MENERIMA NASIHAT
Kitab Amsal menekankan pentingnya mendengarkan nasihat dalam keputusan-keputusan penting. Kitab Amsal disusun sebagai kitab nasihat dari orang tua atau orang berhikmat kepada anaknya, baik laki-laki maupun perempuan, atau orang muda lainnya (Amsal 1:8, 10; 2:1; 3:1; dll.). Perlunya mencari dan mendengarkan pertimbangan atau nasihat yang bijak dalam beberapa cara merupakan satu-satunya pesan dalam kitab itu. Sebaliknya, mengabaikan nasihat orang berhikmat adalah hal yang sangat berdosa (Amsal 1:22-27).
Orang yang mencari nasihat dikontraskan dengan mereka yang menolak nasihat. "Jalan orang bodoh lurus dalam anggapannya sendiri, tetapi siapa mendengarkan nasihat, ia bijak." (Amsal 12:15) "Keangkuhan hanya menimbulkan pertengkaran, tetapi mereka yang mendengarkan nasihat mempunyai hikmat." (Amsal 13:10)
Kitab Amsal secara konsisten menghargai upaya pencarian nasihat dalam membuat keputusan. "Rancangan gagal kalau tidak ada pertimbangan, tetapi terlaksana kalau penasihat banyak." (Amsal 15:22) "Jikalau tidak ada pimpinan, jatuhlah bangsa, tetapi jikalau penasihat banyak, keselamatan ada." (Amsal 11:14) "Rancangan terlaksana oleh pertimbangan, sebab itu berperanglah dengan siasat." (Amsal 20:18) "Dengarkanlah nasihat dan terimalah didikan, supaya engkau menjadi bijak di masa depan." (Amsal 19:20)
Tradisi mencari pertimbangan, berlanjut dalam gereja Perjanjian Baru ketika Paulus mengangkat penatua-penatua di setiap kota. Tidak ada orang yang cukup dengan dirinya sendiri. Setiap orang memerlukan orang lain yang dapat berada di sisinya untuk menghibur, menegur, menguatkan, atau menasihati. Kedua belas rasul saling menundukkan diri satu sama lain dalam semua keputusan penting. Kita juga diberi teladan Paulus ketika ia pergi ke Yerusalem untuk meneguhkan Injil yang diberitakannya, walaupun ia sudah diajar secara langsung oleh Allah (Galatia 2:1-10). Ketika terjadi suatu perselisihan, para rasul dan penatua berkumpul di Yerusalem, dan merundingkannya sesuai dengan firman Allah (Kisah Para Rasul 15:1-21). Paulus mengimbau para wanita yang lebih tua untuk mengajar para wanita yang lebih muda (Titus 2:3). Petrus memberi tahu para pria yang lebih muda agar mendengarkan dan menghormati pria-pria yang lebih tua (1 Petrus 5:5).
Menolak mencari nasihat merupakan wabah dalam kebudayaan kita, khususnya di kalangan kaum pria. Padahal, jika kita menolak mengakui bahwa kita tersesat saat hal itu jelas terjadi, bagaimana mungkin kita akan belajar mengakui saat kita benar-benar membutuhkan pertolongan, dalam keputusan yang memengaruhi banyak orang lain secara mendalam?!
Syukur kepada Allah bahwa kita memiliki satu Guru, yaitu Roh Kudus, Sang Pengilham Agung, yang di bawah kepemimpinan Kristus memuridkan kita dalam hikmat yang berasal dari atas. Ia lebih daripada sekadar pasangan bagi kebodohan kecongkakan kita, pada saat kita terlalu sombong untuk meminta tolong. Ia lebih daripada sekadar setara dengan ketidakpercayaan kita, pada saat kita terlalu takut untuk meminta pertolongan. Allah itu "ajaib dalam keputusan dan agung dalam kebijaksanaan." (Yesaya 28:29) Sementara itu, Yesaya 11:2 menggambarkan Mesias dalam bahasa seperti berikut: "Roh TUHAN akan ada padanya, roh hikmat dan pengertian, roh nasihat dan keperkasaan, roh pengenalan dan takut akan TUHAN."
