Latest News

Sunday, December 18, 2016

Administrator dapat kunjungan dari Bp Hendrawan - Komp MA



Administrator dapat kunjungan dari 
Bp Hendrawan - Komp MA 18 Des 2016
Berkas:Theresiasaelmaekers.jpg

Suster Santo Fransiskus Charitas atau biasa dikenal dengan Suster Charitas adalah Kongregasi Biarawati (Suster) di Gereja Katolik Roma yang anggotanya adalah perempuan seluruhnya. Konggregasi ini didirikan pada tahun 1834 oleh Ibu Theresia Saelmaekers. Anggota komunitas Suster Charitas mempunyai tiga kaul, yaitu Ketaatan (taat terhadap pimpinan, hirargi Gereja dan Tuhan), Kemiskinan (tidak memiliki harta) dan Kemurnian (tidak menikah). Anggota komunitas ini biasa dipanggil dengan sebutan Suster atau saudara perempuan. Untuk memenuhi kaul atau janji mereka hidup dalam sebuah tempat yang disebut biara.

Awal mula berdirinya Konggregasi suster Fransikus adalah ketika Barbara Saelmakers menerima tawaran dari Moeder Agustina untuk merawat orang sakit di Breda. Barbara dan beberapa temannya menerima tawaran merawat orang sakit dan menjadi biarawati. pada tahun 1830 masuk novisiat dan tahun 1831 mengikrarkan kaul. Tahun 1834 Moeder Theresia Saelmakers pindah dari Breda ke Outenhout dan mengangkat Suster lain untuk memimpin komunitas di Breda. Di Outenhort membentuk komunitas baru yang kemudian memisahkan diri. Tahun 1845 Komunitas Outenhout pisah dari Breda. Tahun 1868 mengakhiri tugasnya dan digantikan oleh Moeder Stanislaus dan saat itu anggota Suster Charitas sebanyak 41 orang dan 7 novis. Pada tanggal 17 Juli 1905 rumah induk Suster Charitas pindah ke Roosendal dan satu komunitas yaitu Peniten Rekolektin bergabung dengan Suster Charitas. Tujuan Konggregasi : "Dalam kegembiraan dan terutama dalam cinta kasih menolong orang lain seraya berdoa dan mengorbankan diri , menampakkan kegembiaraan hidup di antara orang sakit dan yang berkekurangan

Sejarah di Indonesia
Tahun 1926 lima orang suster Charitas datang di Palembang dengan tujuan untuk memberikan pelayanan di bidang kesehatan yang sudah dirintis oleh Pastor SCJ, Suster yang datang waktu itua adalah yaitu Moeder Raymunda Hermans, Suster Wilhelmina Blesgraaf, Suster Caecilia Luyten, Suster Alacoque Van Der Liden, dan Suster Chatarina Koning. Rumah Sakit yang dikelola oleh Suster Charitas teletak di Talang Jawa. Tahun 1929 membuka cabang di Tanjung Sakti dan melakukan pelayanan kesehatan. Pada tanggal 14 Februari 1942 Palembang jatuh ke tangan jepang dan pada tanggal 8 Maret 1942 Belanda menyerah tanpa syarat. Suster Charitas dan para misionaris lainnya pada akhir tahun 1942 dimasukkan ke kamp-kamp. Masa-masa itu adalah masa yang sangat sulit bagi suster Charitas yang ada di Sumatera. Ada 4 suster yang meninggal dalam kamp, yaitu Sr. Barbara, Sr. Servasia, Sr. Agnesia dan Sr. Gemma. Mula-mula para Suster dimasukkan ke dalam kamp Palembang, kemudian dipindah ke Mentok, Bangka, Belalau, Kapyang dan kembali ke Mentok. Moeder Alacoque dipenjara hingga tahun 1945, tepatnya pada tanggal 28 September 1945.Kemudian merebut kembali Rumah Sakit yang dikuasai oleh Jepang.

Sumber : https://id.wikipedia.org/?curid=282794

Tuesday, December 13, 2016

Allah menginkarnasi menjadi manusia



Allah menginkarnasi menjadi manusia

PASTOR EDUARD VERRIJT,OFMCAP





PASTOR EDUARD VERRIJT,OFMCAP

P. Eduard Verrijt lahir di Asten, Nederland pada tanggal 05 Desember 1925 dari pasangan Johannes Fransiscus Verrijt dan Antonetta van Deursen. Orangtuanya memberinya nama Matheus Theodorus. Ia adalah anak ke-dua dari lima bersaudara. Saudara-saudari kandungnya telah lebih dulu meninggal. Pada usia 13 tahun tepatnya pada tgl 03 September 1938 ia masuk Seminari Menengah Seraphijnsch, seminari Ordo Kapusin di Langeweg. Pada usia 19 tahun ia masuk novis Kapusin tepatnya pada tanggal 01 Agustus 1944 di Udenhout dan pada tgl 30 Agustus 1944 dia mengenakan jubah Kapusin untuk pertama kalinya. 

Setahun kemudian ia mengucapkan kaul perdananya yakni pada tgl 31 Agustus 1945. Tiga tahun kemudian, pada tgl 31 Agustus 1948, beliau mengikrarkan kaul kekal. Ia tidak lama menunggu untuk ditahbiskan menjadi imam. Bersama dengan 10 orang teman sekelasnya, ia ditahbiskan menjadi imam pada tgl 06 Agustus 1951. Kemudian, ia belajar ilmu pasti di Belanda dan Bahasa Inggris di Oxford dan London dari tahun 1952-1956. Ia berangkat ke Indonesia untuk bermisi, suatu yang sudah lama diidam-idamkannya. Ia ingin bermisi ke Kalimantan tetapi dia malah ditugaskan ke Sumatera dan tiba di Seminari Menengah, Pematangsiantar pada tgl 10 Agustus 1956.

