Latest News

Thursday, June 18, 2015

Perjalanan menuju imamat



Perjalanan menuju imamat

Perjalanan menuju imamat sungguh merupakan tantangan berat karena meniru Kristus sepenuh-penuhnya. Aku tahu semua itu tidak mungkin terjadi bila hanya mengandalkan kekuatanku sendiri. Semua hal tersebut berada di luar kekuatan kodratku (super: di atas, natural: kodrat; Latin). 

Untuk mampu meniru seseorang yang supernatural, dibutuhkan pula kekuatan supernatural. Kekuatan supernatural itu Ia sediakan melalui Tubuh dan Darah-Nya, yang Ia berikan secara melimpah. Dalam Ekaristi, Tubuh, Darah, Jiwa, dan KeAllahan Kristus hadir secara nyata, mencurahkan rahmat adikodrati yang diperlukan setiap manusia, terutama aku, untuk mengikuti jejak-Nya. 

Gulali ini, betapapun manisnya, tidak ada bandingnya dengan Ekaristi yang Kristus hadiahkan pada dunia. Semoga dengan menyatu bersama Kristus yang supernatural melalui Ekaristi, aku yang natural ini bisa diangkat hingga menyerupai Dia, Sang Imam Agung Pengantara.

“Sebagaimana dua lilin disatukan menjadi satu, begitu pula ia yang menerima Komuni Kudus menjadi begitu bersatu dengan Kristus, di mana Kristus ada di dalamnya dan ia dalam Kristus.” – St. Sirilus dari Alexandria.


Source : Tetra Roos Kumalasari

APAKAH " IBU " SOSOK YANG SELALU BERBOHONG...???



APAKAH " IBU " SOSOK YANG SELALU BERBOHONG...???

Seorang ibu dalam hidupnya membuat kebohongan :
1. Saat makan, jika makanan kurang, Ia akan memberikan makanan itu kepada anaknya dan berkata, “Cepatlah makan nak, ibu tidak lapar.”

2. Waktu makan, Ia selalu menyisihkan lauk ikan dan daging untuk anaknya dan berkata, “ibu tidak suka daging, makanlah, nak..”

3. Tengah malam saat dia sedang menjaga anaknya yang sakit, Ia berkata, “Istirahatlah nak, ibu masih belum ngantuk..”

4. Saat anak sudah tamat sekolah, bekerja, mengirimkan uang untuk ibu. Ia berkata, “Simpanlah untuk keperluanmu nak, ibu masih punya uang.”


5. Saat anak sudah sukses, menjemput ibunya untuk tinggal di rumah besar, Ia lantas berkata, “Rumah tua kita sangat nyaman, ibu tidak terbiasa tinggal di sana.”


Saat menjelang tua, ibu sakit keras, anaknya akan menangis, tetapi ibu masih bisa tersenyum sambil berkata, “Jangan menangis sayang, ibu tidak apa apa.”
Ini adalah kebohongan terakhir yang dibuat ibu. Tidak peduli seberapa kaya kita, seberapa dewasanya kita, ibu selalu menganggap kita anak kecilnya, mengkhawatirkan diri kita tapi tidak pernah membiarkan kita mengkhawatirkan dirinya.


Renungan : "Semoga semua anak di dunia ini bisa menghargai setiap kebohongan seorang Ibu, karena beliaulah `malaikat` nyata yang dikirim TUHAN untuk menjaga kita...
Bersyukurlah bagi kita yang masih bisa mencium tangan ibu, didalam kita menjalankan ibadah Puasa


