, aku telah menyelamatkan dia dua puluh tahun masa tinggalnya di Api Penyudan.
Mengapa hanya menderita selama tiga jam untuk menebus 20 tahun di Api Penyucian?
Apa penderitaanmu bisa berharga lebih besar lagi?
Hal itu karena penderitaan di dunia ini tak mempunyai nilai yang sama (dengan penderitaan di Api Penyucian).
Di dunia, jika kita menderita, kita bisa bertumbuh di dalam kasih kita, kita bisa memperoleh jasa-jasa, dimana hal ini tidak berlaku bagi penderitaan di Api Penyucian.
Di Api Penderitaan,kita memiliki segala rahmat, kita bebas untuk memilih.
Semua ini sangat menimbulkan semangat karena ia memberikan arti yang luar biasa bagi penderitaan kita, penderitaan yang kemudian dipersembahkan, baik secara sadar ataupun tidak, bahkan kurban yang terkecil sekalipun yang bisa kita lakukan, penderitaan atau sakit, dukacita, kecewa.
Jika kita menerimanya dengan tulus, maka penderitaan-penderitaan itu memiliki kuasa yang tak kelihatan untuk menolong jiwa-jiwa.
Hal terbaik yang harus kita lakukan, demikian Maria Simma mengatakan, adalah menyatukan penderitaan kita dengan penderitaan Yesus, dengan menaruhnya melalui tangan Bunda Maria.
Bunda Maria tahu baik bagaimana menggunakannya, karena sering kita sendiri tidak tahu kebutuhan-kebutuhan yang terpenting disekitar kita.
Dan semua ini oleh Bunda Maria akan dikembalikan kepada kita pada saat kematian kita.
Kini anda tahu bahwa penderitaan-penderitaan yang dipersembahkan ini akan menjadi harta kita yang paling berharga di dunia sana. Kita harus saling mengingatkan orang lain tentang hal ini dan saling mendorong orang lain ketika kita menderita.
JALAN SALIB.
Cara lain yang amat efektif, Maria Simma mengatakan, adalah stasi-stasi dari Jalan Salib, karena dengan merenungkan penderitaan-penderitaan Tuhan Yesus, maka sedikit demi sedikit kita akan menjadi benci terhadap dosa, dan merindukan penyelamatan bagi semua orang.
Dan kecenderungan ini membawa kesembuhan yang besar bagi jiwa-jiwa di Api Penyucian.
Jalan Salib juga mendorong kita kepada penyesalan: "Kita akan segera menyesal bila berbuat dosa".
Hal ini yang sangat menolong jiwa-jiwa di Api Penyucian adalah menyelaraskan doa rosario, 20 peristiwa, bagi orang yang mati.
ROSARIO.
Melalui rosario, banyak jiwa telah diangkat dari Api Penyucian setiap tahun.
Doa itu harus dilaraskan disini sehingga Bunda Allah sendiri yang datang ke Api Penyucian untuk mengangkatnya hal ini begitu indahnya, karena jiwa-jiwa di Api Penyucian menyebut Bunda Maria sebagai "Bunda Kerahiman" Jiwa-jiwa itu juga berkata kepada Maria Simma bahwa indulgensi memiliki nilai yang tak terkirakan bagi penyelamatan mereka.
Kejam sekali jika kita tidak menggunakan kekayaan ini, yang dianjurkan oleh Gereja demi kepentingan jiwa-jiwa itu.
INDULGENSI
Tentang masalah indulgensi itu terlalu panjang kalu harus diuraikan disini namun aku bisa menunjukkan kepada anda akan tulisan yang amat bagus yang dibuat oleh Paus Paulus VI pada 1968 tentang masalah itu.
Anda bisa menanyakan kepada pastor paroki anda tentang hal itu atau carilah di toko-toko buku raohani.
Kita bisa mengatakan bahwa cara-cara utama untuk menolong jiwa-jiwa di Api Penyucian adalah dengan doa secara umum, segala macam doa.
Kesaksian Hermann Cohen
Sekarang aku akan memberikan kesaksian Hermann Cohen kepada anda, seorang artis Yahudi yang masuk ke dalam agama Katolik pada 1864 dan dia sangat menghormati Ekaristi Kudus.
Dia meninggalkan kesibukan dunia ini dan memasuki ordo religius yang amat keras.
Disitu dia menyembah Sakramen Terberkati yang sangat dia hormati. Selama penyembahannya, dia memohon kepada Allah agar mempertobatkan ibunya yang sangat dia kasihi. Lalu ibunya meninggal sebelum sempat bertobat dan memluk agama Katolik.
Lalu Hermann, yang sangat sedih itu, bersujud dihadapan Sakramen Terberkati.
Dengan kesedihan dia berkata: "Tuhan, aku berhutang segala-galanya kepadaMu"
"Narnun, apakah aku ini telah menolak Engkau?
Masa mudaku, angan-anganku di dunia, kesejahteraanku, kebahagiaan sebuah keluarga, sebuah tempat beristirahat yang cukup lumayan, semuanya kukurbankan, ketika Engkau memanggilku.