Sejak 1956 sampai 2011 dia berkarya sebagai guru dan prefek di Seminari. Beliau pernah juga menjadi rektor Seminari Menengah yakni tahun 1999-2001. Sejak datang ke Indonesia tahun 1956 beliau tinggal dan berkarya di Seminari Menengah. Komunitasnya hanya satu, yakni Seminari Menengah. Itu berarti 60 tahun beliau berkomunitas di Seminari Menengah ini. Ia mencintai tempat ini. Para seminaris memanggilnya Oppung, suatu sapaan kehormatan menurut budaya batak. Predikat itu sesuai dengan umurnya yang sudah tua dan pribadinya yang memang seorang Oppung.

Kondisi kesehatannya menurun dalam kurun tiga tahun belakangan. Hal itu disebabkan umurnya yang sudah uzur. Daya ingatnya yang biasanya tajam pelan-pelan berkurang. Biasanya nama murid-muridnya dihafal, wajah mereka pun diingat. Tetapi karena usia yang sudah tua nama-nama itu seperti terhapus dari memorinya. Setiap kali bertemu, dia akan kembali menanyakan nama walau sudah ditanya sebelumnya. 

Otot-ototnya pelan-pelan melemah dan tidak kuat lagi untuk berjalan sendiri bahkan untuk mengurus dirinya sendiri. Karena itu diupayakan para perawat yang bisa membantunya. Di awal-awal para perawat memperhatikannya dan memasuki kamarnya, dia pun bertanya pada Bruder Gerard. “Gerard, siapa gadis yang selalu masuk ke kamar mengikuti saya?” Bruder pun menjawab, “Dia itu yang merawatmu. Tidak akan ada apa-apa!” Oppung rupanya curiga dan cemas karena ada wanita yang selalu masuk ke kamarnya. Apa nanti kata orang?

Dua minggu terakhir ini kondisi Oppung boleh dikatakan terus menurun. Karena itu beliau dibawa ke RS Harapan dan dirawat di sana. Menjelang tgl 04 Desember, Bruder Gerardus yang sangat memperhatikan Oppung, menginformasikan bahwa Oppung sering seperti bernyanyi sendiri sambil bertepuk tangan. Dan tgl 04 Desember, Bruder menginformasikan lagi bahwa kondisi Oppung semakin menurun. Beliau semakin susah bernafas dan jika diajak bicara tidak ada lagi reaksi. 

Bekas anak-anak didiknya entah dimanapun berada terus mengikuti informasi perihal kondisi kesehatan Oppung. Hari Minggu tanggal 04 Desember tepatnya pada pukul 24.00 WIB, ulang tahun Oppung masih dirayakan di rumah sakit oleh beberapa saudara termasuk Br. Gerardus dan Minister Provinsial. Tetapi tidak ada lagi reaksi dari Oppung pada waktu itu. Setelah itu pada tgl 05 Desember sekitar pukul 02.50 WIB, tepatnya pada hari kelahirannya, Oppung meninggalkan kita dalam keadaan damai pada usia genap 91 tahun.

Siapa P. Edward Verrijt alias Oppung Verrijt di mata para seminaris dan para anak didiknya? Akan sangat banyak kisah yang dapat dituturkan entah itu yang lucu maupun yang serius. Tidak mungkin semua itu diuraikan di sini. Dalam buku Saya Bangga Menjadi Pastor, sosok Oppung bisa semakin kita kenal: pemikiran, hidup, kepribadian bahkan perjuangan serta keprihatinannya. Buku tersebut disusun oleh para muridnya sendiri. 

Banyak pesan atau pengajaran yang disampaikan oleh Oppung pada para muridnya dan sampai sekarang masih tetap lengket di benak para murid itu, misalnya: Corona Mea vos estis (Kamu adalah mahkotaku), duc in altum (bertolaklah ke kedalaman). Kedua contoh itu menyampaikan makna yang dalam pada para anak didiknya. 


Masih banyak lagi yang lain yang diajarkannya pada para anak didiknya. Kepribadirannya yang bersahaja, kata-katanya yang sederhana dan berisi, serta kepandaian dan keterampilannya sungguh memesona para muridnya serta teman sekomunitasnya. Dia adalah seorang pastor, guru, bapak, dan sahabat. Sebagai pastor dia bangga dengan panggilannya dan tidak pernah menyesal telah memutuskan untuk hidup sebagai seorang imam biarawan Kapusin. Atas kehadiran dirinya di tengah-tengah kita, kita dapat mengatakan, “Kita bangga dengan kehadiran Oppung. Dia adalah berkat yang luar biasa bagi kita."


Selamat jalan, Oppung. Kami sungguh mencintaimu. Selamat memasuki hidup yang kekal yang telah dijanjikan Tuhan padamu. Doakan kami anak-anak didikmu agar bisa melaksanakan dalam hidup kami nilai-nilai yang telah Oppung tanamkan. Kami berdoa bagi perjalanan Oppung. Maafkan kami atas tutur kata kami yang tidak berkenan di hatimu.
(Fiorentius Sipayung,OFMCap/arsip Kapusin Medan)

Tags