PENGIKUT KRISTUS ADALAH ANAK-ANAK TERANG

Foto: Renungan Hari Ini, Minggu, 30 Maret 2014
Hari Minggu Prapaskah IV (Minggu Sukacita)
PENGIKUT KRISTUS ADALAH ANAK-ANAK TERANG
“Berkatalah Yesus, ‘Aku telah datang ke dalam dunia ini untuk menghakimi: Mereka yang tidak melihat akan melihat dan mereka yang melihat akan menjadi buta.’” – Yohanes 9:39
Pada hari ini, Minggu Laetare atau Sukacita, Yesus sangat berkeinginan agar kita semua boleh menerima sukacita-Nya, yang diingatkan Rasul Paulus: “Bangunlah, hai kamu yang tidur dan bangkitlah dari antara orang mati dan Kristus akan bercahaya atas kamu” (lihat Efesus 5:14). Untuk itu, Gereja mengganti warna liturgi dari ungu menjadi merah jambu dengan bunga-bunga berwarna cerah yang diletakkan di altar. Sebagai anak-anak Allah, kita tentu menyambut perayaan Ekaristi hari ini penuh sukacita karena bisa menjalani puasa, berpantang, doa, dan amal kasih serta berhasil memperjuangkan pentingnya kehidupan rohani (lihat Yohanes 9:39); agar memperoleh kesempurnaan sukacita pada Paskah nanti “dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah” (lihat Ibrani 12:2). Diri ini penuh percaya kepada Yesus (lihat Yohanes 9:38); karena “penderitaan dalam kehidupan kita yang sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan dan diberikan kepada kita” (lihat Roma 8:18); sehingga diri ini dapat berseru: “Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku. Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah Tuhan sepanjang masa” (lihat Mazmur 23:1,4,6).
Yesus adalah “Terang dunia” (lihat Yohanes 9:5). Orang buta pun “dapat melihat” setelah Dia “mencampur tanah dengan ludah-Nya”, lalu “mengoleskannya ke mata orang buta itu” dan berkata: “Pergilah, basuhlah dirimu dalam kolam Siloam”, yang berarti: ‘sebagai yang diutus’ (lihat Yohanes 9:6-7). Tetapi, tidak semua orang menerima-Nya sebagai ‘Terang’: ada yang terbuka karena mengimani dan ada yang tetap buta karena dikalahkan pikiran dari tubuh fana. Itu seperti reaksi orang Farisi: “Orang ini bukan dari Allah, sebab Ia bekerja pada hari Sabat”, meski ada yang bertanya: “Dapatkah seorang berdosa melakukan tanda ajaib demikian?”; yang menimbulkan “perbedaan pendapat antara mereka” (lihat Yohanes 9:16). Ketika orang buta yang sudah bisa melihat itu ditanyakan pendapatnya tentang Yesus, dia menjawab dengan penuh keyakinan: “Ia seorang nabi” (lihat Yohanes 9:17). Orang-orang Yahudi yang tidak percaya itu menanyakan kepada orangtuanya, yang dijawab: “Ia benar anak kami dan buta sejak dilahirkan”, tetapi “kami tidak tahu siapa yang telah mencelikkan matanya” (lihat Yohanes 9:20-21). Orangtuanya berkata demikian karena takut dikucilkan dari sinagoga bila mengakui Yesus sebagai Mesias (lihat Yohanes 9:22). Dari bacaan Injil ini, kita menemukan suatu cara lain untuk menafsirkan mukjizat yang terjadi, yaitu: orang yang bisa melihat adalah orang beriman karena percaya kepada Tuhan, yang ditegaskan Yesus: “Mereka yang tidak melihat akan melihat, dan mereka yang melihat akan menjadi buta” (lihat Yohanes 9:39). “Hiduplah sebagai anak-anak terang” (lihat Efesus 5:8).
Sebagai anak-anak Allah, diri ini tentu berlaku jujur dan sangat berkeinginan agar kerahiman Yesus “menginjak-injak kesalahan” dan “melemparkan dosa-dosa” diri ini “ke dalam laut” (lihat Mikha 7:19); agar dihapus “sejauh timur dari barat” (lihat Mazmur 103:12). Jika bersikeras, kita “akan mati dalam dosa-dosa” (lihat Yohanes 8:21,24). Inilah yang membedakan Dia dengan manusia. “Tuhan tidak memandang berdasarkan manusia; manusia memandang dengan mata; tetapi Tuhan menilai hati” (lihat 1Samuel 16:7). Untuk itu, Rasul Paulus berdoa: “Semoga Ia menerangi mata batinmu” (lihat Efesus 1:18). Tuhan melihat dari hati-Nya untuk memasuki hati kita. Karenanya, diri ini lalu rajin memeriksa hati agar bisa melihat dosa-dosa yang ada, keberadaan Tuhan dalam diri ini, pada sesama, dan khususnya tatkala menyantap tubuh-Nya, serta kebenaran rencana Allah dan janji-janji-Nya (lihat 2Korintus 13:5). Tanpa menyelami hati keluarga, bagaimana kita mengasihi dengan benar? Tanpa tahu hati anak, apakah perubahan dan kekudusan mereka dapat terjadi? Orang buta sejak lahir itu disembuhkan Yesus, yang diutus Allah Bapa (lihat Yohanes 9:4). Kita pun akan bisa melihat dengan benar bila bersedia dicuci dan “dibenamkan dalam kematian-Nya” (lihat Roma 6:3); agar layak mengulang janji baptis dan hidup sesuai dengannya. “Bangunlah, hai kamu yang tidur dan bangkitlah dari antara orang mati dan Kristus akan bercahaya atas kamu” (lihat Efesus 5:14); agar Paskah nanti dipenuhi sukacita Tuhan (lihat Filipi 4:4). Terpujilah Kristus!
by:  Fa Suhardi Soetedja