Tuhan memberkati. +
Source : FB
Michael Christiano Hady
Sunday, March 23, 2014
Mengapa Katolik percaya Gereja Katolik adalah satu gereja yang benar
Mengapa Katolik percaya Gereja Katolik
adalah satu gereja yang benar
--Catholics Come Home--
Mengapa Katolik percaya Gereja Katolik adalah satu gereja yang benar, didirikan 2.000 tahun yang lalu oleh Yesus Kristus sendiri?
Umat Katolik Kembalilah
Gereja Katolik adalah satu-satunya jemaat hari ini yang dapat mengklaim untuk menjadi satu Jemaat yang dibangun oleh Yesus Kristus 2.000 tahun yang lalu. Denominasi lain bisa menelusuri asal-usul mereka kembali ke pendirinya di kemudian hari dalam sejarah.
(Berapa Usia gereja Anda?)
Dalam Matius 16:18, Yesus mengatakan kepada Petrus, "dan saya berkata kepadamu, engkau Petrus, dan di atas batu karang ini aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya." Yesus menyerahkan kewenangan untuk membimbing gereja atas naman-Nya kepada Petrus dan para Rasul, untuk dijalani berabad-abad.
Gereja adalah tubuh Kristus (Efesus 5:23). Kristus telah mendirikan Satu Gereja - satu tubuh — sehingga tidak akan ada beberapa "tubuh" dengan doktrin-doktrin yang saling bertentangan. Bagaimanapun, Tuhan tidak bisa bertentangan dengan dirinya. Kristus juga ingin gereja-Nya harus terlihat, sehingga semua dapat melihat bahwa Gereja adalah sesungguhnya satu, sama seperti Kristus dan Bapa adalah satu (Yohanes 17:22).
Inilah satu, Gereja yang terlihat, dengan kuasa Ilahi dan doktrin tetap bahwa Kristus mendirikan 2.000 tahun yang lalu adalah Gereja Katolik, tiang penopang dan dasar kebenaran (1 Timotius 3:15). Seperti Paulus dalam 1 Korintus, " apakah Kristus terbagi?" (1 Korintus 1:13). Bukan, Itulah tidak yang dimaksud Kristus . Jadi, ia mendirikan hanya satu Gereja.
Source :
Why do Catholics believe the Catholic Church is the one true Church, founded 2,000 years ago by Jesus Christ Himself?
The Catholic Church is the only church today that can claim to be the one church founded by Jesus Christ 2,000 years ago. Other denominations can trace their origins back to various human founders at a later date in history.
(How old is your Church?)
In Matthew 16:18, Jesus said to Peter, “And I tell you, you are Peter, and on this rock I will build my church, and the powers of death shall not prevail against it.” Jesus handed the authority to guide the Church in His name to Peter and the apostles, to be passed down through the centuries.
The Church is the body of Christ (Ephesians 5:23). Christ established only one Church—one body—so that there would not be multiple “bodies” with conflicting doctrines. After all, God cannot contradict Himself. Christ also wanted His Church to be visible, so all may see that the Church is indeed one, just as Christ and the Father are one (John 17:22).
This one, visible church, with divine authority and consistent doctrine that Christ established 2,000 years ago is the Catholic Church, the pillar and foundation of truth (1 Timothy 3:15). As Paul asks in 1 Corinthians, “Is Christ divided?” (1 Corinthians 1:13). No. That is not what the Christ intended. So, He established one Church.
--Catholics Come Home--
The Catholic Church is the only church today that can claim to be the one church founded by Jesus Christ 2,000 years ago. Other denominations can trace their origins back to various human founders at a later date in history.
(How old is your Church?)
In Matthew 16:18, Jesus said to Peter, “And I tell you, you are Peter, and on this rock I will build my church, and the powers of death shall not prevail against it.” Jesus handed the authority to guide the Church in His name to Peter and the apostles, to be passed down through the centuries.
The Church is the body of Christ (Ephesians 5:23). Christ established only one Church—one body—so that there would not be multiple “bodies” with conflicting doctrines. After all, God cannot contradict Himself. Christ also wanted His Church to be visible, so all may see that the Church is indeed one, just as Christ and the Father are one (John 17:22).
This one, visible church, with divine authority and consistent doctrine that Christ established 2,000 years ago is the Catholic Church, the pillar and foundation of truth (1 Timothy 3:15). As Paul asks in 1 Corinthians, “Is Christ divided?” (1 Corinthians 1:13). No. That is not what the Christ intended. So, He established one Church.
--Catholics Come Home--
Saturday, March 22, 2014
Heboh, suster gereja yang kejutkan para juri The Voice!
Suster Christina �youtube
Heboh, suster gereja yang kejutkan para juri The Voice!
Merdeka.com - Suster Christina, yang baru berusia 25 tahun tampil di audisi The Voice Italia beberapa hari lalu. Penampilannya di ajang tersebut sangat mengejutkan para juri.
Para juri pertamanya mendengarkan suara Christina secara blind audition. Mereka sangat terpukau dengan suara Christina saat menyanyikan hits dari Alicia Keys, No One. Saat membalikkan kursi, mereka justru makin terkejut, saat tahu suara indah itu berasal dari seorang suster.
Bahkan, seorang rapper ternama Italia, yang kebetulan jadi juri, J-Ax sangat tercengang. Seperti juri lainnya, pria bertato itu hampir menjatuhkan dagunya ke lantai, saking terkejutnya begitu melihat Christina. Bahkan, mata J-Ax terlihat basah.