Terkait dengan Allah, berarti mengenakan karakter-Nya saat Allah mengerjakan segala sesuatu bersama-sama untuk tujuan tersebut (Roma 8:28-29). Saya sangat dikuatkan oleh dampak yang telah Kristus kerjakan dalam kehidupan banyak orang -- termasuk pria! Mereka telah merendahkan diri di hadapan Allah, dan menemukan bahwa sungguh mudah (bahkan menjadi kesukaan) untuk meminta pertolongan dari saudara-saudari di dalam Kristus. Mereka mulai mencerminkan hikmat yang ada pada orang-orang, yang suatu hari kelak akan menghakimi dunia dan semua malaikat (1 Korintus 6:2).
Setiap kita, pria maupun wanita, seharusnya mencari nasihat dalam keputusan penting. Kita memerlukan nasihat saat kita begitu meyakini suatu keputusan. Bagi orang bodoh, kebanyakan keputusan yang bodoh adalah "jelas". Kita memerlukan nasihat dalam keputusan yang membingungkan, karena hal itu belum jelas bagi kita. Para orang tua, guru, majikan, penatua, pendeta, kakek-nenek, sanak keluarga, dan teman adalah para calon yang akan memberikan nasihat yang baik jika mereka berhikmat.
NASIHAT BIJAK MENGHASILKAN KEPUTUSAN BIJAK
Sebagian dari banyaknya keputusan yang kita buat setiap hari, ada yang berakhir dengan baik, sedangkan yang lainnya tidak. Apa yang bisa kita lakukan untuk membuat keputusan yang lebih baik? Seberapa baikkah kemampuan Anda dalam membuat keputusan? Pernahkah Anda bertanya-tanya, "Apa yang terjadi seandainya aku ...?" -- terutama saat Anda tidak mendapatkan hasil yang Anda harapkan?
Barangkali Anda tidak pernah menyadari bahwa Alkitab adalah sebuah buku tentang membuat keputusan-keputusan bijak. Bukan hanya itu, Alkitab juga penuh dengan contoh-contoh keputusan yang baik dan buruk, serta akibat keputusan-keputusan tersebut. Alkitab menunjukkan keputusan-keputusan yang baik, sesuai dengan prinsip-prinsip yang benar, yang mengarah kepada hasil-hasil yang baik. Apabila Anda membuat keputusan-keputusan emosional yang berdasarkan amarah, hawa nafsu, dan keegoisan, Anda sebaiknya siap-siap menerima hasil-hasil yang buruk.
Alkitab menyingkapkan satu prinsip yang berlaku di semua bidang kehidupan: Anda menuai apa yang Anda tabur (Galatia 6:7). Kadang-kadang, korelasi langsung ini tidak jelas, tetapi semakin kita dewasa, hasil keputusan kita semakin jelas.
Jika Anda melihat Alkitab sebagai buku pegangan dalam pembuatan keputusan, Anda akan menemukan banyak petunjuk yang berguna. Jika Anda ingin membuat pilihan-pilihan yang benar, Anda dapat menyelamatkan diri Anda sendiri dari banyak masalah; apalagi jika Anda lebih mencermati contoh-contoh yang tercatat di dalam firman Allah. Misalnya, cerita tentang Kain ketika dia mengambil keputusan yang buruk, dan akhirnya menuai hidup yang penuh kutukan dan sengsara (Kejadian 4:5-13). Atau, Saul yang mengambil keputusan di luar yang sudah ditetapkan Tuhan Allah. Karena keputusannya yang salah tersebut, Saul hidup dalam depresi, mencari pertolongan dari seorang peramal, berupaya melakukan pembunuhan yang justru berujung pada kematiannya sendiri. Keputusan yang salah sangat merugikan dirinya (Samuel 13:8-14).
