Latest News

Saturday, September 17, 2016

Menuju Peziarahan Hidup yang Indah


Menuju Peziarahan Hidup yang Indah
Phillip Mulryne, Mantan Pemain Bola Profesional Anggota Klub Manchester United (MU) Memutuskan Menggantungkan Sepatu Bolanya Menjadi Rahib Dominikan.
Jalan hidup manusia sungguh tidak pernah dinyana-nyana.
Phillip Mulryne adalah mantan seorang pemain sepak bola profesional dengan markasnya di Stadion Old Trafford sebagai anggota Manchester United (MU).
Namun pada tahun 2008 lalu di tengah gemilang karirnya di MU yang moncer, Phillip banting setir dan meninggalkan sepatu bolanya menuju Biara Dominikan di Irlandia Utara untuk menjadi imam (pastor).
Sebelum resmi menjadi anggota MU di Stadion Old Trafford di Manchester United (MU), Phillip lebih dulu menjadi anggota tim pemain nasional Irlandia Utara dengan posisi sebagai gelandang tengah.
Kiprah Phillips Mulryne di panggung MU berkilat saat ia berhasil melalukan gerakan hat-trick di sebuah laga pertandingan bola pada tahun 1998, saat usianya baru menanjak umur 20 tahun.
Namanya agak menor setelah bersama Jeff Whitley namanya dicoret dari daftar pemain saat babak kualifikasi melawan Azerbaijan dan England di tahun 2005.
Oleh manajer Lawrie Sanchez, kedua pemain itu ‘dikandangkan’ lantaran diketahui pulang larut lepas malam menjelang pagi, sesaat sebelum hari-hari pertandingan babak kualifikasi.
Pada hari Kamis tanggal 15 September 2016 ini, Phillip Mulryne resmi mengucapkan kaulnya sebagai anggota Ordo Pengkotbah Pengikut Santo Dominikus (Dominikan).
Itu terjadi setelah Phillip Mulryne baru saja menyelesaikan babak formatio awalnya sebagai anggota Dominikan di Novisiat Dominikan di Galway di bawah naungan mentor Pastor Denis Murphy.
Phillip mengucapkan kaulnya sebagai anggota Dominikan di Biara St. Saviour di Dublin, Irlandia Utara, dalam sebuah misa sederhana.
Pelaksanaan kaul itu sendiri dilakukan dengan cara bertelungkup di lantai sembari memohon kerahiman Tuhan dan pemimpin biara lokal untuk kemudian dilakukan penumpangan tangan di kening Phillip Mulryne sebagai tanda diterimanya dia sebagai anggota resmi Ordo Pengkotbah pengikut Santo Dominikus.
Dengan demikian akan terhampar jalan panjang bagi Phillip Mulryne untuk mencapai cita-citanya sebagai imam Dominikan dengan kewajiban harus menjalani studi filsafat dan teologi sebagaimana lazimnya seorang calon imam pada umumnya.
Ordo Dominikan berdiri sejak tahun 1216 atas prakarsa St. Dominikus de Guzman, seorang rahib dari Spanyol.
Jalan Tuhan sungguh sebuah misteri namun akan selalu berakhir dengan indah 

Source : FB Wan Pink

Tuesday, September 6, 2016

Menghargai Anak

Menghargai Anak 

Seringkali orangtua beranggapan bahwa anaknya memiliki masalah di sekolah karena anaknya memang nakal. Namun sebenarnya, jarang sekali ada anak yang ingin menjadi nakal atau membuat masalah jika tidak dipicu oleh hal lain terlebih dahulu. Hal-hal yang memicu bisa berasal dari berbagai pihak: guru, teman, pelajaran, dan orangtua. Sementara faktor-faktor yang lain tidak bisa kita kendalikan, faktor yang terakhir -kita sendiri sebagai orangtua-  adalah yang paling berpengaruh dan kita dapat melakukan sesuatu untuk mengubahnya. Banyak kasus di mana anak mencari/ membuat masalah di sekolahnya karena kurangnya perhatian dan penghargaan dari orangtua.
Banyak orangtua yang kurang menghargai anak dalam bentuk tindakan di bawah ini:

1. Menerapkan disiplin yang keras.Nilai-nilai yang mereka capai di sekolah, lalu menerapkan disiplin yang keras agar anak dapat ‘dipantau' kegiatan belajarnya dan memperoleh nilai yang baik.

2. Membebani anak dengan les-les yang tidak mereka inginkan.
Orangtua tidak puas atas apa yang dicapai oleh anak, lalu menambahkan berbagai les mata pelajaran dan les seni seperti les piano, les balet/ tari, les gambar, les vokal dan lain-lain. Mereka berharap dengan memberikan anak mereka berbagai macam les tersebut, anak mereka bisa lebih pandai, mengeksplor bakat dan memiliki keterampilan, tanpa menyadari betapa berat beban yang ditanggung anak-anak dalam mengerjakan semuanya itu.

3. Membanding-bandingkan anaknya dengan anak lain.Orangtua melakukan ini dengan harapan anaknya akan terpacu untuk menjadi lebih baik, tanpa menyadari bahwa hati anak terluka karena merasa tidak diinginkan. 

4. Berfokus pada kesalahan anak.
Hal ini bisa disebabkan karena orangtua memiliki ekspektasi bahwa anaknya akan selalu menjadi anak yang baik, yang sempurna, sehingga kesalahan anak sekecil apapun bisa membuat orangtua marah. 

5. Tidak mengucapkan kalimat penghargaanDan ketika anak melakukan sesuatu yang baik, orangtua menganggap bahwa hal itu harus/sudah sewajarnya dilakukan anak, sehingga tidak ada kalimat pujian.

6. Membuatkan keputusan untuk anak walaupun mereka sudah mampu memilih.
Dengan melakukan hal ini orangtua menunjukkan rasa tidak percaya bahwa anak mampu mengambil keputusan, dan tidak melatih anak untuk bertanggung jawab atas pilihannya sendiri. Anak akan merasa bahwa suaranya tidak penting untuk didengar, dan kemandiriannya sebagai individu ditiadakan.

7. Tidak berkomunikasi dengan anakBanyak orangtua jaman sekarang, yang karena tuntutan hidup harus bekerja, sehingga kurang menghabiskan cukup waktu dengan anak-anaknya. Di saat mereka punya waktu, biasanya mereka pergi atau nonton bersama tanpa banyak berbicara dan banyak orangtua menganggap bahwa anak kecil belum mengerti banyak hal, sehingga mereka tidak mengikutsertakan anak dalam mendiskusikan banyak hal. Anak menjadi tidak terlatih untuk menyampaikan maksud dan pikirannya.