"Bagaimana kamu akhirnya sampai tampil di The Voice?" kata Raffella Carra, salah satu juri.
"Saya memiliki anugerah dan saya sedang membagikannya kepada kalian," kata Christina menjawab pertanyaan juri.
kapanlagi.com
Source : merdeka.com
Tuesday, March 18, 2014
RD Fabie Bersama SIGALE GALE - TUKTUK - P.SAMOSIR
Haloooo Febie, gimana kabar, ke Tuktuk kog tidak panggil saya ? Kapan you ke sono.
Salam Admin.
Friday, March 14, 2014
Tahun 1978 saya sebagai imam muda sering melewati jalan ini
Tahun 1978 saya sebagai imam muda sering melewati
jalan ini dengan sepedamotor bila pergi ke atau pulang dari Parsoburan. Kiri kanan jalan masih ditumbuhi hutan lebat, yang bahkan kata orang masih dihuni harimau. Kemarin dan hari ini saya melewatinya kembali. Jalannya memang lebih baik. Tapi.....ke mana semua pohon hutan yang dulu?? Semua sudah habis dibabat..... Ooooh, harta kekayaan itu sudah berpindah entah ke mana, sebab kehidupan ekonomi di sana saya saksikan tidak lebih baik dari yang dahulu....( P.Leo Sipahutar Ofm Cap.)
Source : FB Leo Sipahutar Ofm Cap
Monday, March 10, 2014
DARI MANA ASALNYA KITAB SUCI?
Mungkin di sepanjang segala abad, tak ada buku yang lebih unik dan paling dibicarakan orang selain dari Kitab Suci. Walau sejumlah orang meragukannya, ataupun membencinya, namun Kitab Suci tetap terbukti merupakan buku yang paling banyak dibaca orang sepanjang sejarah. Walaupun di sepanjang sejarah ada banyak orang bermaksud melenyapkan Kitab Suci – seperti sejumlah kaisar Romawi di abad-abad awal yang mengeluarkan dekrit untuk membakar semua Kitab Suci- toh kenyataannya ada saja salinan Kitab Suci yang tetap ‘survive‘ dan Kitab Suci tetap eksis sampai sekarang. Voltaire, seorang seorang tokoh Enlightenment dari Perancis, yang dikenal karena sikap skeptiknya terhadap Gereja, konon pernah memperkirakan bahwa di abad ke -19, Kitab Suci akan menjadi buku antik yang hanya dipajang di museum. Namun faktanya, perkiraan Voltaire meleset jauh, sebab yang terjadi adalah sebaliknya. Setelah wafatnya, nama Voltaire dan tulisannya mungkin hanya dikenal dalam buku sejarah, tetapi Kitab Suci masih tetap hidup dan dibaca banyak orang setiap hari, dan menjadi pegangan bagi kehidupan banyak orang, sampai saat ini.
Bible: Kitab yang suci
Bible berasal dari kata Yunani, biblos atau biblon. Kita mengenal kata ‘bible‘ dalam artinya sekarang dari St. Hieronimus di abad ke-4, yang menyebutnya sebagai “the Holy Books“, atau “the Books“, ta biblia. Persamaan kata dari the Holy Bible adalah the Holy Scriptures, yang mengacu kepada kitab-kitab yang dikenal sebagai sabda Allah yang merupakan satu kesatuan dalam kesinambungan ilahi.
Unik dalam penulisannya, unik dalam pelestariannya
Sejak dari penulisannya sampai juga kepada pelestariannya, Kitab Suci mempunyai ciri khasnya tersendiri, yang tidak dimiliki oleh buku-buku lainnya.
Ke- 73 kitab dalam Kitab Suci ditulis dalam rentang waktu berabad-abad, sekitar 1600 tahun, yang ditulis oleh sekitar 50 orang yang berbeda dari negara ataupun tempat yang berbeda. Namun semuanya menuliskan rencana keselamatan Allah yang mengacu dan mengerucut kepada Kristus. Kitab-kitab Perjanjian Lama menjabarkannya secara samar-samar, entah melalui nubuat maupun gambaran tokoh-tokohnya, namun kitab-kitab Perjanjian Baru menyampaikan penggenapannya secara jelas dan sempurna, di dalam Kristus Sang Putera Allah yang menjelma menjadi manusia. Koherensi atau keselarasan semua bagian dari kitab-kitab ini yang ditulis oleh banyak penulis yang berbeda sepanjang rentang abad yang cukup panjang- sekitar 17 abad ini- membuktikan bahwa kitab ini bukan semata karya tulis manusia, namun Allah sendiri-lah yang menginspirasikan penulisannya.