Ramadhan ini, karena ridhonyalah ridho Allah..SWT....Wassalam

Source : Afriyanto Arifin

Tuesday, June 16, 2015

Rancangan Mesjid Istiqlal Oleh Seorang Kristen

RANCANGAN MASJID ISTIQLAL

Rancangan Mesjid Istiqlal Oleh Seorang Kristen


Isu SARA nampaknya masih menjadi ‘bola panas’ bagi Indonesia sampai hari ini. Berbagai tindakan amoral mengatasnamakan agama hampir setiap hari memenuhi layar televisi dan halaman surat kabar. Indonesia, dengan keberagaman di dalamnya, pun dalam hal ini agama, seharusnya menjadi role model toleransi dalam beragama di dunia. Bagaimana tidak? Adalah Friederich Silaban. Seorang pria penganut Kristen Protestan yang taat kelahiran Bonandolok, Sumatera Utara, 16 Desember 1912. Dia merupakan arsitek pengukir sejarah toleransi beragama di negeri ini. Bung Karno menjulukinya sebagai “by the grace of God” karena kemenangannya mengikuti sayembara desain Mesjid Istiqlal. Mesjid yang di awal abad 21 dinobatkan sebagai mesjid terbesar di Asia Tenggara, dalam proses pembangunannya telah menyimpan satu sejarah toleransi beragama yang sangat tinggi.
Disebutkan demikian, karena sang arsitek dari mesjid tersebut adalah seorang penganut Kristen Protestan yang taat. Tidak ada yang dibuat-buat sehingga menjadi demikian, namun begitulah memang gambaran toleransi beragama antara umat di negeri ini sejak dulu. Kebesaran jiwa dari umat Islam sangat jelas terlihat dalam hal ini. Mereka mau menerima pemikiran atau desain tempat ibadah mereka dari seorang yang non muslim. Demikian juga dengan Friedrich Silaban, sang arsitek, telah menunjukkan kebesaran jiwanya dengan terbukanya hati dan pikirannya untuk mengerjakan mesjid yang sangat monumental tersebut.
Adalah KH. Wahid Hasyim, pencetus ide pembangunan mesjid ini, kala itu beliau menjabat sebagai Menteri Agama RI pertama. Selanjutnya, pada 1950 ayah KH Abdurrahman Wahid (Presiden RI keempat) ini bersama-sama dengan H Agus Salim, Anwar Tjokroaminoto, Ir Sofwan dan sekitar 200-an orang tokoh Islam pimpinan KH Taufiqorrahman melembagakannya dengan membentuk Yayasan Mesjid Istiqlal.
Lembaga ini kemudian dikukuhkan di hadapan notaris Elisa Pondang pada tanggal 7 Desember 1954. Yayasan Mesjid Istiqlal dibentuk dengan harapan akan adanya mesjid yang kelak dapat menjadi identitas bagi mayoritas umat Islam di Indonesia. Gagasan tersebut juga mendapat dukungan dari Ir. Soekarno, Presiden RI ketika itu. Bahkan, presiden bersedia membantu pembangunan mesjid.
Demi mendapatkan hasil terbaik, desain mesjid sengaja diperlombakan. Untuk itu dibentuklah tim juri yang beranggotakan Prof. Ir. Rooseno, Ir. H Djuanda, Prof. Ir. Suwardi. Hamka, H. Abu Bakar Aceh dan Oemar Husein Amin yang diketuai langsung oleh Ir. Soekarno.
Setelah melalui beberapa kali pertemuan di Istana Negara dan Istana Bogor, maka pada 5 Juli 1955 tim juri memutuskan desain kreasi Silaban yang berjudul ‘Ketuhanan’ jadi pemenangnya. Dia menciptakan karya besar untuk saudaranya sebangsa yang beragama Islam, tanpa mengorbankan keyakinannya pada agama yang dianutnya.
Bukan tanpa pergolakan batin Frederich Silaban mengikuti lomba desain masjid yang akan menjadi ikon Muslim Indonesia ini, menjawab pertanyaan hati nuraninya mengenai pantas tidaknya dirinya membangun sebuah mesjid, maka sebelum Silaban mengikuti sayembara desain Mesjid Istiqlal tersebut, ia minta nasehat dari Monsigneur Geisse, seorang uskup dari Bogor. Dan terutama memohon petunjuk dari Tuhannya.
“Oh, Tuhan! Kalau di MataMu itu benar, saya sebagai pengikut Yesus turut dalam sayembara pembuatan Mesjid Besar buat Indonesia di Jakarta. Tolonglah saya! Tunjukkan semua jalan-jalannya dan ide-idenya, supaya saya sukses. Akan tetapi Tuhan! kalau di MataMu itu tidak benar, tidak suka Tuhan saya turut maka gagalkanlah semua usaha saya. Bikin saya sakit atau macam-macam hingga saya tak dapat turut dalam sayembara”, begitu doa Silaban minta petunjuk Tuhan.
Ternyata Arsitek kelahiran Bonandolok (sebelah barat Danau Toba), Sumatera Utara ini tidak mengalami hambatan apa-apa ketika hendak mengikuti sayembara. Dengan demikian ia berkesimpulan bahwa Tuhan mengijinkannya, maka iapun mengikuti. Begitulah akhirnya hingga ia dipilih sebagai pemenang pertama.
Friederich Silaban kemudian wafat dalam usia 72 tahun pada hari Senin, 14 Mei 1984 RSPAD Gatot Subroto Jakarta, karena komplikasi beberapa penyakit yang dideritanya. (EF)
 Dian Ariyani, sumber: twitter Sejarah RI
Source : http://tasbihnews.com/rancangan-mesjid-istiqlal-oleh-seorang-kristen/