Hal ini menyebabkan anak kehilangan rasa percaya diri dan yakin bahwa dirinya tidak punya hak untuk didengarkan
Akibat dari kurangnya penghargaan dari orangtua, anak mencari cara untuk meyakinkan dirinya bahwa orangtuanya masih peduli kepadanya. Mereka mencari perhatian (yang dibaca oleh orangtua sebagai ‘berontak') dengan cara membuat masalah atau enggan sekolah karena mereka tidak tahu bagaimana mengekspresikan tekanan dan rasa frustrasi yang mereka rasakan. Akibat lain adalah anak menjadi lebih ambisius dalam belajar dan berusaha menjadi yang terbaik dalam nilai akademis. Mereka berharap bahwa orangtuanya akan mengasihi mereka jika mereka memiliki nilai yang bagus. Hal ini sangat menyedihkan karena kenyataannya orangtua tidak pernah puas dengan apa yang mereka lakukan/ capai. Dan anak terus berusaha mati-matian sampai akhirnya merasa putus asa. Kurangnya penghargaan juga dapat muncul dalam bentuk yang lebih berbahaya, yaitu anak memendam perasaannya dan menciptakan keyakinan bahwa mereka memang tidak berharga dan tidak layak mendapat kasih sayang dari orangtua atau dari siapapun. Mereka menjadi rendah diri dan bahkan membenci diri sendiri karena mereka tidak mampu membuat orangtua menyayangi mereka.

Penghargaan terhadap anak  bukan didasarkan pada usia, jenis kelamin, kepandaian, keahlian, atau tingkat kematangannya. Kita menghargai anak kecil berdasarkan bagaimana Allah menghargai mereka. Setiap anak, betapapun kecil, adalah pribadi yang berharga di mata Allah. Yesus menyatakan penghargaan dan kesukaanNya akan anak kecil di dalam Yohanes 19 : 13-14 ketika murid-muridNya meremehkan mereka. Sama seperti kita sebagai orang dewasa, keberhargaan anak ditentukan oleh penciptaNya. Sebagaimana kita butuh merasa dihargai, demikian pula anak. Lihatlah anak sebagai pribadi yang dikasihi dan dihargai Tuhan, sama seperti Tuhan mengasihi dan menghargai kita. Sebesar apa Tuhan menghargai mereka, sebesar itu pula kita perlu belajar menghargai mereka.

Anda menunjukkan pengharagaan kepada anak anda dengan memberikan perhatian, kasih sayang, penerimaan. Hargai anak anda dengan melihat betapa berharganya ia di hadapan Allah dengan segala kebutuhan dan perasaannya. Di balik kelalaian dan kesalahannya, anak anda sedang mengalami pembentukan Tuhan untuk menjadi dewasa, maka bersabarlah dan hargailah kesulitan yang dialaminya dalam menjalani proses pendewasaan tersebut. Jadilah sahabat baginya dengan mendengarkan perasaannya Ketika anak anda menceritakan apa yang terjadi di sekolah, nyatakanlah antusiasme anda mendengarkan dengan memberikan perhatian yang tidak teralihkan padanya. Dengan demikian  ia akan melihat bahwa pengalaman dan perasaannya penting bagi anda, dan ia merasa dihargai.

http://www.my-lifespring.com/artikel/menghargai_anak.php

Menangani Konflik Dalam Hubungan Anda

Menangani Konflik Dalam 

Hubungan Anda 

Apa arti konflik bagi anda? Jikalau anda mengalami konflik dengan pasangan, apa yang anda lakukan? Apakah anda lebih senang untuk menghindari konflik? Apakah anda cenderung mengabaikan konflik? Atau mungkin anda senang "menghadirkan" konflik? Atau anda memilih jalan pintas untuk menyelesaikan sebuah konflik? Pemahaman kita mengenai apa itu konflik akan membawa kita ke dalam bagaimana kita menghadapi konflik.
Konflik adalah sesuatu yang alamiah terjadi ketika dua orang yang berbeda kepribadian dan latar belakang bersatu dalam sebuah hubungan. Perbedaan kemungkinan besar akan menghasilkan konflik. Yang menjadi masalah bukanlah bagaimana meniadakan konflik, melainkan bagaimana mengelolanya.

Konflik harus dihadapi dan bukan untuk dihindari. Menghindari konflik berarti tidak menghayati realita dengan  tepat. Jikalau kita menghindari realita maka kita akan terjebak ke dalam ilusi semu. Hubungan yang kita bangun tidak "real". Sebuah hubungan akan menjadi real kalau kita berani menyelesaikan konflik dengan tepat dan bertumbuh melaluinya.
Konflik harus dikelola dan bukan untuk diabaikan. Ada orang yang lebih senang mencari persamaan daripada perbedaan. Mereka cenderung menutup mata terhadap berbagai perbedaan sikap, kelakuan, dan cara berpikir dari pasangan. Bagi mereka yang penting adalah kesamaan dan bukan perbedaannya. Memang benar bahwa kesamaan akan memperkuat suatu hubungan. Namun menutup mata terhadap perbedaan merupakan suatu sikap yang tidak logis. Perbedaan tidak akan hilang hanya dengan cara diabaikan. Perbedaan harus diakui, dan konflik harus dikelola agar dapat menjadi kekuatan bagi pasangan.

Konflik harus diselesaikan dengan cara yang membangun. Konflik seharusnya tidak diselesaikan dengan menentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah. Dalam hubungan intim tidak boleh ada yang menang dan yang kalah. Masing-masing pasangan harus merendahkan diri di hadapan satu sama lain. Konflik akan menghasilkan dampak positif bila diselesaikan dengan cara-cara yang positif. Sebaliknya konflik akan menghasilkan dampak negatif bila diselesaikan dengan cara-cara yang negatif.
Konflik harus membawa pasangan ke tingkat hubungan yang lebih tinggi. Berbagai masalah dan pergumulan yang dihadapi dalam suatu hubungan seharusnya membawa kita kepada pertumbuhan hidup. Jikalau kita mampu menghadapi gelombang, maka kita akan berada di atasnya dan bukan berada di bawahya. Masalah dan konflik justru hadir dalam hidup kita untuk membuat diri kita naik satu tingkat lebih tinggi dalam hidup ini. Soren Aabye Kierkegard mengatakan, "Karena duri di kakiku, maka aku dapat melompat lebih tinggi".

Penyebab konflik dalam hubungan
Apa saja yang mungkin menjadi penyebab konflik dalam suatu hubungan? Salah satu penyebab konflik dalam hubungan adalah kebiasaan pasangan. Masalah muncul saat kebiasaan kita berbenturan dengan kebiasaan pasangan. Konfllik akan terjadi juga saat kita tidak menyukai kebiasaan yang dimiliki oleh pasangan kita. Seorang pria tidak menyukai kebiasaan istrinya yang tidak rapih, menempatkan benda sembarangan, dan bahkan mengatur pakaian di lemaripun berantakan. Kebiasaan-kebiasaan seperti ini dapat menjadi sumber konflik dalam kehidupan pasangan.
Kata-kata yang disampaikan juga dapat menjadi sumber konflik dalam hubungan. Apa yang dimaksudkan dalam pikiran seringkali tidak sesuai dengan apa yang dikatakan. Seringkali kata-kata yang keluar justru terasa menyakitkan hati bagi pasangannya. Kata-kata pedas dibalas dengan kata-kata pedas juga. Hasil akhirnya adalah masing-masing merasa sakit hati dan mungkin akan dendam dengan pasangannya.

