Ada etika saat mengoceh di dunia maya

Ada etika saat mengoceh di dunia maya

Ada etika saat mengoceh di dunia maya

Tidak perlu waktu 24 jam bagi pengguna media sosial untuk melambungkang
 hashtag #FreeBenhan. Mereka memprotes penahanan pemilik akun 
@Benhan karena perang di Twitter atau dengan politikus Partai Golongan
 Karya Misbakhun akhir tahun lalu.

Pengamat telekomunikasi Sutikno Teguh menegaskan ada etika 
harus dipahami para pengguna media sosial saat berkicau. Titik beratnya 
pada budi pekerti dan menghindari tudingan tanpa bukti. "Sebaiknya 
kalau menulis berbau tuduhan saat perang Twitter misalnya, dengan 
memberikan link pemberitaan media," katanya.

Dia mengatakan aturan hukum penggunaan media sosial di Indonesia
 berbeda dengan masyarakat internasional. Pengguna Twitter atau 
media sosial di Indonesia tetap harus tunduk pada hukum, tidak bebas
 seperti di luar negeri atau negara Paman Sam. 

Keluarnya Undang-undang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) 
sebagai upaya agar masyarakat mempunyai koridor dalam bergaul
 di dunia maya. "Jangan sembarangan mengoceh, harus bertanggung
 jawab," ujarnya.

Pemerintah, kata Sutikno, tidak bisa lepas tangan begitu saja soal 
rentannya pengguna sosial terhadap ancaman pidana karena dianggap
 mencemarkan nama baik. Dia menyarankan Kementerian Komunikasi
 dan Informatika mendidik para pengguna media sosial. 

Pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan Asep
 Warlan Yusuf menyatakan perselisihan di dunia maya jangan 
berujung pada penjara. Pemidanaan bisa dijerat pada seseorang
 bila memang ada motif kesengajaan. 

"Aparat penegak hukum jangan buru-buru menetapkan tersangka 
dalam masalah ini," tuturnya. "Harus pula dilihat aspek kebebasan
 berekspresi dan berpendapat merupakan bagian dari demokrasi."

Menurut Asep, komunitas dunia maya bisa membuat aturan disepakati
 bersama sebagai etika dalam berinteraksi tanpa campur tangan
 negara untuk penindakannya. Misalnya dengan memblok akun 
bersangkutan. Persis seperti yang berlaku pada jurnalis dengan
 adanya Dewan Pers atau lembaga lainnya seperti Komisi Penyiaran 
Indonesia (KPI).

"Walau jerat perbuatan tidak menyenangkan atau pencemaran nama 
baik bisa digunakan, tapi ini bisa menghindari banyaknya orang
 terjerat," katanya.

Source : merdeka.com

Post a Comment

Previous Post Next Post