Buku yang berasal dari perkataan Sabda
Kita hidup di zaman tulisan, entah lewat media buku atau sekarang, melalui internet. Maka sulit bagi kita untuk membayangkan bahwa Kitab Suci itu asalnya adalah dari perkataan lisan. Berikut ini adalah penjelasan yang disarikan dari buku What is the Bible, karangan Henri Daniel- Rops[1]:
Kitab Suci kita yang nampaknya relatif seragam sekarang, sebenarnya berasal dari komponen-komponen yang beragam. Ada saatnya di mana sebelum kalimat-kalimat tersebut dicetak dalam buku, perkataan tersebut pertama-tama didaraskan kepada para pendengar oleh para pembawa Kabar Gembira. Maka jauh sebelum dicetak, Kitab Suci pada awalnya merupakan ajaran lisan. Bentuknya adalah kisah narasi, yang disampaikan dengan pola tertentu, yaitu dengan ritme tertentu dan puisi bersajak, rangkaian kata-kata bijak yang ringkas, ataupun dengan pengulangan kata-kata tertentu yang sama. Hal ini memungkinkan teks tersebut dapat diturunkan dari generasi ke generasi, ketika bahasa tulisan belum menjadi alat komunikasi yang umum. Ini sejalan dengan keadaan budaya, spiritualitas dan sastra dalam masyarakat di mana Kitab Suci berasal. Kitab Suci bertumbuh dalam pola masyarakat yang komunal dan tidak individual, sebagai sesuatu yang spontan dan hidup; jauh berbeda dengan budaya kertas di zaman modern, di mana bahasa tulisan menjadi sesuatu yang otomatis dan umum. Agaknya sulit bagi kita untuk membayangkan bahwa ada suatu zaman dalam sejarah, di mana masyarakat dapat hidup tanpa ketentuan baku yang tertulis.
Dalam kehidupan masyarakat Israel kuno, sampai zaman Kristus, keadaannya sangat berbeda dengan zaman kita. Masyarakat saat itu terbiasa untuk berbicara dengan fasih berdasarkan kemampuan mengingat akan suatu fakta/ kebenaran. Maka sistem pendidikan saat itu bertujuan mendidik para murid, agar mempunyai ingatan seperti seumpama sumur, yang tidak membiarkan setetes-pun dari ajaran gurunya menghilang ke luar. Maka ini dilihat dari seni menghafal dan menyusun suatu komposisi teks. Ada ritme ataupun pengulangan kata-kata tertentu, atau kemiripan bunyi, untuk membantu agar teks menjadi lebih mudah untuk diingat. Kita mengetahui bahwa ajaran sudah ada jauh sebelum dituliskan, seperti halnya nubuat-nubuat nabi Yeremia yang sudah diajarkan secara lisan tujuh puluh dua tahun lamanya sebelum ajaran itu dituliskan dalam kitab. Demikian juga halnya dengan kitab-kitab nubuat lainnya, kitab Mazmur dan kitab Kidung Agung.
Namun demikian, bukan berarti bahwa di zaman itu, elemen tertulis tidak ada sama sekali. Kitab Suci sendiri secara tidak langsung menyebutkan adanya suatu kitab tertentu. Di kitab Yosua, disebutkan adanya “Kitab Orang Jujur” (Yos 10:13). Dewasa ini setelah penemuan-penemuan arkeologis dari Sinai ke Ras Shamra, diketahui adanya tulisan-tulisan Kitab Suci sejak abad ke-sepuluh dan keduabelas sebelum masehi. Sejak zaman Nabi Musa di Mesir, tulisan telah menjadi penggunaan umum di daerah sungai Nil selama lima belas abad. Namun demikian, elemen-elemen tulisan ini hanya menjadi alat bantu untuk mengingat, sebelum elemen-elemen tersebut dikompilasikan menjadi kitab-kitab seperti yang kita kenal sekarang.
Proses yang sama terjadi pada kitab Perjanjian Baru, yaitu Injil, Kisah Para Rasul, Surat-surat Rasul dan Kitab Wahyu. Surat-surat Rasul Paulus didiktekan, dan di sini gaya lisan timbul. Juga, kitab-kitab Injil jelaslah merupakan ajaran lisan, sebelum dituliskan. Generasi pertama Gereja hidup dari ketergantungan terhadap ajaran lisan ini. Selama empat atau lima generasi Kristen mendengarkan Injil sebagai kisah yang diturunkan melalui perkataan lisan, oleh para saksi yang kredibel. Sekitar tahun 130, ketika keempat pengarang Injil telah menuliskan kitab-kitab mereka, St. Papias, Uskup Hierapolis di Phyrgia menegaskan bahwa bagaimanapun juga, ia lebih menghargai suara/ ajaran lisan dari para Rasul yang telah hidup dan berakar dalam Gereja.[2] Demikian pula, St. Irenaeus di Lyons, mengenang hari-hari ketika ia biasa mendengarkan St. Polycarpus, Uskup agung Smyrna, apapun yang didengarnya sendiri dari St. Yohanes Rasul. Namun demikian, demi kepentingan membimbing mereka yang meneruskan kitab Injil, dan keinginan untuk menghindari deviasi, kesalahan, distorsi, maka akhirnya Injil dituliskan.
