Merasul, Tanda Perjalanan ke Surga
Seorang anak yang lulus ujian, pasti akan segera pulang sesudah meluapkan kegembiraannya bersama teman-temannya. Tidak mungkin ia akan pergi belanja atau jalan-jalan sendirian ke lapangan dan duduk merenung. Seorang ibu yang menjemput suami pulang dari tugas berbahaya, tidak akan repot-repot bawa bekal macam-macam. Penyambutan suami yang meriah dilakukan nanti di rumah, tidak di bandara atau di kantor. Dan sambil menunggu, dengan penuh senyum ia akan bercerita tentang suaminya, keluarganya dan kegembiraannya menyambut kepulangan suaminya itu.
Jika kita lihat, pesan pengutusan 72 murid, kita merasa, menjadi utusan itu menakutkan, diutus seperti domba ke tengah-tengah serigala. Tidak enak, tidak boleh bawa bekal, tidak boleh beri salam. Berat; harus terima apa adanya, harus beri teguran dan peringatan. Kalau sukses, cuma dapat jaminan, namamu tercatat di surga.
Jika kita bandingkan dengan pengalaman kegembiraan anak yang lulus atau ibu yang menyambut suami yang pulang, situasinya sebenarnya sejajar. Mau cepat-cepat pergi, tidak perlu bawa apa-apa dan dimana pun memberi kabar baik dan menyebarkan kebaikan. Bagi anak-anak dan ibu itu, tindakan itu tidak menjadi beban, karena mereka menerima dan membawa kabar baik.
Hati yang gembira dan bahagia, tidak membutuhkan banyak sarana dan tidak perduli situasi sulit yang menghadang. Jadi kuncinya ialah, menerima dan membawa kabar gembira. Apakah hidup kita merupakan penerimaan dan penyampaian kabar gembira dari Tuhan Yesus?
Dalam pertemuan CLC sedunia, seorang gadis bersaksi seperti ini: teman-temannya bertanya: Kamu ke Gereja tiap minggu? Kamu ikut CLC? Kamu pelayanan? Dan kamu bahagia? Gadis itu menjawab: karena saya ke Gereja tiap minggu dan ikut CLC, maka hidup saya bahagia. Dunia modern melihat hidup beragama dan semua cara hidup, sampai perutusan sebagai pengikut Yesus sebagai beban tambahan dalam hidup ini. Dunia modern melihat pemenuhan kebutuhan pribadi dan kesenangan duniawi lebih penting dari pada nilai surgawi yang membawa bahagia.
Apakah kita mau hidup baik? Jawabannya, ya. Kita mau kerja keras untuk Tuhan? Jawabannya, ya. Kita mau menanggung susah untuk Tuhan? Jawabannya, ya. Kita mau masuk surga? Jawabannya, ya. Apakah kita bahagia? Jawabannya, ragu-ragu. Kita melihat kenyataan hidup, semua beban, masalah, sakit hati, kelemahan, tidak membuat kita bahagia. Beban hidup kita mengaburkan kegembiraan dan sukacita yang kita seharusnya kita miliki karena kita dikasihi dan diberkati oleh Tuhan. Keselamatan dari Tuhan diselubungi oleh kedukaan dan kesusahan kita.
Hari ini, Yesus mengingatkan kita. Apa pun beban dan masalah, bagaimana pun kesusahan dan kekecewaan kita dalam hidup ini, hidup adalah perutusan. Hidup itu bernilai kalau dapat dibagikan kepada sesama. Kita menemukan bahwa kita mau hidup, bekerja untuk Tuhan. Kalau kita diutus dan kita belum bahagia, tidak masalah. Kita sedang berjalan menuju surga.
Mari kita lihat sejenak, perjalanan hidup kita. Kita lihat semua keinginan baik, semua perjuangan kita, semua kegiatan pelayanan kita. Kita melihat kepada Yesus yang mengutus kita. Dia mengasihi kita. Yesus tahu semua kesulitan dan kesusahan kita. Dia telah memberi kita berkat sehingga kita dapat berjalan sampai hari ini. Apa pun situasi kita, Dia membutuhkan kita, Dia mempercayai kita.
Apakah kasih, kepercayaan dan pengutusan itu membuat kita bahagia, semangat dan gembira? Jika kita masih terpaksa jujur dan menjawab ‘tidak’; tidak mengapa. Kita adalah anak-anak Bapa di surga. Nama kita sudah tercatat di surga. Kita sedang berjalan kesana! Jika kita menemukan jawabannya, ya; kita boleh berbahagia bersama Yesus, yang ingin kita menjadi selamat dan berbahagia bersama Dia, sekarang dan disini. Amin.
MINGGU BIASA 14, C; 7 Juli 2013
Yes. 66:10-14c; Gal. 6:14-18; Luk. 10:1-12.17-20
Yes. 66:10-14c; Gal. 6:14-18; Luk. 10:1-12.17-20
By Romo Hans Handrianto Widjaja Pr
Source : sesawi.net
إرسال تعليق