Pihak ketiga dapat menjadi sumber konflik dalam hubungan. Pihak ketiga bisa saja berupa orang lain, keluarga, teman, dan pihak lainnya yang terlibat dalam kehidupan kita. Seorang wanita marah besar ketika dia tahu pacarnya masih berkomunikasi dengan teman wanitanya yang adalah teman baiknya. Wanita tersebut menjadi sangat cemburu sehingga terjadilah perang mulut yang hebat di antara keduanya.

Berbagai masalah lainnya juga dapat menjadi sumber konflik, seperti kurang perhatian, masalah keuangan, cara mengasuh anak, dll.
Konflik dapat mengakibatkan berbagai hal dalam kehidupan berpasangan. Hubungan menjadi tidak harmonis, Salah satu pasangan mungkin akan mengalami merasa apatis terhadap diri pasangannya. Hubungan akan cepat putus dan bahkan perceraian akan terjadi. Salah satu pasangan mungkin akan memilih untuk melarikan diri dari pasangannya. Stres dan frustasi seringkali dirasakan dalam konflik yang berkelanjutan. Orang dapat mengalami depresi bila konflik semakin meruncing dan berat. Bahkan konflik akan berdampak bukan hanya pada kesehatan jiwa seseorang melainkan juga pada kesehatan fisiknya. Pada tingkat yang paling parah adalah salah satu pasangan mungkin memilih mengakhiri konflik dengan cara bunuh diri.


Prinsip dasar dalam menangani konflik
Salah satu prinsip penting dalam menangani konflik terletak justru bukan pada diri pasangan kita melainkan pada diri kita sendiri. Seringkali kita menginginkan pasangan kitalah yang berubah dan bukan diri kita sendiri. Perlu diingat adalah lebih mudah kalau diri kita sendiri yang berubah daripada orang lain yang berubah. Jadi mulailah menangani konflik dengan merubah diri sendiri. Salah satu hal yang perlu dirubah dari diri kita sendiri adalah untuk tidak mengkritik orang lain dan pasangan kita. Orang akan mengambil sikap bertahan terhadap kritikan. Dale Carnegie mengungkapkan "Semua orang bisa menghukum dan mendendam, namun untuk memiliki pengampunan dan pemahaman dibutuhkan karakter dan disiplin."

Konflik harus ditangani secara pribadi dan bukan dilakukan di muka umum. Konflik jangan dihadirkan di media masa. Dalam kehidupan berpasangan, tidak ada tempat buat kehadiran orang lain dalam masalah atau konflik yang dihadapi. Pertama-tama selesaikanlah secara pribadi, kalau memang membutuhkan nasehat dan konsultasi carilah seseorang yang dapat menolong dan membantu untuk mendapatkan tuntuntan dalam menyelesaikan konflik.

Jangan menunda penyelesaian konflik. Jangan membiarkan konflik memuncak lalu kita tidak sanggup lagi menahannya. Selesaikan segera dan secepat mungkin. Hal ini lebih wajar daripada kita menunggu saja. Bicarakanlah satu persoalan pada satu kesempatan. Jangan membawa daftar belanja anda pada satu keranjang sekaligus. Hindari sikap negatif yang cenderung menjatuhkan dan memojokkan pasangan kita. Hindari sindiran kasar dan kata-kata selalu dan tidak pernah. Sampaikan kritik sebagai saran atau dalam bentuk pertanyaan dan bukan dengan kecurigaan.

Yang terlebih penting lagi adalah berikanlah pujian. Pahamilah bahwa semua orang membutuhkan penghargaan yang tulus. Temukanlah hal-hal baik dalam diri pasangan anda dan ungkapkanlah sesering mungkin. Perkataan yang menyenangkan adalah seperti sarang madu, manis bagi hati dan obat bagi tulang-tulang.