Transisi menjadi ajaran yang tertulis
Transisi dari ajaran lisan menjadi tulisan juga menyisakan pertanyaan-pertanyaan. Yang pertama adalah soal waktu, yaitu pada titik mana teks tersebut ditulis? Pada teks Perjanjian Lama, terdapat kemungkinan tiga kali periode penulisan yang intensif: 1) Pada zaman Hezekiah/ Ezechias (Hizkia) anak Raja Ahaz, kemungkinan ajaran lisan maupun tulisan di Kerajaan Selatan (Yehuda) disusun, untuk dibandingkan dengan ajaran- ajaran yang dikumpulkan oleh Kerajaan Utara (Israel), yang dibawa oleh para ahli Samaritan, yang melarikan diri ke Yerusalem di sekitar tahun 722 SM (lih. Ams 25:2). 2) Di zaman Yosia, ditemukan kitab Ulangan dan versi lengkap yang pertama dari kelima kitab Musa atau Pentateuch. Karya ini diselesaikan setelah orang-orang Israel kembali dari zaman pengasingan, ketika Raja Cyrus (Koresh) di tahun 538 memperbolehkan kaum sisa Israel yang dibuang di Babilon untuk kembali ke negara mereka dan mendirikan semacam negara kecil di bawah perlindungan negara Persia. 3) Seperti Nehemia di sekitar tahun 455 membangun kembali tembok Yerusalem, Esdras (Ezra) membangun tembok benteng rohani, yaitu Bible/ Kitab Suci. Dikatakan bahwa ia mendiktekan kitab-kitab suci dan membuat bangsa tersebut mengikuti ketentuan-ketentuannya. Di abad kelima sebelum Masehi ini, versi-versi kuno yang berupa fragmen dikumpulkan, ajaran lisan dituliskan dan semua elemen yang bervariasi ini disusun menjadi koheren. Terhadap susunan Kitab Suci inilah, kemudian ditambahkan sejumlah kecil teks-teks rohani yang berasal dari abad-abad sesudahnya.
Fakta tentang Kitab Perjanjian Baru, kemungkinan lebih dikenal. Sebagaimana jelas tertulis di dalamnya, Kisah para Rasul, Surat-surat dan Kitab Wahyu merupakan teks yang dituliskan atau didiktekan. Sedangkan untuk keempat Injil, transisi dari perkataan mulut menjadi kitab terjadi dalam waktu yang berbeda, untuk alasan yang berbeda dan dalam keadaan yang berbeda. Kesaksian Papias mengatakan demikian: “Matius adalah yang pertama menuliskan perkataan Tuhan dalam bahasa Ibrani.” Maka diperkirakan Rasul Matius yang dulunya adalah pemungut cukai, adalah yang pertama menuliskan Injilnya, di sekitar tahun 50-an dengan bahasa Aram. Segera setelah itu, St. Petrus, yang saat itu di Roma, diikuti oleh Markus, seorang muda Yahudi yang mengenal bahasa Yunani. Dengan mendengarkan Rasul Petrus, Markus menulis apa yang didengarnya, dan membandingkan catatannya dengan bantuan ingatan banyak orang/ saksi pada saat itu, dan di tahun 55-62 menuliskan Injilnya. Injil Markus ini ditulis dalam bahasa Yunani popular dan ditujukan untuk umat Kristen golongan bawah di Roma. Pada saat yang bersamaan, Lukas, seorang tabib/ dokter yang terpelajar yang menjadi teman seperjalanan Rasul Paulus tiba di Roma. Ia telah belajar banyak dari Rasul Paulus dan sepanjang waktu ia tinggal di Yerusalem telah mengumpulkan informasi langsung dari para saksi, termasuk kemungkinan dari Bunda Maria sendiri. Lukas lalu menuliskan Injilnya dalam bahasa Yunani yang sempurna dan ditujukan pertama-tama kepada orang-orang yang terpelajar yang ada disekitar Rasul Paulus. Kitab Injil-injil Yunani ini kemudian mulai dikenal orang, dan Rasul Matius juga kemudian menerjemahkan Injilnya dari bahasa Aram ke bahasa Yunani, kemungkinan sekitar tahun 64-68. Sedangkan Injil yang keempat, dari Rasul Yohanes, ditulis di Efesus setelah ketiga Injil yang lain ditulis. Injil Yohanes merupakan campuran antara kenangan, dokumentasi dan permenungan spiritual dan biasanya diperkirakan ditulis pada akhir abad pertama, kemungkinan sekitar 96-98. Urutan penulisan Injil sedemikian: Matius, Markus, Lukas dan Yohanes, dicatat dalam kesaksian St. Irenaeus, murid St. Polycarpus yang adalah murid Rasul Yohanes.[3]
Dalam bahasa apa Kitab Suci ditulis?
Secara umum terdapat tiga bahasa asli Kitab Suci:
1. Bahasa Ibrani, digunakan dalam kitab-kitab yang berasal dari tradisi Yahudi. Penemuan Dead Sea Scroll semakin memperkuat hal itu. Komunitas Essenes masih menggunakan bahasa Ibrani dalam naskah kitab-kitab mereka.
2. Bahasa Aram, yang berkaitan dengan bahasa Semitik, yaitu dialek bahasa Ibrani sehari-hari. Kitab yang ditulis dalam bahasa Aram adalah Injil Matius yang mula-mula, beberapa kitab Esdras (Ezra), Daniel dan Yeremia.
3. Bahasa Yunani, yang telah digunakan di zaman sesaat sebelum zaman Kristus -seperti yang digunakan dalam Kitab kedua Makabe dan Kebijaksanaan Salomo- dan juga di zaman Kristus dan setelahnya, sehingga kemudian kitab-kitab Kristiani di abad-abad awal ditulis dalam bahasa Yunani.