Sunday, June 7, 2015

SEJARAH HARI RAYA TUBUH DAN DARAH KRISTUS


SEJARAH HARI RAYA TUBUH DAN DARAH KRISTUS

Secara tradisonal, pada awalnya sebutan yang tepat untuk Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus adalah Sollemnitas Sanctissimi Corporis Christi, yang kemudian dalam penggunaan populer digunakan frase "Corpus Christi". Pada awalnya memang tidak ada kata "Darah" walaupun dalam teks Misa dan Ibadat Harian (brevir) ada rujukan mengenai kata"Darah"
Perubahan yang terjadi adalah konsekuensi perubahan terhadap Festum Sanguinis Christi (Pesta Darah Mulia). Pesta Darah Mulia adalah salah satu Pesta "devosional" terhadap kemanusia­an Kristus. (Dalam Gereja Katolik ada tiga tingkatan hari-hari istimewa, yaitu Hari Raya/ Solemnitas, Pesta/Festum, dan Peringatan/Memoraria). Pesta ini merupakan bagian dari "Pesta-pesta Sengsara" yang diadakan di hari­hari Jumat dalam Masa Prapaska di banyak tempat. Pesta-pesta ini dirayakan seturut penanggalan gerejawi lokal, dan pada awal abad ke-20 hanya diadakan terutama di tempat-tempat di mana tradisi ini berawal.
Pada 1849, Paus Pius IX menyatakan hari Minggu pertama bulan Juli sebagai Pesta Darah Mulia dan wajib dirayakan secara universal. Namun demikian beliau tidak menghapuskan hari-hari Jumat "Pesta sengsara" yang masih dipraktikan pada berbagai penanggalan gerejawi lokal.
Ketika Paus Pius X melakukan
pembaruan penanggalan liturgi, Pesta Darah Mulia dipindahkan menjadi tanggal t Juli, dan sejalan dengan kerangka liturgis yang ditetapkan pada hari itu, maka banyak keuskupan dan ordo tidak mempraktikan lagi "Pesta-pesta Sengsara". Namun pesta-pesta ini tetap dipertahankan seperti yang tertulis pada appendix buku pedoman misa dengan judul "Pro Aliquibus Locis" (di banyak tempat).
Pada 1961, semua pesta-pesta sengsara termasuk Pesta Darah Mulia yang tercantum dalam appendix, dihapuskan, kecuali apabila ada permintaan dengan alasan yang masuk akal oleh ordo/kongregasi atau Keuskupan yang memiliki keterkaitan istimewa dengan pesta-pesta tersebut, misalnya kongregasi yang kemudian dikenal di Indonesia dengan nama Kongregasi Suster-suster Amalkasih Darah Mulia (ADM).
Kebijakan gerejawi berubah pada masa kepemimpinan Paus Yohanes XXIII. Beliau adalah seorang yang berdevosi pada Darah Mulia. Beliau menambahkan frase --Terpujilah darahNya yang maha indah" (PS No.205), mem­promuigasikan (mengumumkan secara resmi) Litani Darah Mulia \ang disertai dengan indulgensi, dan mempromosikan devosi terhadap Darah Mulia melalui ensiklik "Inde a Primis".
