JAKARTA--Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), akhirya membuka peluang mencalonkan Jokowi sebagai presiden pada Pemilu 2014 mendatang. Makin signifikannya elektabilitas Gubernur DKI Jakarta jadi cermin kehendak rakyat Indonesia.
Seluruh lembaga survei hingga kini mencatatkan nama Jokowi di puncak yang diidamkan masyarakat Indonesia agar memimpin negeri ini 2014 mendatang. Popularitas Jokowi sebagai Capres terus melesat. Sebaliknya, elektabilitas Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri justru kalah dengan Jokowi.
Elektabilitas Jokowi berdasarkan hasil survei Pusat Data Bersatu (PDB) per Juni 2013 memasuki 25,97%. Jokowi menjadi Capres paling potensial dan makin jauh meninggalkan Prabowo Subianto (19,83%) dan Megawati Soekarnoputri (13,8%).
Tak hanya itu, Jokowi didaulat survei Soegeng Sarjadi School of Government (SSSG) sebagai tokoh paling populer 2014. Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo pun tak bisa tutup mata atas fakta ilmiah ini. I
a maklum peningkatan elektabilitas Mega tak sesignifikan Jokowi, karena belum melakukan upaya kampanye.
Sejumlah elite PDIP tetap berharap Mega nyapres lagi. Survei SSSG dilakukan dengan cara wawancara via telepon. Nomor dipilih secara acak dari buku telepon Telkom. Populasi survei seluruh WNI yang tinggal di 10 kota besar di Indonesia.
Sejumlah elite PDIP tetap berharap Mega nyapres lagi. Survei SSSG dilakukan dengan cara wawancara via telepon. Nomor dipilih secara acak dari buku telepon Telkom. Populasi survei seluruh WNI yang tinggal di 10 kota besar di Indonesia.
Responden yang wawancarai sebanyak 2.450 orang yang telah memiliki hak pilih pada Pemilu 2014. Waktu penelitian tanggal 3 Juni-22 Juni 2013 dengan tingkat keyakinan 99 persen dan sampling error kurang lebih 2,61%.
Hasil survei ini makin mengukuhkan Jokowi sebagai tokoh paling populer dengan dukungan 25,48% responden. Jauh terpaut dari capres Gerindra Prabowo Subianto (10,52%) dan Jusuf Kalla di bawahnya (5,69%).
Mencermati fenomenalnya Jokowi yang dirindukan masyarakat Indonesia ini, Direktur Eksekutif SSSG, Fadjroel Rachman memperingatkan PDIP agar mengusung Jokowi sebagai Capres. Langkah ini juga sebagai penanda penting regenerasi kepemimpinan.
"Kalau bukan Jokowi, angkatan SBY akan bekuasa. Regenerasi di republik ini penting karena bisa dipimpin pemimpin baru dengan sikap baru," kata Fadjroel di Jakarta, Kamis (25/7).
Kans besar Jokowi menjadi presiden ditopang prestasinya kala memimpin Surakarta. Memang, prestasi Jokowi di Jakarta belum banyak, tapi beberapa terobosannya, seperti Kartu Jakarta Sehat dan Kartu Jakarta Pintar menjadi bukti konkret.
Pembawaannya yang low profile dan mau turun ke bawah, kata Fadroel, membuat masyarakat memposisikan Jokowi sebagai model pemimpin yang dirindukan. Umumnya, karakter politisi lama sangat birokratis.
Jokowi sebagai kader PDI P menjadi satu faktor yang meninggikan partainya. Banyak tokoh nasional sekaligus pemimpin partai, tapi hanya bisa meninggikan dirinya. Ia menunjuk contoh Aburizal Bakrie di Golkar dan Prabowo di Gerindra.
Kalaupun Jokowi ikut pencapresan dan kemudian menang, Fadroel memprediksi rakyat Jakarta tak marah. Mereka senang karena gubernurnya hadir dan dipercaya memimpin nasional. Apalagi, publik secara luas juga memberikannya kans untuk maju.
"Bagusnya orang punya standar mau pemimpin yang menyapa rakyat. Ada suasana baru. Disebut demokrasi partisipatif. Demokrasi membutuhkan keterlibatan rakyat di dalamnya dan pemimpin terlibat," tuturnya.
PDIP memang belum memastikan mengusung Jokowi, namun sejumlah elite mulai membuka peluang. "Saya kira partai yang cerdas tidak akan meninggalkan apa yang menjadi aspirasi masyarakat. Tapi ingat partai juga mempunyai komitmen, jadi memimpin indonesia loh, bukan memimpin negara yang kecil," kata Sekjen DPP PDIP Tjahjo Kumolo.
Peneliti Maarif Institute, Endang Tirtana menyarankan PDIP memasangkan Jokowi dengan tokoh Islam."Jokowi itu fenomenal, decisive, cerdas dan populis, akan lebih bagus dan tepat didampingi tokoh Islam," sarannya.
Setujuhkah PDIP? "PDIP sengaja tak cepat deklarasi Capres, karena ini berkaitan pemilihan pemimpin," kelit Tjahjo.
PDIP, katanya, belum mengumumkan calonnya juga dikarenakan saat ini pihaknya tengah membangun komunikasi politik dan koalisi dengan partai politik lain. Itu juga dilakukan guna mempersiapkan kandidat yang bakal diusung dalam pesta demokrasi pada tahun 2014 mendatang.
"Kita bangun komunikasi dengan Parpol lain. Untuk nantinya, tidak akan persoalkan posisi capres ataupun cawapres. Hal ini sudah kami intensifkan," jelasnya.
Bersediakan Jokowi? "Ini kan sekarang banyak orang mencalonkan, padahal yang mencalonkan itu kan belum tentu dicalonkan," canda Jokowi.
"Saya katakan sekali lagi, saya nggak mikir, saya fokus ke pekerjaan saya sebagai gubernur DKI," tandasnya.
"Saya katakan sekali lagi, saya nggak mikir, saya fokus ke pekerjaan saya sebagai gubernur DKI," tandasnya.
Uniknya, Partai Golkar menganggap Jokowi hanya sekaliber Cawapres, dan berencana menyandingkan dengan Capres Aburizal Bakrie. "Capres kami kan sudah jelas Pak ARB, kalau Jokowi mau datang ke kami ya harganya Cawapres," kata Jubir Golkar, Tantowi Yahya.
Rencana koalisi dengan PDIP, kata Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Agung Laksono, akan dibahas setelah Pileg. "Kalau Jokowi kan punya PDIP. Tanya PDIP dulu. Kalau pada waktunya. Tapi itu baru dibicarakan setelah Pemilu legislatif," katanya.
TRIBUNNEWS.COM,
إرسال تعليق