Cara penulisan Kitab Suci juga berbeda-beda dari abad yang berbeda. Tulisan Ibrani kuno tidak sama dengan tulisan Ibrani di zaman sekarang. Dalam tulisan Ibrani kuno tidak ada tanda-tanda dan titik yang menunjukkan adanya huruf hidup. Sedangkan tulisan Yunani dalam teks-teks Kitab Suci lebih mirip dengan tulisan Yunani yang dikenal sekarang, hanya saja pada teks asli tersebut, para penyalin tidak menyisakan spasi ataupun pemenggalan, sehingga sering menimbulkan kesulitan tersendiri untuk membacanya, ataupun untuk menurunkannya ke abad-abad berikutnya.
Pada bahan apa Kitab Suci yang asli ditulis?
Terdapat dua bahan material yang digunakan untuk menuliskan teks Kitab Suci: Yang pertama adalah papyrus, yaitu semacam batang rumput ilalang Mesir, yang diratakan dan gabungkan dengan coating, menjadi asal usul pembuatan kertas. Material ini lebih murah, namun lebih tidak tahan lama. Yang kedua adalah bahan dari kulit binatang, yang sering dikenal dengan sebutan parchment/vellum. Bahan ini lebih tahan lama. Awalnya baik papyrusmaupun vellum digabungkan menjadi gulungan (disebut scroll), namun kemudian berkembang penulisan pada lembaran vellum yang disatukan menjadi bentuk buku, dan ini disebut codex. Penyusunan menjadi codex ini sudah dimulai di abad kedua sebelum Masehi, namun kemudian menjadi populer di zaman umat Kristen.
Manuskrip Kitab Suci
Mengingat sifat bahan manuskrip yang relatif tidak tahan lama, tidaklah mengherankan jika manuskrip asli kitab-kitab Suci telah punah. Hal ini juga terjadi pada manuskrip kitab-kitab non-religius di zaman itu, seperti Homer dan Pindar. Yang kita ketahui tentang kitab-kitab itu hanyalah salinannya. Namun demikian ada kekhususan dari manuskrip Kitab Suci, jika dibandingkan dengan karya-karya tulis lain sezamannya. Jika kita membicarakan teks-teks kuno, kita mau tidak mau harus memahami fakta yang terjadi sebelum ditemukannya mesin pencetak. Teks-teks tersebut akan diturunkan ke generasi berikutnya dengan salinan-salinan. Karena disalin secara manual maka memang terdapat bahaya adanya masalah akurasi dalam proses penyalinan. Hal ini berlaku pada penyalinan karya-karya sastra zaman kuno secara umum. Mungkin tak banyak orang yang mengetahui bahwa dalam penulisan karya-karya sastra klasik yang besar, terdapat interval/ selang waktu yang cukup besar antara saat karya tersebut disusun oleh pengarangnya dan saat ditemukannya salinan manuskrip yang pertama. Umumnya selang waktu itu mencapai seribu-an tahun. Hal ini juga membuktikan suatu fakta bahwa karya-karya sastra tersebut merupakan suatu warisan lisan yang telah hidup dan berakar dalam masyarakat tertentu selama berabad-abad, sebelum kemudian menjadi suatu karya tulis yang diturunkan. Demikianlah yang terjadi pada karya-karya yang ditulis oleh pengarang Yunani, seperti Sophocles (abad ke-5 SM), dan juga Aeshylus, Aristophanes,Thucydides, dan Plato, di mana manuskrip pertama yang diketahui berjarak 1100-1400 tahun dari saat penyusunan karya tersebut oleh pengarang-nya.
Demikian juga untuk kitab-kitab suci Ibrani. Teks tertua yang ditemukan, nampaknya adalah teks yang ditemukan di sinagoga di Karasubazar di Crimea, yang kurang lebih berasal dari tahun 1000-an. Di awal abad pertengahan para rabbi yang dikenal dengan sebutan Masorete memberikan perhatian terhadap tugas memperbaiki teks dan pelafalannya, dengan memberikan tambahan huruf hidup kepada teks Ibrani kuno. Teks ini kemudian dikenal dengan sebutan Massora. Konsekuensinya, memang terdapat perbedaan di sana sini antara teks Masoretik ini dengan sejumlah salinan teks lainnya, juga dari teks yang umurnya lebih tua, seperti manuskrip Septuaginta. Kitab Septuaginta adalah terjemahan Yunani (di abad ke-3-2 SM) dari kitab-kitab Perjanjian Lama Ibrani yang digunakan di Mesir dan Israel, yang kemudian kerap dikutip dalam Kitab-kitab Perjanjian Baru. Namun demikian, secara umum, penemuan the Dead Sea Scroll di sekitar 1947, menunjukkan bahwa tingkat akurasi penyalinan kitab-kitab Perjanjian Lama tersebut sangatlah baik. The Dead Sea Scroll adalah naskah-naskah kuno -yang mengandung teks-teks Kitab Suci Perjanjian Lama- yang diperkirakan disembunyikan di gua-gua Qumran sekitar tahun 66-70, sebelum Jewish War. Teks-teks itu diperkirakan sudah eksis di abad-abad sebelumnya, yaitu diperkirakan sejak abad ke-2 atau bahkan ke- 4 sebelum Masehi. Salinan lengkap kitab Yesaya dan sebagian kitab Kejadian, Ulangan dan Keluaran- menunjukkan salinan yang sangatlah mirip atau hampir identik dengan teks yang kita kenal sekarang.
