BERSUKACITALAH DI DALAM KASIH ALLAH



BERSUKACITALAH DI DALAM KASIH ALLAH

“Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu.” – Matius 11:26
Karena mengikuti keinginan tubuh fana, orang bisa bertindak sewenang-wenang dan menyombongkan diri atas kekuatan, kecerdasan, kekuasaan, dan kekayaannya (lihat Yesaya 10:13-14). Tetapi, mereka lupa bahwa manusia memiliki begitu banyak kelemahan, termasuk akan mati. Sebaliknya, sebagai Sang Pencipta, kekekalan hanya ada pada Tuhan (lihat Yesaya 10:15-16). Untuk itu, Yesus menyadarkan kita bahwa Bapa-Nya menyembunyikan banyak hal dari orang-orang yang merasa paling bijak dan pandai, tetapi menunjukkan kepada anak-anak-Nya yang tidak mau mengikuti keinginan tubuh fana sehingga bisa menjadi orang yang bersahaja (lihat Matius 11:25); mau memikul salib dan mengikuti-Nya (lihat Matius 10:38). Yesus lalu mengajarkan caranya, yaitu: ciptakan diri seperti anak kecil yang bergantung kepada Allah, yang memang pemilik dan pemelihara kita (lihat Matius 18:3). Dengan demikian, diri ini akan selalu bergantung kepada perintah-Nya dan berdoa kepada Tuhan setiap kali hendak bertindak – berpikir, berkata, berbuat sesuatu (lihat Yeremia 33:3). Yesus sama sekali tak mengabaikan perlunya pendidikan atau menganggap tidak berguna. Tetapi, ilmu pengetahuan penuh keterbatasan. Sedang, wahyu Allah melampaui pikiran manusia. Hanya oleh Roh Kudus orang bisa “mengetahui rahasia-rahasia Allah” (1Korintus 2:11). Tanpa dorongan Roh Kudus, mereka yang cerdas tidak akan mengetahui, bingung, menipu diri sendiri, dan tinggal dalam kegelapan (lihat Yakobus 1:22). Ajak mereka merendah kepada Allah agar menerima terang Roh Kudus dan kebenaran sabda-Nya (lihat Matius 11:26)

Tuhan “akan menghukum perbuatan ketinggian hati… dan sikapnya yang angkuh sombong” (lihat Yesaya 10:12). Bukan memuji Tuhan, malah berkata: “Dengan kekuatan tanganku aku telah melakukannya dan dengan kebijaksanaanku, sebab aku berakal budi; aku telah meniadakan batas-batas antara bangsa, dan telah merampok persediaan-persediaan mereka, dengan perkasa aku telah menurunkan orang-orang yang duduk di atas takhta” (lihat Yesaya 10:13). Keangkuhan membutakan mata hati sehingga “sombong, lidah dusta, tangan yang menumpahkan darah orang yang tidak bersalah” (lihat Amsal 6:17). “Mereka tidak merasa perlu… mengakui Allah, maka Allah menyerahkan mereka kepada pikiran-pikiran yang terkutuk, sehingga… melakukan apa yang tidak pantas: penuh dengan… kelaliman, kejahatan, keserakahan dan kebusukan, penuh dengan dengki, pembunuhan, perselisihan, tipu muslihat dan kefasikan. Mereka… pengumpat, pemfitnah, pembenci Allah, kurang ajar, congkak, sombong, pandai dalam kejahatan, tidak taat kepada orang tua, tidak berakal, tidak setia, tidak penyayang, tidak mengenal belas kasihan” (lihat Roma 1:28-31). Tetapi, manusia sombong akan “ditundukkan dan orang yang angkuh akan direndahkan; hanya Tuhan sajalah yang maha tinggi pada hari itu” (lihat Yesaya 2:11,17). Bersyukurlah bila setelah dilayani mereka mau bertobat (lihat Matius 11:26); rendah hati (lihat Matius 23:12); dan bersahaja (lihat Matius 11:25). “Sebab Tuhan tidak akan membuang umat-Nya, dan milik-Nya sendiri tidak akan ditinggalkan-Nya” (lihat Mazmur 94:14).
Musa tidak lebih hanya seorang anak yang terbuang, pembunuh, buronan, pengungsi di negeri orang, seorang yang diremehkan, dihina, dan sama sekali tidak pernah diperhitungkan. Bahkan, ketika Tuhan mengutus dia untuk menghadap Firaun, Musa berkata kepada Allah, “Siapakah aku ini sehingga dapat pergi kepada Firaun dan membawa bangsa Israel ke luar dari Mesir?” (lihat Keluaran 3:10-11). Tetapi, Allah berjanji akan membukakan rahasia kepada orang semacam Musa, tetapi disembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai (lihat Matius 11:25). Tuhan berjanji bahwa orang seperti Musa -- yang dipandang sebelah mata oleh dunia -- akan dikayakan dalam iman dan memperoleh warisan-Nya (lihat Yakobus 2:5). Allah menepati janji-Nya dengan hadir di hadapan Musa sebagai kobaran api dalam semak duri. Kepada Musa, Allah mengungkapkan diri-Nya adalah ‘Aku’ yang merencanakan penebusan bagi kaum Israel dari perbudakan dengan cara ke luar dari Mesir (lihat Keluaran 3:14). Dalam suratnya yang pertama kepada jemaat di Korintus, Rasul Paulus mengungkapkan hal ini bahwa: “Allah telah memilih orang yang dianggap bodoh oleh dunia untuk mempermalukan mereka yang bijaksana; Ia memilih orang yang dipandang lemah oleh dunia untuk mempermalukan mereka yang kuat. Allah telah memilih rakyat jelata yang tidak masuk hitungan, malah Ia menggunakan yang tidak ada untuk meniadakan yang ada, agar tak ada insan yang dapat bermegah di hadapan Allah” (lihat 1Korintus 1:27-29). Yesus menegaskan hal itu dengan bersabda: “Sungguh, inilah yang berkenan kepada Bapa-Ku” (lihat Matius 11:26).

