Apakah Berdoa itu Percuma (bagian 2)

http://katolisitas.org/wp-content/uploads/2008/06/doa-2-702x336.jpg

Apakah Berdoa itu Percuma (bagian 2)

 

Mengapa kita berdoa?

Doa sudah menjadi bagian hakiki dari kehidupan semua orang dari semua agama, karena manusia diciptakan dengan kapasitas untuk mengetahui dan mengasihi Penciptanya. (KGK, 31, 356, 1721, 2002) Dalam tulisan pertama telah dibahas kesalahan persepsi doa, yaitu: Tuhan tidak campur tangan dalam kejadiaan di dunia ini. Dengan pembuktian yang sama dari St. Thomas Aquinas, kita akan menelusuri kesalahan persepsi kita tentang doa yang ke-2.

Kesalahan 2: Semua sudah ditakdirkan Tuhan, sehingga berdoa tidak mengubah apapun.

Kesalahan kedua adalah pendapat orang yang mengatakan bahwa berdoa itu percuma, karena semua sudah ditakdirkan. Berapa banyak orang yang mengatakan, kalau semua sudah ditakdirkan, maka tidak ada gunanya lagi berdoa, karena tidak akan mengubah apapun. Sering orang mengatakan “sudah nasib saya begini, doa atau tidak doa sama saja.”
Kalau kita meneliti pernyataan-pernyataan di atas, sebetulnya ada kecenderungan untuk menyalahkan Tuhan. Apakah kita pernah berkata “Ya memang sudah nasib saya untuk menjadi kaya – atau menjadi pintar – atau saya sudah ditakdirkan untuk menjadi seorang yang baik.” Dalam hal-hal yang menurut kita positif dan bagus, kita cenderung untuk diam saja, seolah-olah memang itu sudah layak dan sepantasnya. Namun pada saat terjadi sesuatu yang kurang baik, kita cenderung untuk menyalahkan Tuhan dengan tameng “nasib atau takdir.”
Bukankah ini sama saja seorang yang ditanya “Kamu kaya, pintar, juga baik. Bagaimana kamu bisa mendapatkan semua itu?” Anak itu menjawab “Oh, saya berusaha dengan sekuat tenaga untuk bekerja, membaca buku dan juga aktif dalam kegiatan Gereja.” Kemudian ada seseorang yang ditanya “Kamu kok hidupnya menderita sekali, sekolah tidak selesai dan pekerjaan juga susah.” Dan kemudian anak ini menjawab “Oh, memang saya sudah ditakdirkan seperti ini, saya sudah usaha dan doa, namun tetap saja sial. Mungkin ini juga bawaan dari orang keluarga saya. Semua saudara-saudara saya juga mengalami nasib seperti saya.”
Kalau kita mau jujur, Tuhan sebetulnya sering menjadi kambing hitam dalam masalah-masalah yang kita hadapi. Seolah semua kejadian yang baik adalah hasil kerja dan usaha kita sendiri, sedang sesuatu yang buruk terjadi karena takdir Tuhan. Mari, sekarang kita melihat dengan lebih teliti kesalahan kedua tentang persepsi doa.

Prinsip sebab-akibat dan urutan kejadian sampai doa dikabulkan.

Untuk meluruskan pendapat ini, pertama kita harus melihat bahwa Tuhan memberikan kepada kita bukan hanya “akibat“, namun “sebab“, dan juga “rangkaian dari sebab-akibat.”[1] Sebagai contoh: kita berdoa untuk minta pekerjaan. Akibat yang diinginkan adalah pekerjaan. Namun Tuhan memberikan sebab dan rangkaian kejadian, seperti: kita diberi semangat juang untuk mengisi formulir aplikasi pekerjaan, kita diberi kesempatan untuk bertemu dengan teman lama, atau diberi ide untuk memulai usaha sendiri, dll. Hal ‘sebab atau kejadian’ ini akan mengarah kepada sebab yang lain, dan seterusnya, sampai kita mendapatkan pekerjaan (yaitu akibat), jika semuanya ini sesuai dengan kehendak Tuhan.
Sebagai orang tua, kita bisa melihat contoh yang jelas pada anak-anak. Pada waktu saya tinggal bersama dengan keponakan-keponakan, saya sering melihat mereka bermain “puzzle.” Dan sering mereka meminta pertolongan saya. Reaksi saya biasanya tidak dengan secara langsung membantu mereka, namun memberikan ide-ide kepada mereka untuk menyelesaikannya sendiri, sebagai contoh: coba lihat warna yang sama, coba cari bagian pojok, terus cari juga bagian tepi, dll. Dengan cara seperti ini, maka keponakan saya dapat belajar menyelesaikan puzzle dengan kapasitas mereka. Pertanyaannya, apakah saya tidak membantu keponakan saya? Tentu saja saya membantu, dengan cara yang lebih baik daripada yang mereka inginkan, walaupun sering mereka tidak bisa melihatnya.
Dengan prinsip yang sama, Tuhan juga membantu kita. Masalahnya bukan dengan cara yang kita inginkan, namun dengan cara-Nya sendiri yang melebihi pemikiran kita (lih Yes 55:9). Begitu sering kita mendengar kesaksian tentang seseorang yang ingin mendapatkan pekerjaan. Mereka bertekun dalam doa, namun Tuhan menjawab dengan cara-Nya yang ajaib yang tidak pernah mereka pikirkan. Bukan hanya pekerjaan, namun mereka juga mengalami proses pertobatan, dan hubungan mereka dengan Tuhan dan sesama juga diperbaharui. Sebab bagi Tuhan, pekerjaan bukanlah yang paling penting, namun proses pertobatan dan pemulihan hubungan dengan Tuhan dan sesama yang diinginkan Tuhan.