Apakah contoh-contoh tersebut relevan dengan kita pada masa kini? Mungkin contoh tersebut tampak jauh dan di luar konteks dunia modern kita. Akan tetapi, kita harus selalu ingat bahwa prinsip-prinsip itu tetap berlaku.
Jangan lupa bahwa kita ada untuk suatu tujuan. Allah menciptakan kita dengan sebuah harapan bahwa suatu hari nanti kita menjadi bagian dari keluarga-Nya. Belajar membuat keputusan-keputusan bijak berdasarkan perintah-perintah Allah adalah sebuah pelajaran utama yang perlu dipelajari setiap orang.
Allah memberi tahu kita untuk tidak "bersandar kepada pengertianmu sendiri" (Amsal 3:5). "Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut." (Amsal 14:12) Lalu, bagaimana kita belajar membuat keputusan yang bijak?
Kunci untuk membuat keputusan yang benar.
1. Mencari hikmat.
Kita bisa membuat pilihan yang benar dengan lebih mudah, jika kita mencari hikmat. "Permulaan hikmat ialah: perolehlah hikmat dan dengan segala yang kauperoleh, perolehlah pengertian." (Amsal 4:7) Kita dibanjiri dengan pilihan-pilihan dan kesempatan-kesempatan. Namun, nilai-nilai pokok tidak berubah. Belajar menunjukkan rasa hormat kepada Allah sebagai Pencipta segala sesuatu, adalah hal mendasar bagi keberhasilan hidup. Bacalah wejangan hikmat dalam Kitab Amsal, dan pakailah itu sebagai pedoman sehari-hari, untuk mendapatkan pengertian dan pengetahuan, kemudian terapkan itu dalam proses pengambilan keputusan.
2. Menaati Allah.
Setelah kehidupan yang penuh berkat dan kenyamanan, yang membuat Salomo mengalami berbagai kebahagiaan dan keberhasilan, dia merangkum apa yang telah dipelajarinya. Kesimpulan berdasarkan pengalaman yang dialaminya seumur hidup adalah: "...Takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban setiap orang." (Pengkhotbah 12:13) Yesus dari Nazaret mengajar para murid-Nya pelajaran sejenis: "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33)
Yesus Kristus dan Salomo tahu bahwa hal-hal jasmaniah yang tampaknya paling penting bagi kita, tidak semuanya signifikan dalam waktu yang lama. Pada akhirnya, menaati dan menyenangkan Allah adalah intinya. Itulah satu-satunya cara, agar kita mampu menjalani hidup yang benar-benar berguna dan produktif. Kita harus mengingat hal ini saat kita membuat keputusan.
3. Mengembangkan hubungan yang sehat.
Keseluruhan Alkitab berbicara mengenai hubungan. Allah menghendaki kita untuk menjadi bagian dari keluarga-Nya. Dia menghendaki kita untuk belajar bekerja bersama-sama, dan saling bergandengan tangan dalam damai dan kasih. Beberapa misteri terbesar dari kehidupan, disingkapkan dalam proses belajar untuk bekerja bersama-sama, yang menuntut kesabaran, hormat, dan kerja keras untuk membangun persahabatan.
Memiliki teman untuk mendukung dan memberi inspirasi kepada Anda, bisa menjadi pertolongan yang luar biasa untuk menolong Anda membuat pilihan yang benar. Sering kali, dengan mencurahkan isi hati kepada sahabat atau seseorang yang Anda hormati, Anda bisa melihat jalan yang lebih jelas.
Di sisi lain, sebagian hubungan bisa berbahaya. "Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik." (1 Korintus 15:33b) Berada di antara orang-orang yang salah, akan memengaruhi penilaian Anda dan menuntun kepada keputusan-keputusan yang buruk.