Bagaimana sekarang dengan teks dalam kitab Perjanjian Baru? Fakta menunjukkan Kitab Suci Perjanjian Baru menunjukkan bukti keotentikan yang jauh melebihi karya-karya tulis sezamannya. Sebagaimana telah disinggung di atas, keotentikan suatu tulisan bersejarah, pertama-tama dilihat dari jangka waktu antara ketika karya itu dituliskan sampai ketika manuskrip pertama ditemukan. Semakin pendek jangka waktunya, maka semakin sedikit kemungkinan kesalahan dan korupsi dari kisah kejadian yang sesungguhnya oleh kesalahan penulisan. Yang kedua, kita dapat melihat tingkat otentisitas manuskrip dari berapa banyak manuskrip original yang ada. Semakin banyak manuskrip yang ada tentang kisah kejadian yang sama, terutama jika dilakukan pada waktu yang sama, tetapi pada lokasi yang berbeda, maka akan menambah nilai integritas dan keotentikan dokumen.
Sekarang mari kita lihat melihat fakta karya tulis yang penting dalam literatur sejarah, jika dibandingkan dengan teks Injil dan kitab-kitab Perjanjian Baru:
Karya tulis | Kapan ditulis | Copy pertama | Jangka waktu | Jumlah copy |
Herodotus | 488-428 BC | 900 AD | 1,300 | 8 |
Thucydides | 100 AD | 1100 | 1,000 | 20 |
Caesar’s Gallic War | 58-50 BC | 900 AD | 950 | 9-10 |
Roman History | 59 BC-17 AD | 900 AD | 900 | 20 |
Homer (Iliad) | 900 BC | 400 BC | 500 | 643 |
Injil dan PB | 38-100 AD | 130 AD | 30-50 | 5000 ++ Yunani, 10,000 Latin, 9,300 bhs lain |
Maka kita melihat bahwa dokumen tentang sejarah Romawi ditemukan sekitar 900 tahun atau hampir 1 millenium setelah kejadian terjadi, dan hanya ada 20 copy yang masih eksis. Sedangkan, penemuan arkeologis membuktikan bahwa manuskrip Injil ditemukan sekitar 30 tahun setelah kejadian, dan bahwa terdapat lebih dari 5500 manuskrip asli[4] dalam bahasa Yunani (dan sekitar 20,000 non-Yunani) yang eksis. Kitab Injil dan Perjanjian Baru yang asli seluruhnya dituliskan dalam bahasa Yunani, karena bahasa Yunani pada saat itu merupakan bahasa yang umum dipakai, bahkan oleh kaum Yahudi. Banyaknya manuskrip Yunani yang asli tersebut dapat membantu mengidentifikasi adanya kelainan teks dan dengan demikian dapat diketahui teks aslinya. Banyaknya teks asli Perjanjian Baru juga tidak mendukung perkiraan bahwa teks tersebut dipalsukan. Sebab seseorang yang mau memalsukan harus juga mengubah beribu manuskrip yang sudah ada dan beredar di tempat-tempat yang berbeda.
Dengan melihat tabel di atas, secara obyektif kita melihat bahwa karya tulis sejarah Romawi bahkan terlihat sangat ‘minim’ jika dibandingkan dengan Injil, dari segi ke-otentikannya, akurasi dan integritasnya. Padahal orang zaman sekarang tidak mempunyai kesulitan untuk menerima sejarah Romawi tersebut sebagai kebenaran. Suatu permenungan adalah bagaimana Injil yang secara obyektif lebih ‘meyakinkan’ keasliannya dibandingkan sejarah Romawi malah mengundang perdebatan. Keaslian Injil juga kita ketahui dari tulisan Bapa Gereja, seperti St. Klemens (95) sudah mengutip ayat-ayat Injil, berarti pada saat itu Injil sudah dituliskan, demikian pula Kisah para rasul, Roma, 1 Korintus, Efesus, Titus, Ibrani dan 1 Petrus. Juga di awal abad ke-2, St. Ignatius (115) telah mengutip ayat Injil Matius, Yohanes, Roma, 1dan 2 Korintus, Galatia, Efesus, Filipi, 1 & 2 Timotius dan Titus.
Dari banyaknya manuskrip asli tersebut, memang banyak orang menyangka bahwa akan terdapat banyak perbedaan-perbedaan teks. Namun ternyata, fakta menunjukkan tidak demikian. Tingkat kesesuaian manuskrip Perjanjian Baru adalah 99.5 % (dibandingkan dengan Homer/ Iliad 95%). Kebanyakan perbedaan adalah dari segi ejaan dan urutan kata. Tidak ada perbedaan yang menyangkut doktrin yang penting yang dapat mengubah doktrin Kristiani.
