Latest News

Saturday, April 20, 2013

SEMINARI : WADAH PENDIDIKAN DAN PEMBINAAN CALON IMAM




Seminari merupakan sebuah lembaga khusus dan istimewa karena seminari adalah wadah pendidikan dan pembinaan orang-orang terpanggil untuk menjadi imam. Lembaga khusus yang memberikan pendidikan dan pembinaan para calon imam ini sangat berbeda dengan lembaga pendidikan setingkat lainnya. Lembaga pendidikan swasta yang mendidik dan  membina calon-calon agen pastoral untuk bekerja di ladang Tuhan.

Seseorang yang mau menjadi imam, pada prinsipnya perlu menjalani proses pendidikan dan pembinaan di seminari menengah. Seminari menengah menjadi tempat pertama untuk menyemaikan benih-benih panggilan orang-orang terpanggil sebelum ke seminari tinggi hingga ditahbiskan menjadi imam. Untuk saat ini, seminari menengah bukanlah jalan satu-satunya mencapai imamat. Lembaga-lembaga setingkat lainnya pun bisa mendidik dan  membina seseorang menjadi imam. Fakta menunjukkan bahwa banyak imam yang tertahbis tidak menjalankan pendidikannya lewat seminari menengah.

Seminari sebagai tempat persemaian memiliki komponen-komponen khusus yang dianggap sebagai penunjang keberlangsungannya. Komponen-komponen tersebut terdiri atas lembaga keagamaan (KWI dan keuskupan), para guru dan pembina, orang tua, karyawan, dan  pihak-pihak terkait lain yang langsung atau tidak langsung ikut mendukung panggilan para calon imam. Semua komponen ini dengan cara dan kemampuannya ikut mendukung, mendidik, dan membina para seminaris tersebut. Khusus para guru dan pembina tugas ini dilihat sebagai suatu tugas atau misi hidup sebab mereka diberi kepercayaan penuh untuk mendidik dan membina calon imam dalam upayanya menapaki panggilan Tuhan.

Sebagai lembaga calon imam, seminari menghadirkan pelbagai kegiatan rohani demi mendukung perkembangan kepribadian dan kerohanian calon imam. Kegiatan-kegiatan itu seperti ekaristi, doa, meditasi, sharing, bacaan rohani, dan lain-lain. Dari pelbagai kegiatan itu, yang paling penting dan menonjol adalah ekaristi dan doa. Kedua kegiatan ini menjadi pusat hidup seorang calon imam. Seorang calon imam yang berkepribadian dan berkerohanian baik harus benar-benar melaksanakan dan menghayati ekaristi dan doa.

Melalui doa seorang calon imam menjalin relasi interpersonal dan menjalin dialog cinta dengan Allah. Selain itu, dapat memberikan kekuatan bagi calon imam agar berani menghadapi setiap tantangan yang dihadapi dalam perjalanan panggilannya. Doa adalah kekuatan dan  partner hidup seorang calon imam.
Ekaristi dalam tradisi Kristen merupakan kenangan kurban Paska Kristus, yang secara sakramental menghadirkan kurban satu-satunya, yaitu tubuhNya. Karena itu ekaristi adalah kurban. Sifat kurban dan perayaan ekaristi diungkapkan pada kata-kata konsenkrasio, "TERIMALAH DAN MAKANLAH, INILAH TUBUHKU, YANG DIKURBANKAN BAGIMU" dan "TERIMALAH DAN MINUMLAH, INILAH PIALA DARAHKU, DARAH PERJANJIAN BARU DAN KEKAL, YANG DITUMPAHKAN BAGIMU DAN BAGI SEMUA ORANG DEMI PENGAMPUNAN DOSA."
Di samping sebagai kurban, ekaristi merupakan sumber dan puncak hidup kristiani, sebab di dalam ekaristi tercakuplah seluruh kekayaan rohani Gereja yakni Kristus sendiri.

Di dalam ekaristi Kristus sendiri tampil sebagai tokoh yang mengemban tugas BapaNya : menyucikan dunia dan juga puncak penghormatan manusia terhadap Kristus, serta dengan pengantaraanNya kepada Bapa dalam Roh Kudus. Melalui ekaristi, seluruh umat Katolik menyatukan diri dalam kurban surgawi serta mencicipi roti dan anggur kehidupan. Dengan demikian, ekaristi menjadi perayaan kehidupan, di mana umat Kristiani mengungkapkan pengalaman hidup beriman yang dihayati setiap hari.
Memimpin perayaan ekaristi adalah salah satu tugas konkret seorang imam Tuhan, di samping mewartakan injil dan menggembalakan umatNya. Di dalam ekaristi seorang imam menunjukan identitasnya sebagai yang tertahbis dalam mengemban tritugas Yesus yakni sebagai Nabi, Imam,dan Raja.

Calon imam yang menyadari peran yang akan diembannya seperti ini, harus mengikuti dan menghayati ekaristi. Ekaristi mesti disadari bukan sebagai aturan yang harus ditaati melainkan sebagai sumber dan puncak ziarah panggilan. Dalam dan melalui ekaristi, seorang calon imam menemukan diri dan membaharui benih panggilannya, serta menjadi inspirasi bagi seluruh ziarah panggilannya. Kenangan akan kurban Yesus membuka wawasan calon imam menatap masa depan yang diimpikannya.

Di dalam ekaristi tercakup pula tugas konkrit yang lain yakni sebagai nabi dan raja. Menjadi nabi berarti orang dipanggil untuk mewartakan kerajaan Allah di tengah umat Tuhan. Sebagai raja, yang terpanggil mesti hadir di tengah umat, memimpin, dan menghantar mereka ke jalan yang benar. Ekaristi menyatukan semua tugas konkret ini, karena di dalam ekaristi yang terpanggil perlu menyatakan, mewartakan, dan menghantar iman umat kepada Allah satu-satunya melalui kenangan akan kurban Kristus. Di sini, ekaristi menjadi pusat dari seluruh rangkaian panggilan hidup orang yang terpanggil.

Di panti pendidikan calon imam (seminari), seorang calon imam mesti menyadari perutusan (misi) yang akan diembannya. Perlu disadari bahwa tugas itu tidak mudah. Karena itu seorang calon imam harus merasa diri mampu dan terus menyelami misi itu. Sebagai lembaga persiapan calon imam ada pelbagai kegiatan yang melatih siswa untuk bermisi di tengah masyarakat. Salah satunya yang paling menonjol adalah live-in. Live-in berarti hidup di dalam. Kegiatan ini dilakukan demi memhina mental para peserta.

Live-in yang dilakukan para calon imam mempunyai tujuan seperti yang sudah termaktub di atas. Di sini live-in memegang peranan penting sebagai persiapan untuk menjalankan tugas perutusan bila sudah menjadi imam kelak. Melalui live-in para calon imam bisa melihat dan  merasakan sendiri laku hidup umat dan dengan kehadiran mereka umat merasa diteguhkan, dikuatkan untuk tetap mengimani Allah sebagai pencipta dan penyelenggara.

Untuk dapat menyukseskan cita-cita ini, para calon imam yang sedang mengikuti pandidikan dan pembinaan di seminari, harus belajar dengan sungguh-sungguh dan menaati aturan-aturan yang ditetapkan seminari. Dengan menyadari dan menaatinya, seorang calon imam mantap dalam intelektual maupun rohani atau kepribadian dan siap untuk menerima tritugas Yesus yang akan diembannya nanti.

Oleh : Lambertus Ai 
Seminari Menengah San Dominggo Hokeng 

Source : seminarikwi.org

No comments:

Post a Comment

Tags