Dalam Yesus, diri ini akan seperti semak duri yang bernyala, tetapi tidak hangus ataupun terbakar (lihat Keluaran 3:2). Sayangnya, tidak sedikit dari antara kita yang merasa takut terbakar oleh kasih Allah (lihat Ibrani 12:29). Padahal, terbenam dalam kasih Allah berarti diri ini menerima rakhmat pengampunan dan memperoleh kekudusan (lihat keluaran 3:5). Sama seperti Musa, kita dipenuhi kekaguman karena kasih Allah mampu menarik diri ini meski sebenarnya diliputi keraguan. Kasih berkobar yang datang dari Allah adalah kasih Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Kobaran kasih ini memang dianugerahkan tidak untuk membakar, tetapi masuk dan bersemayam di dalam hati kita semua melalui Roh Kudus (lihat Roma 5:5). Yesus bersabda: “Semua telah diserahkan kepada-Ku oleh Bapa-Ku dan tak seorang pun mengenal Anak selain Bapa, dan tidak seorang pun mengenal Bapa selain Anak dan orang yang berkenan kepadanya Anak itu berkenan menyatakannya” (lihat Matius 11:27). Segala kuasa di sorga dan di bumi telah diberikan Bapa kepada Yesus (lihat Matius 28:18). “Kamu tidak dapat berbuah kecuali kalau kamu tinggal di dalam Aku” (lihat Yohanes 15:4); yang ditegaskan Rasul Paulus: “Melalui suatu jalan baru yang hidup, yang dibuka-Nya bagi kita melalui tirai, yaitu tubuh-Nya” (lihat Ibrani 10:20). Untuk itu, Rasul Yohanes mengingatkan kita: “Barang siapa mengasihi dunia, maka kasih kepada Bapa tidak ditemukan di dalam dia” (lihat 1Yohanes 2:15). Untuk itu, orang harus jujur pada dirinya agar dibenarkan oleh Tuhan (lihat Matius 11:26); sehingga bisa hidup di dalam kasih-Nya (lihat Yohanes 15:9).

Allah memperkenalkan kepada kita begitu banyak gunung di dalam kehidupan ini. Sebagai contoh, Gunung Gerizim untuk memberkati orang-orang yang takut akan Allah, sementara gunung Ebal sebagai tempat untuk mengutuk (lihat Ulangan 27:12-13). Gunung Sinai sebagai tempat disampaikannya perintah Allah (lihat Keluaran 19:2); dan gunung Karmel sebagai tempat untuk memperbaharui perjanjian dengan Allah, memerangi pemujaan berhala dan nabi-nabi palsu (lihat 1Raja-Raja 18:19). Akhirnya, Yesus lalu mengajak diri ini ke gunung Kalvari, dekat bukit Sion, ke kota Allah yang hidup, Yerusalem surgawi (lihat Ibrani 12:22). Untuk memulai pendakian, orang harus meniru Musa dengan mendaki gunung Allah, yakni gunung Horeb (lihat Keluaran 3:1). Di sana, mereka akan melihat Allah dalam rupa kobaran api kasih-Nya (lihat Ibrani 12:29). Di gunung Horeb, orang akan mendengar Allah memanggil (lihat Keluaran 3:4); dan membuka tabir rahasia diri-Nya (lihat Keluaran 3:14). Gunung Horeb adalah tanah yang kudus (lihat Keluaran 3:5); mereka harus melepas kasut (lihat Keluaran 3:5); sambil menyadari betapa tak berarti dirinya di hadapan Allah. Di gunung Horeb, mereka -- yang berhasil menyangkal diri – akan takut kepada Allah, yang adalah awal dari kebijaksanaan (lihat Mazmur 111:10); yang sangat dibutuhkan untuk menemani langkah kehidupan seseorang. Dari gunung Horeb inilah, Allah selanjutnya menugaskan kita semua untuk menjadi saksi hidup-Nya agar membebaskan dan menolong keluarga dan saudara seiman yang membutuhkan serta sesama yang menderita (lihat Matius 11:26).