PENGIKUT KRISTUS ADALAH 

ANAK-ANAK TERANG

“Berkatalah Yesus, ‘Aku telah datang ke dalam dunia ini untuk menghakimi: Mereka yang tidak melihat akan melihat dan mereka yang melihat akan menjadi buta.’” – Yohanes 9:39

Pada hari ini, Minggu Laetare atau Sukacita, Yesus sangat berkeinginan agar kita semua boleh menerima sukacita-Nya, yang diingatkan Rasul Paulus: “Bangunlah, hai kamu yang tidur dan bangkitlah dari antara orang mati dan Kristus akan bercahaya atas kamu” (lihat Efesus 5:14). Untuk itu, Gereja mengganti warna liturgi dari ungu menjadi merah jambu dengan bunga-bunga berwarna cerah yang diletakkan di altar. 


Sebagai anak-anak Allah, kita tentu menyambut perayaan Ekaristi hari ini penuh sukacita karena bisa menjalani puasa, berpantang, doa, dan amal kasih serta berhasil memperjuangkan pentingnya kehidupan rohani (lihat Yohanes 9:39); agar memperoleh kesempurnaan sukacita pada Paskah nanti “dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah” (lihat Ibrani 12:2). 

Diri ini penuh percaya kepada Yesus (lihat Yohanes 9:38); karena “penderitaan dalam kehidupan kita yang sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan dan diberikan kepada kita” (lihat Roma 8:18); sehingga diri ini dapat berseru: “Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku. Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah Tuhan sepanjang masa” (lihat Mazmur 23:1,4,6).

Yesus adalah “Terang dunia” (lihat Yohanes 9:5). Orang buta pun “dapat melihat” setelah Dia “mencampur tanah dengan ludah-Nya”, lalu “mengoleskannya ke mata orang buta itu” dan berkata: “Pergilah, basuhlah dirimu dalam kolam Siloam”, yang berarti: ‘sebagai yang diutus’ (lihat Yohanes 9:6-7). Tetapi, tidak semua orang menerima-Nya sebagai ‘Terang’: ada yang terbuka karena mengimani dan ada yang tetap buta karena dikalahkan pikiran dari tubuh fana. 