Pada tahun 60-an ada perubahan penanggalan liturgi Gereja
universal. Diputuskan bahwa pesta-pesta devosional harus dipindahkan atau paling tidak diturunkan tingkatannya. Pesta Darah Mulia yang dirayakan pada 1 Juli juga turut dihapuskan, walaupun tidak lama setelah keputusan ini dikeluarkan, banyak petisi dari para Uskup yang mem inta agar Pesta Darah Mulia tetap dilestarikan. Namun demikian Konsili menolak petisi-petisi tersebut dan memutuskan untuk menambahkan kata"Darah" sehingga Hari Raya yang kita rayakan secara resmi hari ini dinamakan "Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus" (Sollemnitas Sanctissimi Corporis et Sanguinis Christi) atau boleh juga disebut "Corpus Sanguinisque Christi". Walaupun demikian, di banyak tempat, secara tradisional umat Katolik sudah telanjur terbiasa dengan penyebutan "Corpus Christi" dan kita pun saat ini tetap boleh menyebut Hari Raya ini sebagai "Corpus Christi" karena toh kita mengimani bahwa Hosti yang kita terima (apabila komuni hanya diterimakan dengan satu rupa), tidak pernah hanya Tubuh Kristus saja, melainkan sekaligus adalah Tubuh, Darah, Jiwa dan Keallahan Kristus, pendek kata SELURUH KRISTUS YANG TELAH WAFAT DAN BANGKIT, DAN KINI BERTAKHTA DI SISI BAPA. Hal ini sesuai juga dengan teks Kitab Suci, Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti ATAU minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap Tubuh DAN Darah Tuhan (1 Kor 11:27). dari berbagai sumber
Selamat merayakan "Sollemnitas Sanctissimi Corporis et Sanguinis Christi"!
Salam dan berkat, RP. And. M. Siswinarko SCJ

Source : Warta Paroki St Barnabas Pamulang - Tangsel

Text Box: Warta Paroki Santo Barnabas

Tuesday, June 2, 2015

Rosario Senjata Ampuh Melawan Setan


Rosario Senjata Ampuh Melawan Setan

"Salam Maria" dibawa dari surga oleh Malaikat Agung St Gabriel, utusan Tritunggal Mahakudus

Teks berikut dari Pater Gabriel Amorth, kepala eksorsis Vatican, dikutip dari "Gema Maria, Ratu Damai" edisi Maret-April 2003.

Surat Apostolik Paus Yohanes Paulus II baru-baru ini, "Rosarium Virginis Mariae" (diterbitkan 16 Oktober 2002) mendorong segenap umat Kristiani untuk kembali ke doa yang dengan sungguh dianjurkan baik oleh para paus terakhir maupun penampakan-penampakan Maria yang terjadi belakangan ini. Paus Paulus VI menyebut rosario sebagai suatu ringkasan Injil. Guna membuatnya lebih lengkap, Paus Yohanes Paulus II menambahkan "misteri terang" yang meliputi kehidupan Yesus di depan publik. Padre Pio menyebut untaian manik-manik rosario sebagai senjata yang luar bisa ampuh melawan setan.