Catatan: Artikel sudah dimuat di Suara Pembaruan tanggal 30 Agustus 2007

Ayah Sebagai Penggembala dan Penggembira

Ayah Sebagai Penggembala dan Penggembira

Abstrak: 
Para ayah seharusnya dapat menjadi penggembala sekaligus penggembira bagi anak-anaknua. Kedua peran ini justru menuntut kuantitas dan kualitas waktu yang prima yang didedikasikan oleh ayah bagi anaknya.
Isi: 
Sejak Donny lahir sampai berusia 18 tahun, Pak Frans meluangkan waktu 20 menit setiap hari secara konsisten. Berapa banyak waktu yang sudah didedikasikan Pak Frans bagi Donny?
Jika dihitung secara matematis, akan diperoleh hitungan sebagai berikut: 20 menit x 365 (hari per tahun) x 18 tahun usia Donny, Pak Frans 'hanya' meluangkan waktu kira-kira 91 hari atau sekitar tiga bulan buat Donny, anaknya.
"Wah, tidak mungkin hanya segitu," Pak Frans berargumentasi. Anda pun pasti tidak mau disamakan dengan Pak Frans yang hanya meluangkan tiga bulan bagi anaknya.
Lebih ekstrim lagi, ada suatu penelitian yang menemukan bahwa para ayah umumnya hanya meluangkan waktu sekitar 35 detik seharinya untuk berinteraksi secara langsung dengan anaknya. Tidak sampai satu menit! Ketika anak mereka berusia 18 tahun, waktu yang diluangkan hanya 3.832,5menit atau 2,7 hari saja. hanya kira-kira tiga hari dari 6.570 hari kehidupan anak untuk jangka waktu 18 tahun. Sungguh amat sangat memprihatinkan! Tetapi, mungkin ini gambaran yang dekat dengan kenyataan untuk banyak keluarga modern.
Tak Banyak Peluang
Para ayah seharusnya dapat menjadi penggembala sekaligus penggembira bagi anak-anaknua. Kedua peran ini justru menuntut kuantitas dan kualitas waktu yang prima yang didedikasikan oleh ayah bagi anaknya. Dengan temuan penelitian yang demikian memprihatinkan, baik tiga hari maupun tiga bulan sekalipun, sungguh tidak banyak peluang yang dapat dilakukan ayah untuk menjadi penggembala dan penggembira anak-anaknya.
Dampak kurangnya waktu ayah berelasi dengan anak ini dapat kita amati saat ini dengan munculnya sedemikian banyak masalah ketika anak-anak ini memasuki usia remaja atau pemuda. Karena ayah tidak mampu berperan sebagai penggembala dan penggembira yang memadai, anak mengalami kegagapan menapaki masa dewasanya. Anak produk ayah yang kekurangan waktu ini pada gilirannya juga menjadi ayah yang gagal menjadi penggembira dan penggembala jika mereka tidak memperoleh pemahaman tentang peran ayah yang patut.
Dalam kisah Yesus sebagai Gembala Yang baik (Yohanes 10:1-17), kita berkenalan dengan gembala yang mengenal domba-dombanya, baik ciri-ciri fisiknya, suaranya, gerak-geriknya dan kebutuhannya. Selaras dengan ini, ayah yang menjadi penggembala perlu mengenal dengan seksama anak-anaknya; baik sifatnya, karakternya, kebutuhannya, hal-hal yang menyenangkan bagi anaknya. Melali pengenalan yang baik, diharapkan pendekatan dan bimbingan yang dilakukan ayah terhadap setiap anaknya juga akan lebih tepat dan efektif. Untuk mencapai tahapan ini, tentunya dibutuhkan investasi waktu dan usaha yang tidak sedikit. Tiga bulan jelas masih jauh dari memadai.
Aman dan Menyenangkan
Selain sebagai gembala, ayah juga memiliki peran sebagai penggembira. Kehadiran ayah sangat dibutuhkan tidak hanya dalam konteks penggembalaan atau pembimbingan, tapi juga dalam memberikan suasana yang aman dan menyenangkan bagi anak-anaknya.
Untuk bertumbuh kembang dengan baik, anak membutuhkan suasana yang aman baik dari sisi fisik maupun emosi. Anak yang hidup dalam suasana yang kurang aman dan kurang menyenangkan cenderung berkembang menjadi anak yang cemas, dan hal ini tentunya berpengaruh pada konsentrasi, potensi, dan hidupnya secara keseluruhan.
Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana seorang ayah dapat melaksanakan fungsinya membimbing anak-anak (menuju kedewasaan) dalam suasana yang menyenangkan, sehingga meninggalkan kesan yang indah dan mendalam dalam hati dan ingatan anak-anak. Paling tidak ada dua hal yang dapat dilakukan ayah dalam konteks ini, yaitu dengan memberikan waktu dan berkreasi. Pertama, ayah dapat memberikan waktu dan dirinya untuk anaknya. Seorang ayah yang mengasihi anaknya tentu akan menyempatkan diri untuk bersama-sama dengan anaknya. Seorang anak membutuhkan bukti yang nyata dan konkrit bahwa ia dikasihi oleh ayahnya. Salah satu buktu nyata tersebut adalah bahwa ayah bersedia memberikan waktu dan dirinya untuk bermain, bergurau, berpetualang bersama, berbagi rasa bersama, dan mendidik anaknya. Kedua, ayah perlu berkreasi untuk menciptakan suasana yang menyenangkan dan sehat bagi proses tumbuh-kembang anak. Bukankah umumnya ayah mencoba berkreasi di kantor dalam upaya mencapai hasil kerja yang baik dan optimal? Kalau saja ayah juga mempunyai sikap demikian dalam kehidupan berkeluarga, ia tentu akan melihat hasil yang sangat positif dan mengharukan dalam diri anak-anaknya. Banyak hal yang dapat dipelajari dan membekas dalam hati anak saat ayah mencoba untuk berkreasi, baik ketika berada di rumah maupun ketika pergi bersama anak.
Kebersamaan dan Kreasi
Berikut adalah cuplikan beberapa kisah kecil kebersamaan dan kegembiraan yang mungkin dapat memberi inspirasi bagi Anda untuk mencobanya.
Suatu hari, saya sedang bermain-main di ranjang dengan putri kedua kami yang berusia sekitar empat tahun. Permainannya adalah mencari kelereng. Kelereng saya sembunyikan di bagian badan saya.
Setelah saya hitung sampai sepulu, putriku mulai mencari. Dia mencari di saku, di belakang telinga, di leher, di ketiak, dan di kaki saya. Ketika dia mencari-cari, saya menggeliat geli karena serasa dikilik-kilik. Melihat hal ini, istri dan putri pertama kami ikut memberi semangat. Tak lama kemudian, mereka berdua pun ituk terlibat membantu Si Kecil mencari kelereng tersebut. Saya semakin menggeliat dan akhirnya kewalahan menghadapi serbuan tersebut. Kami pun terlarut dalam tawa ria. Kebersamaan yang sederhana, namun sangat menyenangkan.
Pada kesempatan lain, keluarga kami mempunyai kesempatan berlibur beberapa hari di pinggiran kota garut. Suasana di tempat itu adalah suasana pedesaan yang dikitari oleh lingkungan persawahan dan gunung-gunung. Pagi-pagi sekali, saya mengajak istri dan kedua putri saya menyusuri pematang sawah. Kami menemukan capung beraneka warna, bahkan ada yang warnanya merah-keunguan, indah sekali. Kami juga melihat ikan-ikan berenang kian ke mari di sawah yang sudah diubah menjadi kolam.
Keesokan paginya, kami melakukan panjat bukit. Bagi putri kami yang kecil kegiatan panjat bukit tentu bukan hal yang mudah, karena bukit itu tampak begitu tingginya baginya. Kami berempat mendaki tanah berbatuan dan adakalanya saling membantu dengan mendorong atau menarik. Akhirnya, sampai juga kami di puncak bukit dengan nafas tersengal-sengal. Kami pun duduk-duduk menikmati pemandangan pedesaan dengan gunung-gunung yang indah di sekeliling kami. Pemandangan demikian mengingatkan pada kami akan Pencipta segala keindahan ini.
Sorenya, kami bersantai di balkon kamar penginapan sambil melihat awan yang bergumpal-gumpal. Kami pun berusaha menebak bentuk-bentuk awan yang terus berubah itu. Dengan bersemangat, kami beradu cepat mengenali dan meneriakkan nama berbagai binatang, dari kuda, harimau, buaya, monyet, babi, naga, dan seterusnya, sambil menunjuk bagian awan mana yang kami maksud. Suatu peristiwa yang sangat biasa, tetapi cukup membuat kami semua menggebu-gebu. Sangat seru.
Di malam hari, kami menyaksikan kalap-kelip ratusan kunang-kunang di persawahan. Malam yang indah dan berkesan pula.
Kesempatan untuk bersama-sama dengan anak-anak menikmati bebatuan, tetumbuhan, capung, ikan, gunung, awan, angin, dan kunang-kunang membuat Tuhan sedemikian dekat. "Tuhan itu hebat sekali," kata-kata yang mungkin terasa aneh jika diungkapkan tanpa konteks yang jelas justru terasa sedemikian hidup dan nyata di saat kami sedang menikmati keindahan alam ciptaan-Nya.
Kesempatan kita untuk mendampingi anak-anak kita memang tidak banyak. Pekerjaan yang menumpuk, kemacetan di jalan, acara televisi yang semakin beragam, koran dan majalah dengan berita-berita terbaru, semuanya berusaha merampas kesempatan yang seharusnya kita dedikasikan untuk anak-anak kita.
Tetapi keberanian untuk mendedikasikan waktu yang cukup dan menciptakan kebersamaan yang berkualitas dengan anak-anak kita merupakan tugas dan panggilan tiap ayah bagi anak-anaknya. Hanya dengan sungguh-sungguh menjalankan peran kita sebagai penggembala dan penggembira, anak-anak kita akan lebih mudah mengenal kemuliaan Tuhan melalui ayahnya.

http://www.telaga.org/artikel/ayah_sebagai_penggembala_dan_penggembira

Agar Anak Bermoral Baik

Agar Anak Bermoral Baik

Abstrak: 
Kita barangkali sangat terkejut ketika untuk pertama kali mendapati anak kita yang masih belia berani melontarkan kata-kata kotor kepada guru atau orang tuanya sendiri.

