Malam itu sangat sepi. Bintang pun enggan berkelip. Keheningan malam itu menjadi saksi akan tali kasih yang tak pernah mati. Kasih abadi adalah kasih putih. Kasih putih adalah kasih yang tulus bagaikan merpati. Di dalam kasih itu, ada senyuman, ada kelembutan, ada kedamaian, dan ada kebahagiaan. Kasih putih bermuara dari iman dan tertancap di dalam jiwa. Banjir dan badai tak akan mampu merobohkannya. Ia justru meletupkan jati dirinya justru ketika raga berada dalam ambang kefanaan.
Seorang pria memintaku untuk mendoakan istrinya. Istrinya telah lama terkulai tak sadarkan diri. Tubuhnya kurus kering akibat penyakit komplikasi yang dideritanya sejak kelahiran anaknya yang ketiga, yakni sembilan tahun silam. Penyesalan memenuhi hatinya karena telah meminta istrinya untuk meninggalkan agama Katolik yang telah diimaninya. Aku memberkati perkawinan mereka secara Katolik dengan keyakinan pasti diberikan dispensasi dari petinggi gerejani sesuai dengan spiritualitas pelayanan “Gembala Baik dan Murah Hati”. Aku memberikan kepadanya juga “Sakramen Perminyakan Suci”.
Keperihan menggores hati ketika ia menyampaikan rangkaian kata ke telinga istrinya : “Ma….. , engkau sudah menjadi Katolik lagi. Maafkan papi telah merenggut kebahagiaanmu yang sejati, yaitu iman Katolikmu yang telah engkau percayai. Papi tahu bahwa engkau sakit karena berkorban demi kasih dan ketentraman bagi kami”. Kelopak mata istrinya itu pelan-pelan terbuka dan semakin lama meneteskan butir-butir air mata. Ia memandang suaminya dan bibirnya tersenyum indah. Mulutnya menyerukan suara lirih : “Yesus… Yesus… Tuhanku” sebelum memejamkan mata selamanya dengan tangan mengenggam rosario yang kuberikan. Ia pulang ke rumah Allah Bapa pada hari Minggu Palma, Minggu Suci, di mana Tuhan Yesus masuk ke Yerusalem, lambang kebahagiaan abadi. Ia kembali ke surga dengan meninggalkan sejuta kenangan. Kenangan itu tak akan pernah terlupakan sepanjang hayat. Kenangan itu membawa pesan “Jangan tinggalkan Iman dan Kasih karena di situlah sumber kebahagiaan”. Air mata suaminya berderai membasahi pipi. Ia mencurahkan keinginan hati: “Romo, saya dan ketiga anak saya akan menjadi Katolik. Saya yakin iman Katolik istri saya yang membuatnya senantiasa mengasihi kami dan selalu mengalah kepada kami”. Mulutku terbungkam mati dan ragaku terkulai tak sanggup berdiri menyaksikan drama kehidupan yang menyayat hati jiwa. Aku berdoa di dalam hati “Semoga iman dan imamatku tetap terpatri sampai aku mati”.
Kenakanlah senantiasa iman dan kasih, maka kita dengan sendirinya menjadi pewarta-pewarta gembira atas keselamatan. Amsal menasihati kita untuk membawa iman dan kasih ke mana dan di mana kita berada : “Janganlah kiranya kasih dan setia meninggalkan engkau! Kalungkanlah itu pada lehermu, tuliskanlah itu pada loh hatimu, maka engkau akan mendapat kasih dan penghargaan dalam pandangan Allah serta manusia” (Amsal 3:3-4).
Kegembiraan yang hanya dinikmati sendiri dalam waktu dekat akan segera mati. Kegembiraan yang kita bagikan akan semakin bertambah dan bahkan melimpah. Sukacita berlimpah adalah kehidupan yang dinugerahkan kepada kita oleh Tuhan. Kita begitu berharga di mata Tuhan sehingga Tuhan dengan senang hati membasuh kaki kita. Dengan membasuh kaki kita, Tuhan membagikan kehidupan ilahi-Nya : “Jikalau aku tidak membasuh engkau, engkau tidak mendapat bagian dalam aku” (Yohanes 13: 8). Karena kita sudah mendapatkan kehidupan ilahi, kita sepantasnya berbagai kehidupan : “Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamupun wajib saling membasuh kakimu;” (Yohanes 13:14).
Pada akhirnya kita akan bersorak memuji Tuhan atas kebangkitan jiwa kita bersama dengan kepulangan-Nya ke surga setelah melewati penderitaan dan kematian. “Aku memuji TUHAN, yang telah memberi nasihat kepadaku, ya, pada waktu malam hati nuraniku mengajari aku. Aku senantiasa memandang kepada TUHAN; karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah. Sebab itu hatiku bersukacita dan jiwaku bersorak-sorak, bahkan tubuhku akan diam dengan tenteram; sebab Engkau tidak menyerahkan aku ke dunia orang mati, dan tidak membiarkan Orang Kudus-Mu melihat kebinasaan. Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa” (Mzm 16:7-11).
Tuhan memberkati.
Oleh Pastor Felix Supranto, SS.CC
Source : katolisitas.org
إرسال تعليق