Tuhan adalah kasih.

Satu hal yang harus kita pegang teguh, Tuhan adalah kasih (1 Yoh 4:8b). St. Paulus menyanyikan senandung kasih di 1 Kor 13:4-7 dengan begitu indahnya. Namun apa yang menyebabkan kasih? Penyebab dari kasih adalah “kebaikan / good“.[2] Jadi kalau kita mengasihi seseorang, kita melihat “sesuatu yang baik,” ataupun kita “menginginkan sesuatu yang baik” bagi orang tersebut. Tuhan, di dalam kasih-Nya yang sempurna melihat sesuatu yang baik dari manusia, dan Tuhan juga menginginkan sesuatu yang baik terjadi untuk manusia.
Kita melihat contoh bagaimana seorang wanita Samaria meminta air kepada Yesus, dengan harapan bahwa wanita itu tidak perlu menimba air lagi (Yoh 4:15). Dalam kasih-Nya yang sempurna, Yesus melihat sesuatu yang baik dan menginginkan kebaikan buat wanita Samaria itu. Yesus bukan saja memberikan air, namun Yesus memberikan kepada wanita itu “Air Kehidupan”, yaitu Yesus sendiri. Namun untuk sampai ke tahap tersebut, Yesus melakukan sesuatu, yaitu menghadapkan wanita itu dengan kenyataan tentang diri wanita itu sendiri, yaitu bahwa ia adalah seorang yang berdosa. Setelah itu, baru Yesus membuka identitas diri-Nya, yaitu Mesias. Tiga hal terjadi dalam hal ini: 1) pengetahuan tentang diri sendiri, 2) pengetahuan tentang Tuhan, 3) dan kedua hal tersebut menimbulkan kerendahan hati. Mengetahui bahwa Yesus adalah segalanya, dan kita adalah bukan apa-apa, akan menimbulkan kerendahan hati. Sikap ini adalah sikap yang paling diperlukan dalam doa. Katekismus Gereja Katolik 2559 mengatakan bahwa “kerendahan hati adalah dasar doa.”

Tuhan tidak pernah menakdirkan sesuatu yang buruk untuk manusia.

Pengetahun Tuhan yang benar, bahwa Dia adalah maha dalam segalanya, termasuk Maha Kasih, maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa Tuhan tidak pernah menginginkan sesuatu yang yang buruk terjadi pada manusia. Tuhan tidak mungkin menyangkal diri-Nya sendiri, yang pada hakikatnya adalah kasih (Lih 2 Tim 2:13). Bahkan Tuhan sendiri mengatakan bahwa rencana-Nya adalah damai sejahtera dan bukanlah rancangan kecelakaan (Yer 29:11). Namun kalau demikian, kenapa terjadi begitu banyak penderitaan dan ketidakadilan di dunia ini? (pembahasan hal ini akan ditulis dalam artikel tersendiri – penderitaan di dunia ini: di manakah Tuhan? ).

Lalu kenapa doa saya tidak dikabulkan?

Lalu, kalau Tuhan tidak mempunyai rencana yang buruk, kenapa kalau saya berdoa tidak dikabulkan? Kembali, kita harus menghubungkan semuanya dengan prinsip “akibat“, “sebab“, dan “rangkaian sebab-akibat” seperti yang telah diterangkan di atas, dan juga dengan prinsip “Tuhan adalah kasih.” Dengan kedua prinsip ini, maka apapun hasil dari doa akan bisa kita terima semuanya dengan lebih lapang dada.
Marilah merefleksikan kembali kejadian-kejadian yang silam, pada waktu kita berdoa untuk sesuatu, baik pekerjaan, masalah rumah tangga, hubungan dengan atasan, keuangan, dll. Mungkin pada waktu kita mengalami kejadian-kejadian tersebut, seolah-olah Tuhan tidak mendengarkan dan membantu kita. Hal ini disebabkan karena cerita dan rangkaian sebab-akitab yang akan terjadi belum selesai. Namun, setelah kejadian tersebut terlewati, maka kita dapat melihat “akibat”, “sebab”, dan “rangkain sebab-akibat”, dan juga bagaimana sebetulnya semuanya saling berhubungan dan menghasilkan sesuatu yang mungkin lebih baik daripada yang kita pernah pikirkan. Tuhan membantu kita dengan cara-Nya sendiri, bahkan cara-Nya jauh lebih bijaksana dari apa yang kita inginkan dan pikirkan. Tuhan mengatakan bahwa “RancanganKu bukanlah rancanganmu, dan jalanKu bukanlah jalan-Mu (lih. Yes 55:8).”