Isi: 
Kita barang kali sangat terkejut ketika untuk pertama kali mendapati anak kita yang masih belia berani melontarkan kata-kata kotor kepada guru atau orang tuanya sendiri. Mungkin pula anak yang tadinya manis dan baik tiba-tiba mencuri uang dalam jumlah besar, memeras teman sekelas, nyontek, belajar merokok, memfitnah teman, atau membaca buku porno. Apakah hal demikian normal?
Meskipun saat ini semakin banyak anak terlibat kasus yang menyangkut moral, kita tidak boleh beranggapan bahwa hal ini wajar. Pelanggaran moral bukanlah hal yang dapat dianggap remeh. Seyogyanyalah pelanggaran moral oleh anak dikoreksi dan tidak dibiarkan begitu saja.
Semakin seriusnya perilaku tak bermoral yang dilakukan anak yang masih muda memberi petunjuk akan semakin beratnya tantangan bagi orang tua dalam mendidik anak. Mengapa anak berperilaku buruk? Salah satu kemungkinannya adalah karena semakin jarangnya kehdirang orang tua di rumah. Jumlah waktu yang dipakai orang tua untuk mengajar anak-anaknya hidup secara benar juga semakin berkurang. Akibatnya pengenalan anak terhadap kehidupan orang tuanya sendiri juga semakin sedikit. Padahal anak perlu menyaksikan orang tuanya secara langsung untuk memperoleh contoh nyata hidup yang bermoral.
Kesulitan bertambah ketika anak justru memperoleh pengajaran yang kurang patut, baik melalui televisi, teman sekolah, maupun dari orang dewasa di sekitarnya. Ketika perilaku butuk anak terbentuk menjadi pola kebiasaan, perilaku itu sudah semakin sulit dibelokkan lagi. Karena itu, kita perlu memanfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk membentuk perilaku moral anak-anak kita.
Pembentukan moral anak tidak bisa dilakukan tanpa arah tujuan. Jadi, sangalah perlu bagi orang tua untuk menyiapkan konsep dan alat mendidik seawal mungkin, kalau bisa sebelum pengajaran moral itu diterapkan.
Berikut ini adalah beberapa prinsip mendidik yang perlu kita perhatikan.