Itu seperti reaksi orang Farisi: “Orang ini bukan dari Allah, sebab Ia bekerja pada hari Sabat”, meski ada yang bertanya: “Dapatkah seorang berdosa melakukan tanda ajaib demikian?”; yang menimbulkan “perbedaan pendapat antara mereka” (lihat Yohanes 9:16). Ketika orang buta yang sudah bisa melihat itu ditanyakan pendapatnya tentang Yesus, dia menjawab dengan penuh keyakinan: “Ia seorang nabi” (lihat Yohanes 9:17). 

Orang-orang Yahudi yang tidak percaya itu menanyakan kepada orangtuanya, yang dijawab: “Ia benar anak kami dan buta sejak dilahirkan”, tetapi “kami tidak tahu siapa yang telah mencelikkan matanya” (lihat Yohanes 9:20-21). Orangtuanya berkata demikian karena takut dikucilkan dari sinagoga bila mengakui Yesus sebagai Mesias (lihat Yohanes 9:22). Dari bacaan Injil ini, kita menemukan suatu cara lain untuk menafsirkan mukjizat yang terjadi, yaitu: orang yang bisa melihat adalah orang beriman karena percaya kepada Tuhan, yang ditegaskan Yesus: “Mereka yang tidak melihat akan melihat, dan mereka yang melihat akan menjadi buta” (lihat Yohanes 9:39). “Hiduplah sebagai anak-anak terang” (lihat Efesus 5:8).


Sebagai anak-anak Allah, diri ini tentu berlaku jujur dan sangat berkeinginan agar kerahiman Yesus “menginjak-injak kesalahan” dan “melemparkan dosa-dosa” diri ini “ke dalam laut” (lihat Mikha 7:19); agar dihapus “sejauh timur dari barat” (lihat Mazmur 103:12). Jika bersikeras, kita “akan mati dalam dosa-dosa” (lihat Yohanes 8:21,24). 


Inilah yang membedakan Dia dengan manusia. “Tuhan tidak memandang berdasarkan manusia; manusia memandang dengan mata; tetapi Tuhan menilai hati” (lihat 1Samuel 16:7). Untuk itu, Rasul Paulus berdoa: “Semoga Ia menerangi mata batinmu” (lihat Efesus 1:18). Tuhan melihat dari hati-Nya untuk memasuki hati kita. Karenanya, diri ini lalu rajin memeriksa hati agar bisa melihat dosa-dosa yang ada, keberadaan Tuhan dalam diri ini, pada sesama, dan khususnya tatkala menyantap tubuh-Nya, serta kebenaran rencana Allah dan janji-janji-Nya (lihat 2Korintus 13:5). 

Tanpa menyelami hati keluarga, bagaimana kita mengasihi dengan benar? Tanpa tahu hati anak, apakah perubahan dan kekudusan mereka dapat terjadi? Orang buta sejak lahir itu disembuhkan Yesus, yang diutus Allah Bapa (lihat Yohanes 9:4). Kita pun akan bisa melihat dengan benar bila bersedia dicuci dan “dibenamkan dalam kematian-Nya” (lihat Roma 6:3); agar layak mengulang janji baptis dan hidup sesuai dengannya. “Bangunlah, hai kamu yang tidur dan bangkitlah dari antara orang mati dan Kristus akan bercahaya atas kamu” (lihat Efesus 5:14); agar Paskah nanti dipenuhi sukacita Tuhan (lihat Filipi 4:4). Terpujilah Kristus!

Renungan Hari Ini, Minggu, 30 Maret 2014
Hari Minggu Prapaskah IV (Minggu Sukacita)
by: Fa Suhardi Soetedja


Source : FB 
Michael Christiano Hady


Post a Comment

Previous Post Next Post