Suatu hari seorang rekan saya mendengar iblis mengatakan dalam suatu eksorsisme: "Tiap Salam Maria adalah bagai suatu hantaman di kepalaku. Andai umat Kristen tahu betapa ampuhnya rosario, itu akan menjadi akhir dari riwayatku." Rahasia yang menjadikan doa ini begitu efektif adalah bahwa rosario adalah sekaligus doa dan meditasi. Rosario disampaikan kepada Bapa, kepada Santa Perawan, dan kepada Tritunggal Mahakudus, dan merupakan suatu meditasi yang berpusat pada Kristus.

Sekarang, lebih dari sebelumnya, dunia membutuhkan doa dan meditasi. Dunia membutuhkan doa sebab orang telah melupakan Allah, dan tanpa Allah dunia telah menempatkan dirinya di tepi sebuah jurang. Inilah sebabnya mengapa dalam pesan-pesannya, Bunda Maria begitu mendesak kita untuk berdoa. Tanpa pertolongan Allah, setan menang. Dunia juga membutuhkan meditasi sebab jika kebenaran-kebenaran agung Kristen dilupakan, jiwa menjadi kosong. Kekosongan ini diambil alih oleh musuh, dan ia mengisinya dengan dustanya. Dan sekarang kita melihat hasilnya dengan berkembangluasnya kepercayaan akan takhayul dan hal-hal gaib.

Bahaya paling nyata terhadap masyarakat kita sekarang adalah runtuhnya keluarga. Ritme dunia sekarang ini telah memecah-belah keutuhan keluarga. Sedikit waktu dihabiskan bersama, dan bahkan ketika keluarga bersama, para anggotanya tidak saling berbicara sebab televisilah yang berbicara. Di manakah gerangan keluarga-keluarga yang mendaraskan rosario bersama pada sore hari? Paus Pius XII mendesak di jamannya: "Jika kalian berdoa rosario bersama, kalian akan mengalami damai dalam keluarga kalian; kalian akan akrab bersama." "Keluarga yang berdoa bersama, bersatu teguh," demikian kata Pater Peyton, rasul Rosario keluarga yang tak kenal lelah. "Setan menghendaki perang," demikian kata Bunda Maria suatu hari di Medjugorje. Baik, rosario adalah senjata yang dapat menjamin damai dunia, sebab rosario adalah suatu doa dan suatu bentuk meditasi yang dapat mengubah hati orang dan mengalahkan musuh.


  Dilindungi Rosario

Peristiwa Perang Dunia II yang membangkitkan ilham berikut ini, ditulis oleh Sr. Mary Sheila O'Neil dan dimuat dalam edisi Oktober-Desember 1979 Garabandal Magazine (P.O. Box 606 Lindenhurst, New York 11757 USA), juga mencetitakan kuasa rosario:

Suatu hari yang sibuk di bulan Maret. Pada tahun 1950an sebagai seorang kepala guru, aku harus memastikan bahwa setiap hari ada cukup waktu untuk dua peran yang berbeda. Pada tanggal empat Maret, suatu insiden antara seorang guru dan orangtua membuatku mangkir dari kelas nyaris selama satu jam pagi itu, sehingga sepanjang sisa hari, aku berupaya keras untuk mengejar ketinggalan waktu di kelas. Begitulah, ketukan di pintu pada pukul 2:00 siang itu tidak aku harapkan.

Dengan lega, aku dapati bahwa ternyata hanya seorang salesman yang membutuhkan tanda-tanganku dan bahkan menawarkan penanya. Sementara ia melakukannya, rosarionya menyangkut ke klip pena dan ikut keluar. Aku menandatangani seraya mengatakan acuh tak acuh, "Jadi, Anda adalah seorang Katolik." "Oh bukan," jawabnya, "tetapi banyak dari antara kami yang berhutang nyawa kepada Bunda Maria, dan aku berjanji kepadanya bahwa aku aku akan selalu membawa rosarioku dan mendaraskannya setiap hari."