  1. Target dan Standar Moral
    Moral selalu bersangkut-paut dengan nilai-nilai mengenai baik dan buruk atau jahat. Bila kita menginginkan anak kita bermoral tinggi, kita tentunya perlu mengetahui terlebih dulu apa tolok ukur perilaku yang baik atau buruk itu.
    Tolok ukur yang tidak pernah berubah dari zaman ke zaman adalah prinsip-prinsip hidup kudus sebagaimana yang diajarkan oleh Alkitab. Daud dalam Mazmur 119:9 menyatakan demikian, "Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih? Dengan menjaganya sesuai dengan firman-Mu."
    Orang tua perlu membaca firman Tuhan setiap hari untuk mengasah pandangan moralnya. Secara naluri kita memang mengetahui bahwa mengambil milik orang lain tanpa persetujuan dan kerelaan si empunya barang adalah tindakan yang tidak terpuji. Namun lingkungan pergaulan yang buruk dan kebiasaan yang kita contoh dapat menumpulkan bisikan nurani yang lurus dan bersifat naluriah ini. Orang yang sering menyakiti orang lain melalui tutur katanya mungkin tidak merasa bersalah karena beranggapan bahwa yang ia lakukan itu hanya semacam pembelaan diri. Padahal kita diminta untuk mengendalikan lidah kita (Yakobus 3:1-12). Demikian pula orang yang melakukan penjarahan sering merasa punya hak melakukan hal demikian dengan alasan dirinya hidup miskin. "Menjarah orang kaya tidak akan mengurangi kekayaannya", demikian alasan yang sering kita dengar. Bila kita sebagai orang tua menolerir hal-hal demikian, kemungkinan besar anak pun akan berlaku amoral dengan menggunakan berbagai alasan. Hanya dengan berpegang pada firman yang hidup itu, kita dapat memperoleh patokan berperilaku moralistik.
    Alasan lain diperlukannya standar moral sesuai dengan firman Tuhan ini adalah bahwa sering kali orang tua tanpa sengaja mendidik anak untuk memuaskan kebutuhan orang tua dan kebutuhan anak itu sendiri. Padahal seharusnya kita mendidik anak agar mereka mengenal dan menyenangkan Tuhan yang adalah sumber moral itu sendiri. Sebagai contoh, ada cukup banyak orang tua yang memaksa anak berkata jujur kepada orang tua, namun meminta anak berkata dusta kepada tamu yang orang tua tidak sukai di saat lainnya. Contoh lain adalah orang tua yang mengajarkan pentingnya uang sedemikian rupa sehingga anak menomorsatukan uang dalam hidup mereka. Padahal Alkitab cukup banyak mengingatkan kita akan pentingnya hidup jujur terhadap uang dan tidak mendewakan uang. Yesus mengatakan, "Tak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tua. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon" (Matius 6:24). Alkitab juga mengajarkan bahwa kita tidak mungkin dibenarkan oleh usaha kita untuk berbuat baik. Kita dibenarkan oleh iman kepada Yesus Kristus dan bukan oleh perbuatan-perbuatan baik kita (Galatia 2:16). Alasan perlunya hidup bermoral baik adalah bahwa kita harus menghidupi iman kita. "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati" (Yakobus 2:17). Jadi agar anak bermoral baik, langkah pertama adalah memimpin mereka untuk beriman kepada Yesus Kristus yang menebus dosa mereka. Berikutnya adalah agar mereka dapat hidup kudus meneladani Kristus.
    Ada sebuah catatan lagi, yakni perlaku moral bukanlah terutama soal tidak menaati peraturan. Perilaku moral lebih banyak bersangkut-paut dengan sikap hati. Jadi, meskipun kita berusaha mengarahkan perilaku anak yang kasat mata, kita perlu lebih memusatkan perhatian pada sikap hati anak kita. Tujuan kita pada akhirnya adalah tertanamnya sikap kasih, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan pada anak-anak kita.
  2. Proses Pencapaian Moral
    Dalam mendidik, kita harus membedakan tindakan yang disengaja dan yang tidak disengaja anak. Kita dapat mengetahui bahwa suatu tindakan yang kita larang dengan sengaja dilanggar anak dengan mengamati tiga hal berikut. Pertama, anak telah sungguh-sungguh memahami apa yang seharusnya ia lakukan. Kedua, anak telah tercukupi kebutuhan fisik dan psikis utamanya. Ketiga, anak sudah mampu melakukan sebagaimana yang dituntut darinya dan dapat dimintai tanggung jawabnya.
    Nah, bila kita yakin bahwa ia sudah mampu bertanggung jawab, namun sengaja melanggar, kita boleh menerapkan tindakan koreksi dalam bentuk hukuman. Repotnya, sekalipun adakalanya kita yakin bahwa anak kita telah sungguh memahami apa yang kita harapkan, mereka sebenarnya belum mencapai tahapan pemahaman sebagaimana yang kita bayangkan. Anak yang belum dapat membedakan antara fakta dan fiksi sering mencampuradukkan keduanya sehingga tampak seperti berbohong. Ada juga anak yang membawa pulang barang-barang milik sekolah karena ia melihat hal yang sama dilakukan oleh teman-temannya. Kesalahpahaman dan ketidakmengertian anak yang serta-merta berbuntut hukuman dari orang tua dapat membuat anak terluka dan sebagian anak menjadi semakin keras kepala. Sebagian lainnya menjadi anak yang manis di depan kita, tetapi melakukan berbagai pelanggaran ketika mereka berada dalam situasi tanpa pengawasan. Jadi, bila anak melakukan pelanggaran, kita perlu meyakinkan diri dahulu mengenai apakah mereka benar memahami bahwa tindakannya melanggar prinsip moral. Bila mereka belum mengerti tentang hal ini, tugas kita adalah memberi penjelasan kepadanya.
    Cukup sering pula anak melakukan tindakan yang salah karena kebutuhannya belum tercukupi. Anak yang kurang memperoleh perhatian orang tua mungkin akan melakukan pelanggaran di sekolah demi memperoleh perhatian guru, teman, dan orang tuanya. Mungkin juga anak yang menyontek di sekolah melakukan hal ini karena nilai bagus yang diperolehnya merupakan satu-satunya cara untuk meraih pujian orang tuanya. Ada anak yang melakukan pencurian karena ia diperas oleh anak lain yang lebih berkuasa. Anak menyerah terhadap usaha pemerasan ini dan terpaksa membayar 'upeti' lewat mencuri. Mungkin anak ini terpaksa melakukan hal demikian karena tidak memperoleh rasa aman yang cukup dari orang tuanya dan terpaksa bertindak menurut caranya sendiri. Orang tua sang anak mungkin jarang mengetahui masalah anak karena tidak menjalin komunikasi secara memadai dengannya.
    Hal lain yang perlu menjadi catatan adalah bahwa anak yang masih muda memerluka pengawasan yang banyak agar dapat berperilaku baik. Koreksi juga perlu cukup sering dilakukan. Namun kita perlu mengendorkan pengawasan sedikit demi sedikit ketika anak mulai memahami prinsip moral dan mulai dapat mengambil keputusan moralnya sendiri. Sehubungan dengan hal ini, ada dua kecenderungan yang harus kita hindari. Pertama, orang tua seyogyanya tidak bersikap membiarkan ketika kita menemukan pelanggaran moral yang pertama kali dilakukan anak. Orang tua perlu segera menasihati anak dan meminta mereka tidak melakukannya lagi. Pengawasan orang tua yang kurang ketika anak masih muda akan membuat perilaku moral mereka yang terlanjur menyimpang semakin sulit dikendalikan ketika mereka beranjak remaja. Kedua, orang tua seyogyanya tidak secara terus-menerus mengawasi dan mengoreksi setiap kesalahan yang dilakukan anak. Sebab setiap anak memerlukan ruang untuk melakukan kesalahan dan memperbaikinya. Anak juga memerlukan pengampunan dari orang tua hingga batas-batas tertentu. Bila anak terlalu banyak diawasi, dikoreksi, dan dihukum, anak mungkin melakukan lebih banyak pelanggaran. Pelanggaran terjadi mungkin karena anak tidak tahan dengan kontrol ketat orang tua sehingga mereka memberontak. Selain itu, anak melanggar karena fokus perhatiannya lebih tertuju kepada kesalahan dan bukan pada kebaikan yang seharusnya lebih banyak mereka lakukan.
    Jadi tujuan orang tua memberi koreksi dan pengawasan adalah untuk secara bertahap membuat anak dapat mengambil keputusan moralnya secara mandiri.
  3. Cara Mendidik
    Kita baru dapat menghasilkan anak yang bermoral baik bila menggunakan cara mendidik yang juga tepat. Cara yang paling efektif tentunya adalah melalui kesaksian hidup kita sendiri. Orang tua perlu mengusahakan agar hidupnya bersih. Lalu bagaimana bila orang tua sendiri dalam ketidaksempurnaannya melakukan pelanggaran moral yang sempat disaksikan anaknya? Dalam situasi seperti ini, anak tetap akan menghargai orang tuanya bila orang tua segera bertobat dan menunjukkan penyesalan mendalam.
    Cara efektif lain yang orang tua dapat dilakukan adalah lewat bercerita. Orang tua dapat meluangkan waktu setiap harinya untuk berbincang dan bercerita dengan anak. Lewat cerita Alkitab dan cerita lain yang berisi pengajaran moral, anak dapat diberi pemahaman tentang moral. Selain itu, waktu bercerita juga dapat kita manfaatkan untuk memahami pergumulan moral anak dalam pengalaman hidup sehari-hari. Dengan demikian kita pun dapat memahami cara berpikir anak dan mengoreksinya bilamana perlu.
    Kita juga perlu memberi sanksi untuk mengoreksi pelanggaran moral yang secara sengaja dilakukan anak bilamana ia tidak menunjukkan penyesalan. Sebaliknya, perilaku terpuji anak juga perlu memperoleh pujian dan penghargaan orang tua. Dengan bertindak demikian, berarti orang tua sedang bertindak untuk memperkuat prinsip moral anak. Mengingat besarnya peran lingkungan terhadap pembentukan moral anak, kita tidak boleh lupa mendoakan anak-anak kita. Setiap orang tua perlu memohon hikmat dari Tuhan untuk bukan saja dapat mendidik anaknya, tetapi kita memohon Tuhan menjaga anak-anak kita dari pengaruh si jahat.
Kondisi saat ini memang cukup menyulitkan kita dalam mendidik anak. Tetapi kita tetap dapat memiliki anak yang bermoral baik dengan bersandarkan kekuatan dari Tuhan.?