Memang untuk teks Perjanjian Baru, kita mengenal salinan-salinan dari zaman yang berbeda, sehingga teks dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu dengan istilah minuscule, uncials dan papyri. Minuscules adalah salinan yang diperoleh setelah abad ke-9; pada saat ini, ialah ada semacam standar penulisan teks, dan ini disebut ‘received text‘. Uncials adalah manuskrip yang ditemukan antara abad ke-4 sampai abad ke-9. Teks abad ke-4 yang terkenal adalah Codex Vaticanus (yang tersimpan di Vatikan), Codex Sinaiticus (yang ditemukan di biara Sinai, dan dibawa ke Rusia dan dijual ke British Museum). Codex Bezae di Cambrigde adalah dari abad ke-5. Codex itu sampai ke tangan seorang murid Calvin yang bernama Theodore Beza, dan diberikan kepada Universitas di Cambrigde tahun 1581. (Selanjutnya tentang banyaknya ragam codex, silakan membaca di link ini, silakan klik). Sedangkan untuk papyri, yang terkenal adalah Egerton papyrus, The Chester Beatty papyri dan papyri yang kemudian disimpan di universitas Michigan. Fragmen papyri yang terbesar, mencakup hampir keseluruhan surat-surat Rasul Paulus. Namun papyrus yang paling berharga adalah Ryland papyrus yang disimpan di Manchester, yaitu papyrus yang mengandung tulisan Injil Yohanes bab 18, yang berasal dari tahun 130, yang hampir bersamaan dengan teks aslinya yang berasal dari tahun 96-98.
Kesimpulan: Kaitan tak terpisahkan antara Tradisi Suci, Kitab Suci dan Magisterium Gereja
Pemahaman akan asal usul terbentuknya Kitab Suci harusnya semakin membantu kita untuk mengakui bahwa sesungguhnya Kitab Suci (yaitu ajaran Kristus dan para Rasul yang dituliskan), tidak terpisahkan dari Tradisi Suci (ajaran lisan dari Kristus dan para Rasul). Sebab Kitab Suci berasal dari ajaran lisan dari Kristus dan para Rasul, yang kemudian dituliskan, atas dasar kemampuan memori dari para penulisnya, dan juga pertama-tama atas dorongan Roh Kudus. Dengan kata lain, Kitab Suci mengambil sumbernya dari Tradisi Suci yang telah hidup dan berakar dalam jemaat perdana. Maka, tidak menjadi masalah, jika faktanya teks Kitab Suci yang asli/ original kemungkinan sudah punah di abad kedua, sebab ajaran yang terkandung di dalam Kitab Suci sudah ada, tetap hidup dan dilestarikan dalam kehidupan Gereja. Hal ini terlihat dari banyaknya teks Kitab Suci yang dikutip dalam tulisan para Bapa Gereja yang hidup di abad-abad awal tersebut. Inilah yang menyebabkan Kitab Suci dapat terus diturunkan dan dituliskan dengan tingkat akurasi yang tinggi, walaupun salinannya baru dapat ditemukan di abad berikutnya (sejumlah salinan teks ditemukan di tahun 130, atau mayoritas teks ditemukan dalam codices yang umumnya berasal dari abad ke-4).
Selanjutnya terbentuknya Kitab Suci juga tidak dapat dipisahkan dari proses penentuan kanonnya. Sebab tidak semua dari karya tulis di abad-abad pertama dapat dikatakan sebagai karya yang diinspirasikan oleh Roh Kudus. Magisterium Gerejalah – pertama kali oleh Paus Damasus I- yang pada tahun 382 menentukan kitab-kitab mana yang diinspirasikan oleh Roh Kudus, sehingga termasuk dalam kanon Kitab Suci. Maka Kitab Suci yang kita ketahui sekarang, berasal dari Magisterium Gereja Katolik.
Tentang sejarah kanon Kitab Suci, sudah pernah dibahas di artikel ini, silakan klik
.Sumber:
CATATAN KAKI:
.Sumber:
1. Dom Orchard, gen.ed., A Catholic Commentary on Holy Scripture, (New York: Thomas Nelson and Sons, 1953)
2. Scott Hahn, gen. ed., Catholic Bible Dictionary, (New York: Double Day, 2009)
3. James D Newsome, The Hebrew Prophets, (Altanta: John Knox Press, 1984), alt. by David Twellman
4. George T. Montague SM, The Living Thought of St. Paul, (Encino, California: Benzinger Bruce & Glencoe, Inc., 1976)
CATATAN KAKI:
- Cf. Henri Daniel- Rops, What is the Bible, The Twentieth Century Encyclopedia of Catholicism, volume 60, (New York: Hawthorn Books, 1959) p. 14-25 [↩]
- Cf. St. Papias, Fragment of Papias, Ch. I. From the Exposition of the Oracles of the Lord, in Ante-Nicene Fathers: St. Papias berkata, “Maka, jika siapapun yang telah mendengarkan pengajaran para tua-tua datang, aku bertanya dengan serinci-rincinya tentang apakah yang mereka ajarkan, – apa yang dikatakan oleh St. Andreas, atau St. Petrus, atau apakah yang dikatakan oleh Filipus, atau Tomas, atau Yakobus, atau oleh Yohanes, atau Matius, atau oleh para murid Tuhan lainnya…. Sebab aku membayangkan bahwa apa yang harus diperoleh dari kitab-kitab tidaklah sedemikian bergunanya bagiku, seperti apa yang datang dari suara/ ajaran lisan yang telah hidup dan menetap. [↩]
- lih. St. Irenaeus, Against the Heresies, Book III, ch 1,1 [↩]
- Robert Stewart. ed, The Reliability of the New Testament: Bart Ehrman and Daniel Wallace in Dialogue, (Minneapolis: Fortress Press, 2011), p.17. [↩]
Source : katolisitas.org