Agar dapat menerima wahyu ilahi dibutuhkan kerendahan hati dengan menjadi anak-anak bersahaja yang menggantungkan diri sepenuhnya kepada Allah. Tengoklah, Musa, salah seorang penerima wahyu ilahi dalam sejarah. Dia “seorang yang sangat rendah hati, lebih rendah hati daripada siapa pun di atas muka bumi ini” (lihat Bilangan 12:3). Dia adalah korban penindasan Firaun sehingga tak pernah mengenal orangtuanya. Dia mengungsi ke negeri Midian agar terbebas dari kejaran Firaun (lihat Keluaran 2:15). Karena kerendahan hati kepada anak-anak gadis Rehuel, Musa diterima dalam keluarga itu sebagai gembala, bahkan dinikahkan dengan salah seorang dari mereka, Zipora (lihat Keluaran 2:16-22). Meski Allah memberi kuasa mengadakan mukjizat, Musa tetap rendah hati oleh kelemahannya yang tidak “dapat berbicara fasih” dan sulit menemukan kata-kata untuk yang dapat mengungkapkan apa yang hendak dikatakan (lihat Keluaran 4:10). Musa lembut hati dan menganggap dirinya bukan apa-apa, termasuk di hadapan Allah yang telah memberi wahyu untuk menyatakan diri-Nya. Seperti Musa, sebagai orang-orang pilihan Allah, diri ini tentu punya alasan menjadi orang yang rendah hati sehingga dengan mudah bisa hidup bersahaja karena memiliki roh kemiskinan (lihat Matius 5:3); mau mencuci kaki orang lain (lihat Yohanes 13:5); menjamu “orang-orang miskin” (lihat Lukas 14: 13); dan tetap bersukacita meski ditolak serta dianiaya karena Injil (lihat Matius 5:10). Sebab, Inilah kunci yang membuat Musa menjadi layak menerima wahyu Tuhan (lihat Matius 11:26). Terpujilah Kristus!

Doa: “Ya Bapa di surga, tak putus-putusnya hamba mengucap syukur atas urapan kasih ilahi-Mu yang telah memampukan diri ini memiliki kerendahan hati di hadapan Putera-Mu, Tuhan hamba, Yesus Kristus, hidup bersahaja, dan bisa mengasihi keluarga, saudara seiman, dan sesama dengan benar. Dikuduskanlah Engkau ya Bapa, terpujilah Engkau ya Yesus Kristus, dimuliakanlah Engkau ya Roh Kudus, Allah yang hidup dan berkuasa, kini dan sepanjang segala masa, amin.”

Janji: “Umat-Mu, ya Tuhan, mereka remukkan, dan milik-Mu sendiri mereka tindas; janda dan orang asing mereka sembelih, dan anak-anak yatim mereka bunuh; dan mereka berkata: "Tuhan tidak melihatnya, dan Allah Yakub tidak mengindahkannya." Perhatikanlah, hai orang-orang bodoh di antara rakyat! Hai orang-orang bebal, bilakah kamu memakai akal budimu? Dia yang menanamkan telinga, masakan tidak mendengar? Dia yang membentuk mata, masakan tidak memandang? Dia yang menghajar bangsa-bangsa, masakan tidak akan menghukum? Dia yang mengajarkan pengetahuan kepada manusia? Sebab Tuhan tidak akan membuang umat-Nya, dan milik-Nya sendiri tidak akan ditinggalkan-Nya; sebab hukum akan kembali kepada keadilan, dan akan diikuti oleh semua orang yang tulus hati.” – Mazmur 94:5-10,14-15


PESTA PARA KUDUS: Beato Ambrosio Francisco Ferro dan 29 Kawan, Martir Brasil; Beato Bartolomeu (Bartholomæus) dei Martiri Fernandes dari Braga, Uskup; Santo Eustathius dari Antiokia, Uskup; Santo Generosusdari Poitou, Kepala Biara; Santo Helier (Helerous, Hielier) dari Pulau Yersey, Martir; BeataIrmengard dari Chiemsee, Kepala Biara; Santa Marie Madeline Postel, Pendiri KonggregasiSuster-SusterHinadariKerahiman; Santo Vitalianus dari Capua, Uskup.

Renungan Hari Ini, Rabu, 16 Juli 2014
BACAAN: Yesaya 10:5-7,13-16; Mazmur 94:5-10,14-15; Matius 11:25-27


Source : FB Renungan Hari Ini

Post a Comment

Previous Post Next Post