Duapuluh menit kemudian, aku masih di pintu mendengarkan, dengan takjub, kisah salah satu dari pengalaman-pengalaman mengagumkan sekelompok pilot bersama Bunda Maria. Tamuku tampak ragu memulai, sebab ia memperhatikan sambutan dinginku saat membuka pintu. Tetapi, antusias mendengarkan kisahnya, aku meyakinkannya bahwa kelas sedang mengerjakan latihan, dan memintanya untuk meneruskan ceritanya. Ia pun melanjutkan:  

Waktu itu adalah bulan Mei 1940, dan kami telah bergabung dengan Angkatan Udara akhir September. Di Halifax, kepada kami diberikan suatu pelatihan intensif, sebab mereka membutuhkan kami untuk tugas luar negeri, dan bagi kami para pemuda, keseluruhan program tersebut sungguh menarik.

Kami dikelompokkan dalam skwadron- skwadron, masing-masing terdiri dari enam hingga sepuluh pesawat, dan masing-masing dilatih maneuver sebagai satu kesatuan. Karenanya ada sekitar tigapuluh hingga limapuluh orang dalam satu skwadron, bersama pemimpin skwadron yang memberikan semua perintah dan menjaga kerja kelompok dalam kesatuan.

Pada bulan Mei, kepada skwadron kami diberitahukan bahwa kami akan bertugas ke luar negeri dan akan beraksi segera. Kami akan bekerja dalam misi-misi malam hari di atas wilayah musuh hingga perang berakhir. Kami menantikan pemimpin skwadron kami yang baru, yang akan tiba dalam dua hari pada pukul 9:00 dengan pesawat militer. Sebagai seorang pejabat, kami pikir ia akan segera ke markas pejabat.

Kami melihat pesawatnya, memandangnya sekilas dari kejauhan, dan undur diri menanti hingga keesokan hari untuk "menilainya". Beberapa jam kemudian, pemimpin skwadron ini, Stan Fulton, dalam seragam lengkap, memasuki barak kami.

"Baiklah teman-teman, kita akan melewatkan jam-jam berbahaya bersama, tetapi baiklah kita berharap bahwa kita semua akan berjumpa kembali di sini ketika semua sudah usai. Ah, ada ranjang kosong dan aku lelah! Aku akan temui masing-masing kalian besok."

Seraya berkata, ia melemparkan ranselnya di sebuah ranjang atas. Pemimpin skwadron kami, seorang pejabat, tidur di sini bersama kami! Kami semua langsung suka padanya dan rasa suka kami dan hormat kami kepadanya bertumbuh setiap hari.

Malam pertama itu ia berlutut di lantai dan mendaraskan rosarionya dalam keheningan. Terperanjat, kami semua diam membisu. Ketika selesai, ia memandang kami dengan senyum bersahabat dan mengatakan, "Aku harap kalian tak berkeberatan seorang teman mendaraskan doa sebab ke mana kita pergi, kita akan membutuhkannya."

Keesokan harinya latihan maneuver, di bawah perintahnya, meyakinkan kami bahwa Fulton bukanlah sekedar pemimpin militer kami, melainkan sahabat kami. Ia salah seorang dari kami; ia tak pernah berusaha mengintimidasi kami dengan posisinya.

Malam itu, ia mengulang sesi doanya. Meski kelompok kami telah berlatih bersama setidaknya selama enam bulan, aku tidak pernah meihat seorang pun berlutut dalam doa, dan tak pernah terpikir bahwa ada orang Katolik dalam kelompok kami; tetapi pada malam ketiga tiga orang rekan mengabungkan diri bersama Fulton mendaraskan Rosario. Sebagian besar dari kami tidak mengerti, tetapi kami dengan hormat  menjaga keheningan.

Beberapa malam sesudahnya - kami adalah orang-orang yang cepat belajar - kami semua menjawab Salam Maria dan Bapa Kami. Fulton kelihatan senang, dan demikianlah kami mengakhiri setiap hari dengan doa.