Ibadah Keluarga yang Menyenangkan

Ibadah Keluarga yang Menyenangkan

Abstrak: 
Mendengar kata ibadah, kebanyak orang menghubungkannya dengan ritual formal yang kaku, membosankan, dan tidak menarik. Karena itu, banyak keluarga yang sekalipun menyebut dirinya keluarga Kristen, jarang atau bahkan tidak pernah melakukan persekutuan dalam keluarganya sendiri. Padahal ibadah keluarga dapat menjadi saat-saat yang menyenangkan dan paling dinantikan oleh anak-anak kita.
Isi: 
Mendengar kata ibadah, kebanyak orang menghubungkannya dengan ritual formal yang kaku, membosankan, dan tidak menarik. Karena itu, banyak keluarga yang sekalipun menyebut dirinya keluarga Kristen, jarang atau bahkan tidak pernah melakukan persekutuan dalam keluarganya sendiri. Padahal ibadah keluarga dapat menjadi saat-saat yang menyenangkan dan paling dinantikan oleh anak-anak kita.
Keluarga adalah sesuatu yang berharga bagi Allah. Ada beberapa contoh dalam Alkitab bahwa Allah menyelamatkan keluarga umat-Nya dari pembinasaan orang-orang fasik yang Allah lakukan. Nuh beserta istri dan anak serta menantunya diselamatkan dari air bah, Lot beserta istri dan anaknya juga diselamatkan dari pemusnahan Sodom dan Gomora. Selain itu, Allah memberkati keluarga Abraham dan juga keluarga Yakub. Kita juga memperoleh gambaran mengenai ibadah keluarga yang dilakukan oleh orang-orang beriman ini. Karena itu, ibadah keluarga merupakan aktivitas penting dan melalui ibadah keluarga, Tuhan berkenan mencurahkan berkat-Nya.
Absennya ibadah keluarga menyebabkan lemahnya keluarga menghadapi serangan terhadap moral dan spiritual keluarga. Anggota keluarga terpecah-belah karena tidak ada kasih Tuhan yang mengikat mereka. Keluarga yang tidak menyelenggarakan ibadah juga rentan terhadap pengaruh dunia yang menggerogoti kehidupan rohani. Sebaliknya, terpeliharanya ibadah keluarga menyebabkan tidak terputusnya generasi yang beriman dan mengasihi Tuhan. Berkat Tuhan akan tercurah ke atas keluarga yang demikian.
Pentingkah Ibadah Keluarga?
Mazmur 1 adalah salah satu hafalan Alkitab yang kami hafalkan ketika kami masih kanak-kanak. Tentu saat itu saya tidak dapat mencerna sepenuhnya arti Mazmur ini. Ketika itu saya sering bertanya pada diri sendiri, "Apa menariknya kita merenungkan Taurat Tuhan siang dan malam? Bagaimana saya dapat bersukacita ketika merenungkannya?"
Ketika dewasa, saya baru menyadari dan bersyukur bahwa kebiasaan melakukan ibadah keluarga yang diterapkan orangtua saya itu membawa banyak berkat dalam kehidupan kami. Sekalipun kerajinan saya dalam membaca Alkitab dan berdoa dapat mengalami pasang surut, kebiasaan beribadah dalam keluarga 'memaksa' saya untuk terus mengupayakan doa dan pembacaan Firman Tuhan. Dari sanalah sukacita sejati dapat kita nikmati. Saya kemudian dapat menghayati, "Titah Tuhan itu tepat, menyukakan hati; perintah Tuhan itu murni, membuat mata bercahaya. Taku akan Tuhan itu suci, tetap ada untuk selamanya; hukum-hukum Tuhan itu benar, adil semuanya, lebih indah dari pada emas, bahkan dari pada banyak emas tua; dan lebih manis dari pada madu, bahkan dari pada madu tetesan dari sarang lebah." (Mazmur 19:8-10)
Apa pentingnya ibadah keluarga?
Pertama, ibadah keluarga membuat hidup kita diarahkan kepada Tuhan. Setiap hari, keluarga kita mempunyai waktu khusus buat Tuhan. Dengan demikian hidup kita relatif terlindung dari dosa dan perpecahan keluarga.
Kedua, ibadah keluarga membuat anggota keluarga diikat satu sama lain dalam kasih Kristus. Bila ada perselisihan, ibadah keluarga mempercepat pemulihan suasana harmonis dalam rumah tangga. Dorongan untuk beribadah membuat masing-masing anggota keluarga merasa 'sungkan' sehingga berpotensi mengurangi ketegangan. Tentu tidak enak rasanya menghadap Tuhan dalam keadaan yang kurang baik dan dengan masih menyimpan kebencian. Dalam keluarga yang bermasalah sekalipun, misalnya ketika salah satu orangtua absen dan bermasalah, adanya ibadah keluarga yang rutin diadakan memberi kekuatan ekstra untuk menghadapi masalah demi masalah. Ada kalanya Tuhan mengadakan pemulihan buat keluarga bermasalah ketika anggota keluarga saling mendoakan satu sama lain.
Ketiga, ibadah keluarga membuat anggota keluarga bertumbuh secara rohani. Anak-anak akan mempunyai kenangan indah bagaimana mereka dibimbing oleh orangtua mereka dalam hal iman dan Firman Tuhan. Anak yang terbiasa membaca Firman Tuhan akan lebih mudah mengembangkan kepekaan akan hal-hal rohanidan karena itu perilaku mereka pun lebih terkontrol. Sebaliknya, acapkali orangtua pun diingatkan secara tidak langsung akan perilaku mereka yang tidak sesuai dengan apa yang mereka ajarkan. Dengan demikian orangtua pun lebih waspada akan tingkah lakunya sendiri.
Keempat, anak-anak dalam keluarga yang secara rutin menerapkan ibadah keluarga akan lebih mudah diajar dan lebih peka terhadap kebenaran. Mereka secara kritis akan bertanya mengenai arti rohani dari pengalaman-pengalaman mereka. Dampaknya, kita pun memiliki lebih banyak kesempatan untuk menjelaskan kebenaran dan memahami apa yang mereka pikirkan.
Kelima, persekutuan keluarga membuat seluruh anggota keluarga lebih kuat untuk menghadapi tekanan hidup. Ini dapat terjadi karena ketika kita bersekutu bersama, setia anggota keluarga memiliki kesempatan untuk saling memperhatikan dan saling mendukung. Banyak kebutuhan emosi maupun rohani dapat memperoleh pemenuhan ketika kita berkesempatan berkumpul, sehingga ketika krisis melanda, anggota keluarga memiliki kekuatan untuk bertahan.
Bila ibadah keluarga sedemikian bermanfaat, mengapa kita sering enggan melakukannya? Pertama, ibadah keluarga menuntut kerja keras dari orangtua, dalam hal ini untuk mempersiapkan diri dengan lebih banyak belajar Firman Tuhan. Ketika ibadah dilangsungkan, kita tentu perlu membimbing anak-anak kita untuk bertumbuh dalam iman. Bila kita tidak menyiapkan diri dengan baik, kita menjadi gamang ketika berhadapan dengan anak-anak yang ingin melihat contoh nyata bagaimana hidup dalam Firman Tuhan. Sebagai manusia berdosa yang sering berperang melawan kedagingannya sendiri, kita perlu mengingatkan diri kita agar tidak lengah dan malas dalam bersaat teduh dan membaca Alkitab.
Kedua, sering kali ibadah keluarga terabaikan karena adanya prioritas yang lebih utama di mata orangtua. kesibukan mengejar karir dan popularitas di masyarakan acapkali mempersulit orangtua menyelenggarakan ibadah keluarga secara rutin. Kurangnya waktu kebersamaan dalam keluarga modern karena orangtua sibuk bekerja di luar rumah dan pulang malam hari dalam keadaan letih. Kesulitan anak dalam pelajarannya di sekolah membuat orangtua harus terus-menerus mengawasi anaknya belajar dan ini juga menyita banyak waktu keluarga. Dalam keadaan seperti in, orangtua perlu mengingatkan diri bahwa semua kesibukan dan kesempatan menikmati hidup dari Tuhan juga asalnya. Karena itu kita perlu mendahulukan Tuhan dan kita pun perlu memberi contoh kepada anak-anak kita. Bila di tengah sempitnya waktu, kita masih dapat mengupayakan ibadah, anak akan juga belajar memprioritaskan Tuhan dalam hidupnya.