4. Aturlah hidup Anda.
Para atlet menyadari bahwa untuk meraih prestasi hebat, mereka perlu berlatih dan bertindak. Sebagian orang yang ingin bertanding di Olimpiade atau bermain olah raga profesional, mendedikasikan diri mereka untuk melaksanakan jadwal latihan dengan ketat. Rasul Paulus menyoroti gaya hidup seorang atlet, sebagai analogi untuk menunjukkan bahwa orang Kristen harus berusaha sungguh-sungguh, untuk memiliki hidup saleh: "Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak." (1 Korintus 9:27)
Di dunia yang mudah terikat dengan permainan, makanan, alkohol, pekerjaan, atau kemalasan, masuk akal untuk mencermati bagaimana kita mengatur waktu kita. Proses membuat pilihan yang benar meliputi menetapkan dan mengorganisasikan tujuan, kemudian mengerjakannya.
5. Temukan pekerjaan yang berarti.
"Dalam tiap jerih payah ada keuntungan, tetapi kata-kata belaka mendatangkan kekurangan saja." (Amsal 14:23) Allah memberi kita pikiran yang sanggup menemukan hal-hal yang mengagumkan, salah satunya dirangsang melalui pemecahan masalah dan pembangunan. Melakukan sesuatu yang bermanfaat, dapat membuat Anda menemukan arti dalam hidup dan melewati hari dengan cepat. Sebagian orang yang sedang mengerjakan proyek yang menantang, lupa waktu dan bahkan mereka bisa lupa untuk makan dan tidur.
Ingatlah bahwa Allah memberikan kepada manusia, 6 hari untuk bekerja dan satu hari untuk beristirahat. Ini menunjukkan maksud Pencipta kita, agar kita produktif. Membuat pilihan yang benar berarti kita akan bekerja untuk tujuan produktif.
6. Perhatikan kesehatan Anda.
Ketika Anda sakit atau tertekan, sulit bagi Anda untuk tetap bersemangat terhadap apa pun. Menjaga kesehatan meliputi memerhatikan menu makan Anda, menjaga kebugaran fisik, dan menjaga penampilan mental yang positif. Anda bisa beraktivitas jauh lebih baik, ketika tubuh dan pikiran Anda sehat.
Paulus bertanya: "Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus... Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!" (1 Korintus 6:19-20) Allah memberikan kepada kita, masing-masing talenta yang luar biasa dan kompleks dalam tubuh kita, dan Dia mengharapkan kita untuk memeliharanya.
7. Miliki hubungan dengan Allah setiap hari.
Jika Anda mengerti alasan keberadaan Anda, maka Anda bisa menyadari Allah telah membuat Anda sesuai dengan gambar-Nya. Secara alami, Dia menghendaki kita untuk mengembangkan relasi kita dengan Dia. Kesadaran ini membantu kita untuk mengetahui tujuan hidup kita.
Keputusan bijak, ketika timbul dari keinginan untuk mengembangkan potensi kita, akan membuat hidup lebih bebas dari tekanan dan lebih berharga. Paulus mendorong kita untuk memelihara cara pandang yang benar ini, sehingga "Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus." (Filipi 4:7)
Sebab dan Akibat
Beberapa abad yang lalu, Allah menginspirasi Musa untuk menawarkan kepada bangsa Israel, pilihan-pilihan yang sama dengan yang harus kita hadapi. Musa segera menyuruh bangsa Israel berkumpul untuk mendengarkan dan memahami bahwa, pilihan mereka untuk menaati Allah dan melakukan perintah-perintah-Nya akan menuntun kepada hidup. Di sisi lain, dengan memilih untuk tidak taat, akan membawa mereka kepada kematian. "Aku memanggil langit dan bumi menjadi saksi terhadap kamu pada hari ini: kepadamu kuperhadapkan kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu." (Keluaran 30:19)
Semoga Anda memilih dengan bijak!
Source : altarfamily blog
إرسال تعليق