Lalu kenapa hasilnya berbeda dengan yang saya inginkan?

Selain Tuhan memberikan cara dan waktu yang berbeda dengan yang kita inginkan, Tuhan juga memberikan hasil (akibat) yang berbeda dengan yang kita inginkan. Hal ini disebabkan karena Tuhan adalah kasih, menginginkan sesuatu yang terbaik terjadi dalam kehidupan kita. Contohnya, kadang orang tua tidak mengabulkan semua permintaan anaknya, karena kalau semua permintaan dikabulkan, maka hal itu akan merusak perkembangan anak mereka dan bahkan bisa membahayakan kehidupan mereka. Kalau orang tua dalam kasih dan kebijaksanaannya yang terbatas dapat melakukan ini, maka Tuhan, dalam kasih dan kebijaksaan-Nya yang tak terbatas, melakukan hal yang sama dengan cara yang paling sempurna.

Percayalah kepada Tuhan

Kita dapat memberikan keberatan-keberatan yang lain. Namun pada akhirnya semua bermuara kepada “Tuhan seperti apakah yang kita percayai? Apakah Tuhan yang hanya siap menghukum yang bersalah atau Tuhan yang bijaksana dan penuh kasih?” Suatu saat saya punya kesempatan untuk bermain dengan keponakan saya di suatu tempat yang namanya “sliding rock“. Sliding rock ini sebenarnya seperti kali yang dasarnya bukan kerikil, tapi batu-batu besar yang licin, sehingga kita bisa duduk atau merebahkan diri di atas batu dan tubuh kita bisa terseret oleh arus air tanpa tergores. Nah, keponakan saya ingin sekali mencobanya, tetapi takut. Kemudian saya berkatanya “Andrew, ayo kita sama-sama mencoba.” Namun dia ketakutan dan memberikan alasan bermacam-macam, seperti: bagaimana kalau saya terbentur batu, kalau airnya masuk ke hidung dan telinga, kalau kaki saya terkilir, dll. Saya mencoba meyakinkan dia agar supaya dia tidak takut, namun tidak berhasil. Kemudian saya mengatakan ini kepadanya, “Andrew, coba lihat saya. Apakah kamu percaya kepadaku bahwa aku akan melindungimu?” Kemudian dia menatap mata saya, dan berkata lirih “… ya, saya percaya.” Kemudian kami mencoba sliding rock bersama-sama, dan akhirnya kami mengulanginya berkali-kali, karena Andrew senang sekali bermain ‘sliding’.
Hal yang sama terjadi dalam kehidupan doa kita. Kita dapat memberikan pertanyaan, protes dan keberatan kepada Tuhan akan tidak atau belum terjawabnya doa kita. Namun Tuhan mengatakan kepada kita masing-masing “Lihatlah pada-Ku… apakah engkau percaya bahwa Aku mengasihimu? Aku yang tidak ragu-ragu untuk memberikan Putera-Ku datang ke dunia untuk menyelamatkanmu. Percayakah engkau bahwa Aku mempunyai rancangan indah dalam hidupmu? Percayakah engkau bahwa Aku memegang tanganmu setiap saat, terutama pada saat engkau mengalami permasalahan?”
Marilah kita berdoa.
Dalam nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus, Amin.
Ya, Tuhan, pada saat ini, kembali aku menghadap Engkau dengan segala kerendahan hati. Aku mengakui bahwa Engkau mengetahui segalanya, dan Engkau juga mengetahui yang terbaik untuk kehidupanku. Tuhan, ubahlah hatiku, agar aku dapat sepenuhnya percaya kepada penyelenggaraan tangan-Mu. Tolonglah, agar aku percaya bahwa Engkau turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan dalam hidupku, terutama agar aku dapat mengalami bahwa Engkau dekat padaku dan selalu menopangku. Dalam nama Yesus, aku naikkan doa ini.
Dalam nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus, Amin.

 CATATAN KAKI:
  1. St. Thomas Aquinas, ST, II-II, q.83, a.2. [↩]
  2. St. Thomas Aquinas, ST, II-I, q.27, a.1. [↩]
Source : katolisitas.com

Post a Comment

Previous Post Next Post