Pada tanggal 1 Juni 1940 kami akan meninggalkan Halifax untuk memulai serangkaian serangan malam dari Inggris atas Jerman. Sore sebelumnya, Fulton memberikan kepada masing-masing kami seuntai Rosario.

"Kita akan berada dalam situasi-situasi sulit, tetapi, jika kalian setuju, kita akan mendaraskan Rosario. Jika kalian berjanji untuk membawa Rosario bersamamu senantiasa sepanjang hidupmu dan mendaraskannya, aku dapat menjanjikan kepada kalian bahwa Bunda Maria akan membawa kalian semua kembali dengan selamat ke Kanada."

Kami menjawab, "Pasti." Tak terbayangkan bahwa kami akan bertugas selama empat tahun, berulang kali dalam bahaya mengerikan dengan tembakan-tembakan sekeliling kami. Di saat-saat demikian, suara Fulton menggema menembus setiap pesawat, "Salam Maria…" Betapa khusuk dan tulus kami menanggapinya! Berapa ratus Rosario pastilah telah kami daraskan.

Sesudah dua tahun, tercatat bahwa kami adalah satu-satunya skwadron yang tak kehilangan sebuah pesawat atau satu nyawa sekalipun. Kami tak mengatakan apa-apa, tapi kami tahu.

Pada akhirnya, perang yang mengerikan usai sudah. Sepanjang tahun-tahun itu kami kehilangan segala rasa antusias dan jiwa petualang. Satu-satunya kepedulian kami adalah selamat! Dan kami sungguh selamat pula. Semua pulang ke Kanada pada tahun 1945, sepenuhnya yakin bahwa Bunda Maria telah memelihara kami.

Jadi, aku tiada pernah lupa membawa rosarioku bersamaku dan mendaraskannya setiap hari meski aku bukanlah seorang Katolik. Apabila aku berganti celana panjang, hal pertama yang aku pindahkan, bahkan sebelum dompetku, adalah rosarioku.


Artikel ini dipublikasikan dalam jurnal "Michael" edisi Mei-Juni-Juli 2003

Mari bergabung dengan SSpS


Hehehe...yunior SSpS memang cantik...Mari bergabung dengan SSpS biar cantik selamanya....































Source : FBKresensiana Erniwati
 https://www.facebook.com/photo.php?fbid=143958905661550&set=a.143948335662607.27615.100001423246748&type=1&theater

KEMANUSIAAN lebih besar daripada kebutuhan kita pada hukum



KEMANUSIAAN lebih besar daripada kebutuhan kita pada hukum.

Helen .. seorang perempuan kulit hitam di Alabama tertangkap basah mencuri dari sebuah supermarket . Denis ... Polisi yang dipanggil untuk menahannya menemukan bahwa yang dicuri Helen hanyalah 5 butir telur ... ia tidak jadi menangkapnya ... 

"Aku mencuri ini sebab aku dan anak2 ku 2 hari ini belum makan " ratap Helen. Hal itu membuat hati Denis teriris oleh sembilu.

Polisi itu lalu mengantarnya pulang kerumah setelah membelikan untuknya sekeranjang telur ... 

Keesokan harinya , Denis dan rekan2 nya sesama polisi datang ke rumah Helen dengan 2 mobil penuh makanan dan keperluan sehari2 .... 
"Engkau tidak perlu melakukan ini lagi " imbuh Polis. 

Helen sangat terharu seraya memeluk polisi itu .... 

Denis berkata : " kadangkala kebutuhan kita pada KEMANUSIAAN lebih besar daripada kebutuhan kita pada hukum " 

.... Semoga kita sesama manusia mampu mengambil pembelajaran dari kejadian ini.

 — bersama Hermansyah KotoAsty ToroLala Muamalah Al Fadholi, dan 47 lainnya.

Source : FB https://www.facebook.com/photo.php?fbid=10202569807807005&set=a.1045243991935.6725.1850716312&type=1&theater

Tags