Ketiga, ada cukup banyak orangtua berpandangan bahwa sekolah minggu telah mengajarkan segala sesuatu tentang Alkitab. Guru sekolah minggun dianggap lebih kompeten dibanding orangtua. karena itu, orangtua sudah cukup puas bila anaknya disertakan dalam kegiatan sekolah minggu. Ada kalanya alasan ini dikemukakan karena orangtua tidak hidup di dalam pemahaman Alkitab dengan akibat orangtua gagap dalam beribadah, apalagi bila harus memimpin ibadah, bahkan untuk memimpin ibadah dalam keluarga sendiri sekalipun. Bila orangtua kurang percaya diri mengajarkan Alkitab dan memimpin doa di rumah, orangtua perlu berusaha membaca Alkitab lebih sering dan kemudian mempelajari latar-belakang suatu bagian Alkitab ditulis, baik lewat buku-buku maupun lewat kelas-kelas pemahaman Alkitab.
Sebetulnya anak-anak akan terbantu secara meyakinkan bila mereka mmeperoleh pengajaran Alkitab di gereja dan juga di rumah. Alasannya, pengenalan akan Tuhan bukan hanya terjadi secara rasio belaka. Alkitab mengajarkan pula mengenai bagaimana harus menjalani hidup ini dan anak perlu diajarkan untuk hidup dalam hikmat Tuhan. Bandingkan berapa banyak waktu televisi dan orang tudak percaya mempengaruhi mereka bila dibandingkan dengan jumlah waktu mereka bersentuhan dengan Firman Tuhan. Selain itu, banyak kali anak-anak memperoleh gambaran mengenai Allah melalui orangtuanya di bumi ini. Persekutuan keluarga membantu mereka mengenal Allah lewat orangtua mereka.
Keempat, kita tidak mempunyai hubungan pernikahan yang baik dan karena itu kita enggan berbicara dan bertegur sapa dengan pasangan atau anak-anak kita. Keadaan demikian mempengaruhi suasana hati kita sehingga kita pun enggan bersekutu, berdoa, dan membaca Alkitab. Bila pernikahan kita berada pada kondisi demikian, kita wajib bekerja keras memperbaiki hubungan pribadi kita dengan Tuhan dan kemudian memperbaiki juga kondisi pernikahan kita.
Kelima, ada kegiatan lain yang merupakan selingan, namun akhirnya lebih menyita waktu dan menghalangi keluarga beribadah. Selingan itu dapat berupa acara televisi, play station, internet, komputer, mobil atau motor, menonton film, shopping, rekreasi, dan sebagainya. Tontonan dan permainan yang sehat tentu saja kita butuhkan. Namun jangan sampai selingan itu mengambil alih persekutuan keluarga dengan Tuhan. Keberanian menghitung kembali waktu kita berekreasi dan memotong waktu keluarga untuk selingan yang tidak perlu akan membantu kita mengadakan persekutuan lebih baik dengan Tuhan.
Beberapa Ide Agar Ibadah Menyenangkan
Bila kita dapat menciptakan suasana yang menyenangkan, saat beribadah akan menjadi saat yang dinanti-nantikan oleh seluruh keluarga. Dengan demikian hambatan beribadah dapat dikurangi. Beberapa ide berikut ini dapat dicoba untuk menghidupkan suasana ibadah keluarga kita.
  1. Ciptakan suasana keluarga yang saling mengasihi. Ibadah keluarga akan terasa sebagai aktivitas yang kering dan tidak menyenangkan tatkala suami-istri dan anak-anak tidak memiliki hubungan yang baik. Upaya kita untuk mengasihi satu sama lain akan memberi rasa aman dan sukacita, sehingga kita pun menikmati kebersamaan dalam ibadah keluarga.
  2. Upayakan agar bentuk ibadah tidak terlalu formal dan kaku. Banyak orangtua yang terpaku pada ritual yang lebih cocon untuk orang dewasa. Padahal sebenarnya yang lebih penting dari suatu ibadah keluarga adalah kebersamaan dalam Tuhan. Jadi, kita boleh melakukan itu hanya dengan berdoa bersama saja dan kemudian menghafalkan ayat Alkitab, atau bisa juga dengan menceritakan kesaksian mengenai kebaikan Tuhan. Ibadah bersama anak juga dapat dilakukan dengan pertanyaan kita kepada mereka menyangkut iman atau moralitas, misalnya mengenai kejujuran, atau mengenai kebaikan Tuhan atas diri mereka. Jawaban mereka ini kemudian kita diskusikan dan ditutup dengan doa.
  3. Buatlah variasi yang menyenangkan. Ada banyak cara yang kita dapat lakukan agar anak senang beribadah dalam keluarga. Kita dapat bernyanyi lagu rohani bersama anak dan kemudian berdoa. Pada kesempatan lain kita dapat bermain teka-teki Alkitab. Ibadah dapat pula dilakukan dengan menanyakan satu dua hal yang anak ingin doakan, baik menyangkut teman mereka atau persoalan mereka. Pada kesempatan lain orangtua dan anak dapat saling berbagi cerita. Kemudian cerita ini dapat dikaitkan dengan pelajaran dari Alkitab. Umumnya anak-anak suka sekali mendengar kisah tokoh-tokoh Alkitab. Karena itu bercerita dapa menjadi bagian yang paling sering dilakukan dalam ibadah kita. menghafal ayat Alkitab juga dapat menjadi bagian ibadah yang menyenangkan. Bila anak sudah dapat membaca, anak dapat diminta membacakan ayat-ayat tertentu dari Alkitab. Beberapa buku bantu renungan Alkitab yang Alkitab yang disusun secara menarik buat anak dapat pula dijadikan sebagai salah satu bahan ibadah. Teka-teki silang, juga permainan kata dan gambar dapat merupakan alat bantu menarik sehingga anak tertarik untuk belajar Alkitab.
  4. Seyogyanya acara ibadah keluarga berlangsung tidak terlalu lama. Lebih baik Mengadakan ibadah keluarga dengan frekuensi lebih banyak setiap minggunya dari pada jarang diadakan, tetapi setiap kali dilakukan selalu berlangsung lama. Alasannya, anak yang masih kecil tidak mampu memusatkan perhatian dalam jangka waktu yang lama. Bila ibadah berkepanjangan, selain anak menjadi bosan dan tidak lagi menyukainya, kita pun seolah melakukannya dengan terpaksa.
  5. Ciptakan berbagai kesempatan untuk melangsungkan ibadah dalam keluarga. Banyak kesempatan yang dapat dimanfaatkan untuk berbagi hidup di dalam Tuhan dengan anak-anak kita. Dalam perjalanan ke sekolah, bila kita mengantar sendiri anak kita dengan mobil, kita mempunyai kesempatan cukup banyak untuk membagikan apa yang kita lihat dan mengajak anak untuk bersyukur. Bila di rumah ada alat musik atau tape, kita dapat memainkan atau memutarkan lagu rohani dan menyanyikannya bersama anak. Makan malam bersama keluarga merupakan waktu yang baik untuk mendengarkan anak-anak bercerita tentang pengalaman mereka dan menggali beberapa pokok doa. Waktu malam menjelang tidur adalah waktu yang ideal bagi kebanyakan orangtua untuk berdoa dan berbagi cerita.
Ibadah keluarga lebih mudah dilakukan bila kita dapat mengupayakan relasi keluarga yang harmonis.Orangtua yang takut akan Tuhan dan anak-anak yang dididik sejak usia sangat muda di dalam Tuhan merupakan modal penting dalam membangun suasana ibadah dalam keluarga. Selamat berbakti melalui keluarga!

http://www.telaga.org/artikel/ibadah_keluarga_yang_menyenangkan

Tags