Presiden Joko Widodo ditunjukkan oleh salah satu biarawati OCD tentang profilnya sejak sebagai wali kota hingga presiden pada kunjungannya ke susteran OCD di Dili di sela-sela kunjungan kenegaraan di Timor Leste, Selasa (26/1). (Foto: Setpres RI)
Jokowi Kunjungi Biarawati Katolik Adik Mensesneg Moerdiono
DILI,– Presiden Joko Widodo—di tengah kunjungan kenegaraan ke Timor Leste—mengunjungi susteran Ordo Carmelitarum Discalceatorum (OCD) di Dili. Di situ ia sempat bertemu dengan Sr Margaretha Mariadi, OCD, adik mendiang Menteri Sekretaris Negara era presiden Soeharto.
Peristiwa menarik itu terjadi pada Selasa (26/1) setelah Presiden Jokowi melakukan blusukan ke Pasar Ledicere Dili ditemani Presiden Taur Matan Ruak dan Perdana Menteri Rui Maria de Araujo. Mereka sebelumnya sudah menyelesaikan pertemuan bilateral dan menandatangani lima dokumen kerja sama.
Presiden Jokowi kemudian dijadwalkan mengunjungi Taman Makam Pahlawan Metinaro. Di pemakaman untuk para pejuang kemerdekaan Timor Leste ini, bekas Wali Kota Surakarta ini meletakkan karangan bunga. Kemudian rombongan melanjutkan perjalanan menuju Taman Makam Pahlawan Seroja—tempat pemakaman para Tentara Nasional Indonesia.
Tapi di tengah perjalanan, Presiden blusukan ke rumah biarawati yang dihuni belasan biarawati dari ordo OCD. Di sini Presiden bertemu dengan mantan Presiden dan Perdana Menteri Timor Leste Xanana Gusmao, dan sempat berdialog dengan biarawati di tempat pelayanan kesehatan bagi warga yang tidak mampu.
Dan para biarawati yang memang masih Warga Negara Indonesia turut mendoakan, “Kami berdoa semoga Bapak berhasil memimpin NKRI,” ucap salah satu suster senior Sr Margaretha Mariadi, OCD yang telah berusia 77 tahun dan merupakan adik kandung mendiang Moerdiono, Menteri Sekretaris Negara di era Presiden Soeharto.
Sebelumnya, Sr Margaretha Mariadi menyambutnya dengan sukacita. “Maturnuwun sanget Bapak sampun kersa tindak,” ungkapnya dalam bahasa Jawa. Maksudnya, “Terima kasih banyak Bapak karena sudah berkenan untuk datang.”
Menurut Xanana Gusmao para biarawati tersebut telah tinggal di Timor Leste selama 22 tahun. Sr Margaretha adalah biarawati paling tua.
Moerdiono Anak Keempat dari Delapan Bersaudara
Mensesneg Moerdiono adalah kelahiran Banyuwangi 19 Agustus 1934 ini di masa kecilnya merupakan sosok yang bahagia dalam limpahan kasih sayang seorang penilik sekolah bernama Soekomihardjo dan ibundanya, Maryati. Perwira bernama lengkap Letnan Jenderal (Purn) DR (HC) Drs KPH Moerdiono Hadiningrat ini merupakan anak keempat dari delapan bersaudara, yaitu Mujiati, Susiati, Lilik Moerdiati, Sr Margaretha Mariadi, OCD, Margono, Murtiasih, dan Budi Santoso.
Di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto, Indonesia pernah berada di puncak keemasannya. Di masa tersebut, Moerdiono berada di belakang Soeharto. Dialah think thank dan decision maker Soeharto.
Konon, gagasan-gagasan yang disampaikan Soeharto acap berasal dari Moerdiono. Ketika sebuah konsep diberikan kepada Moerdiono, maka Moerdiono akan mengetiknya dalam sebuah konsep pidato. Mau tidak mau pemikiran Moerdiono masuk ke dalam pidato yang disampaikan Soeharto.
Moerdiono semula adalah penulis pidato dari Basuki Rachmat. Karena kehebatan daya pikir, penalaran yang luar biasa, dia mengusik pandangan mata Panglima TNI Jenderal Panggabean. Oleh Panggabean, Moerdiono yang kala itu berpangkat Letnan ditarik dan diserahkan kepada Presiden Soeharto untuk dijadikan sekretaris.
Karena mengidap kanker, pada 7 Oktober 2011, Moerdiono meninggal dunia setelah beberapa waktu dirawat di rumah sakit di Singapura.
Biarawati OCD
Para suster OCD hidup dan tinggal di dalam biara kontemplatif. Karya kerasulan yang utama adalah mendoakan kepentingan Gereja Kudus Allah dan seluruh umat manusia.
Ordo ini didirikan pada 24 Agustus 1562 oleh St. Teresa Avila yang memugar Ordo Karmel dan membentuk kelompok kecil dengan nama: Ordo Karmel tak Berkasut. Dalam perkembangannya Komunitas OCD untuk pria berdiri pada 1580.
Kedatangan OCD di Indonesia bermula pada tahun 1635 dengan pionir Rm Dionisius OCD dan Br Redemptus OCD. Mereka mendarat di Aceh, namun terbunuh. Akibatnya misi OCD di Indonesia terhenti.
Pada tahun 1939, berganti para suster OCD yang datang ke Indonesia melalui negeri Belanda dan membangun Biara suster OCD di Lembang, Bandung.
Pada masa pendudukan Jepang pada tahun 1942, para suster OCD dari Belanda ditawan dan biara mereka diduduki oleh polisi Jepang. Setelah Indonesia merdeka mereka dibebaskan.
Sementara menanti kejelasan untuk kembali ke Lembang, Uskup Ende, Mgr. Hubertus Antonius Thijssen SVD, meminta kepada para suster OCD untuk membuka biara di Ende. Maka pada tahun 1953, berlayarlah para suster OCD menuju Ende, Flores. Para suster memilih kota dingin Bajawa menjadi tempat tinggal.
Pada tahun 1960 biara OCD di Lembang kembali dibuka. Pada tahun 1994 atas permintaan Uskup Dili, Timor Leste, suster-suster OCD membuka komunitas di Hera, Dili.
Sesuai dengan peraturan yang menyatakan, bahwa komunitas suster OCD tidak boleh memiliki anggota lebih dari 21 orang, maka pada tahun 2003 diputuskan melakukan pemekaran dari beberapa keuskupan yang menjadi pilihan. Para suster OCD terdorong untuk memilih memilih Keuskupan Surabaya sebagai tempat karya kerasulan suster-suster OCD berikutnya. (dbs)
SATUHARAPAN.COM
Post a Comment