Mengapa Donor Darah Gratis Tapi Penerimanya Harus Bayar?
Seingatku sejak menginjakkan kaki di Postulat Kapusin Mela-Sibolga hingga sebelum berangkat ke Tanah Misi di Australia, saya sangat rajin mendonorkan darah setiap tiga bulan atau lebih.
Selain motivasi membantu mereka yang butuh tapi miskin juga kata Dokter dan ahli kesehatan itu bagus untuk kesehatan. Saya mendonorkan darah dengan hati ikhlas alias gratis namun para penerima donor selalu membayar sekian ratus ribu rupiah ntuk PMI. Mengapa tanyaku?
Pagi ini saya membaca sebuah artikel menjawab pertanyaan tadi walaupun saya kurang setuju dengan jawabannya.
Dituturkan bahwa "Setiap biaya yang dikeluarkan ketika membutuhkan darah adalah untuk biaya BPD atau biaya pemrosesan dari darah itu sendiri karena tak bisa langsung disalurkan dari pendonor ke penerima bukan buat bayar darahnya, bukannya harga si darah itu sendiri.
Proses pengambilan darah dari pendonor memang tidak bisa langsung diberikan kepada penerima, ada tahapan yang harus dilakukan selama enam jam sebelum darah bisa diberikan kepada penerima harus melalui tahap uji kelayakan bebas dari penyakit seperti HIV, Malaria, dan Hepatitis. Juga dilihat kualitas darah yang bisa diberikan kepada penerima. Harga kantong darah yang masih impor pun menjadi salah satu faktor kenapa harga sekantong darah begitu mahal."
Rasa-rasanya keterangan ini kurang begitu masuk akal karena beberapa kali saya donor darah cuman hitungan menit darahnya langsung disalurkan ke pasien penerima. Jadi prosesnya tidak seperti disebutkan diatas.
Menurut APBN tahun ini Bidang Kesehatan mempunyai anggaran terbesar ketiga setelah Pendidikan dan Agama, Koq kantong darah mesti diimpor dari luar negeri? Apa para dokter dan periset teknologi kesehatan "cukup bodoh" sehingga tidak mampu membuatnya dalam negeri dengan anggaran yang begitu melimpah.
Source : FB P Martinus Situmorang
Post a Comment